Irene dan Lavi telah sampai kedalam parkiran McD dan pak julo memarkir mobil mereka dengan rapi, "Gimana pak?"
"Bungkus aja nyonya," Pinta nya dengan hati-hati.
Irene hanya tersenyum dan mengiyakan permintaan supir pribadinya, tak jarang Irene mengajak pak julo untuk makan siang jikalau ia merasa lelah saat berpergian sehabis bisnis butik nya yang laku keras di beberapa daerah.
Irene dan Lavi pergi, mereka segera masuk kedalam pintu dan memilih meja untuk menunggu. Mereka memilih meja ditengah, McD lumayan ramai pengunjung, mereka harus sedikit berdesakan yang membuat Irene jengah dan muak.
"tunggu disini, nanti mommy balik lagi." Ujarnya sembari membenarkan letak tas nya.
Lavi hanya mengangguk sebagai respon kecil, saat ekor matanya mengikuti sang ibu yang tengah memesan makanan ia segera membuka ponsel pintarnya. Berkirim pesan pada sahabat-sahabat dan melihat arsyi yang telah di tambahkan ke dalam grub.
Lavi sedikit terkekeh kecil kala melihat putri dan Rachel yang tak henti-hentinya menggoda Firda dan arsyi yang terlihat tak terlalu aktif di dalam grub.
Di depan meja Lavi terdapat seorang pemuda dengan perawakan pendek serta rambut yang dibelah tengah mencuri pandang ke arah Lavi yang tengah tersenyum tipis dengan pandangan fokus ke arah ponselnya.
Pemuda itu sedikit menggaruk pelipis bingung, ia ingin menyapa gadis itu. tetapi, ia terlalu malu untuk berbuat demikian. Pemuda dengan Perawakan blasteran itu terlihat berpindah meja ke arah Lavi.
Disaat ia benar-benar berada di samping gadis itu ia tak henti-hentinya melirik ke arah samping dimana Lavi berada. Kemudian ia sedikit berdeham untuk memancing wanita di samping nya tapi nihil.
Ia memutar otak, kemudian sedikit berdehem lebih keras. Tetapi, tetap nihil. Lavi tetap tak menoleh sedikit pun, Ia menghela nafas. Mengumpulkan keberanian dan mulai menyapa.
"Hallo" Sapanya dengan senyum manis nya.
Lavi menoleh, lebih tepatnya ia melirik dari ujung matanya. Terlihat seorang pemuda dengan gaya style Korean, kulit putih, mata sipit, senyum kotak, dengan poni yang menutupi separuh alisnya, dan jangan lupa tangan yang setia melambai ramah.
Lavi yang terpaku dan membeo, hanya mengangguk kemudian membalas sapaan pemuda itu, "iya hallo. kenapa?" tanya nya.
Ia mengerutkan keningnya dan membalas sapaan pria didepannya, "Anu, mau kenalan boleh?" Lavi sedikit menahan tawa saat mendengar kata 'boleh' dengan aksen Korea yang kentara terdengar.
Melihat senyuman tipis dari gadis didepannya, Pemuda itu terlihat mengulum senyum malu dan menggaruk tekuk nya ringan, "Nama kamu siapa?" Tanya nya.
Lavi yang terkekeh kecil membuat pemuda itu menggaruk tekuk kaku, "Nama ku Lavi. Salam kenal," Ujarnya
"eoh?! salam kenal juga," Ujarnya
senyuman manis dan teduh dari pemuda di depannya, membuat Lavi mengingat seseorang, Kelinci kecil nya. Lavi membulatkan matanya kala melihat senyuman khas yang benar-benar mirip teman masa kecilnya.
Kekehan pelan itu segera berubah menjadi raut wajah kaku dengan kentara terkejut, sedikit memalingkan wajah ke bawah dan mendadak atmosfer dari keduanya menjadi canggung.
"Kenapa?" Tanya nya dengan hati-hati.
Melihat tatapan nanar gadis didepannya, membuat ia merasa ada yang salah. Apa karena ia salah menyapa? salah memilih bahasa? ia rasa tidak.
"Eh? emh.. gapapa hehe," Raut wajah Lavi tak bisa berbohong.
Pemuda itu hanya sedikit mangangguk dengan senyum yang dipaksakan, "Maaf kalo ganggu." Ujarnya dengan raut lesu.
Lavi segera menoleh, "eh?! ngga kok, ngga hahaha." Lavi menyela dengan cepat sembari menggaruk tekuk kaku.
"Oh iya, nama kamu siapa?" Tanya Lavi
"Doyoung, Kim doyoung"
"Eh? Korean.."
"Iya, lebih tepatnya blasteran. Sebenernya nama panjang doyoung Kim jenathan, tapi ya gitu hehe,"
Lavi hanya ber-oh ria sembari mengangguk, kemudian hening melanda. Masing-masing mereka menyelami pikiran masing-masing, Lavi memikirkan teman kecil nya, sebaliknya. Doyoung memikirkan cara bagaimana bisa berteman dengan gadis didepannya.
"Emh.. boleh minta nomor telepon nya ga?" Doyoung bersuara saat dirasa mereka cukup lama dimakan keheningan. Lavi menoleh, dapat dilihat doyoung yang malu-malu dengan tangan yang tenggelam dimakan Hoodie birunya. Lavi hanya tersenyum sebagai respon.
"Ya, boleh"
Mereka bertukar nomor, dan Beberapa username aplikasi lain. Lavi dan doyoung mengobrol cukup lama. Ternyata doyoung kesini bersama kakaknya, ia dan sang kakak sudah lama menetap di Indonesia. Doyoung pun adalah anak yang manis, usianya tak jauh dari Lavi.
Mereka mengobrol, doyoung juga sangat pintar mencari topik pembicaraan sampai pada ia melihat jam dan mulai berdehem singkat, "Kayak nya aku harus pergi hehe,"
Lavi menaikkan kedua alisnya, "oh? cepet banget?"
"Iya, kesini cuma mau makan siang aja,"
"Oh.. nanti chat aja ke nomor ku, oke?" Sela Lavi dengan senyum hangat.
"Ya ! hehe, annyeong !"
"Nee~" Balas Lavi.
Membuat doyoung sedikit mengerjap dan tersenyum, ia mengangguk dan kemudian berlalu. bertepatan di waktu yang sama, Irene datang sembari mengaduk-aduk isi tas nya.
"Kenapa mom?" Irene berjalan pelan dengan mata yang masih setia mengobrak-abrik isi tas nya.
"Ngga, nyari karcis parkir nya yang di titip pak julo"
Lavi hanya mengangguk. Cukup lama mereka menunggu pesanan, sampai pada seorang pelayan mendekat dengan dua nampan makanan serta burger lezat. Mereka makan dengan pelan dan santai, Lavi dan Irene semula tengah makan siang bersama di kejutkan dengan suara deringan ponsel.
Irene mengangkat telepon nya, Lavi yang sama-sama terkejut hanya mengangguk ringan dengan tatapan polos ke arah ibu nya yang memberi kode agar dirinya menunggu untuk beberapa waktu.
Irene mulai menjauh, Lavi yang masih anteng menikmati ayam dengan khidmat, kemudian matanya menangkap mobil hitam yang terparkir.
'lambang Garuda? perusahaan Gardapati? ngapain lagi sih?' Batin Lavi.
Belum selesai dengan keterkejutan itu, terlihat sesosok pria dengan stelan jas mahal dengan perawakan perut buncit, kumis tebal, dan wajah mesumnya.Bukan bermaksud untuk menghina, tetapi Lavi benar-benar trauma dengan om-om seperti didepannya ini.
"Siang Lavi," Sapa pria tua itu.
Lavi yang meneguk ludah kasar tak jadi menyuap kembali ayam di tangannya, memilih menaruh dan mengambil beberapa tisu untuk membersihkan sisa makanan di bibir dan tangannya dengan gerakan anggun.
'menarik' batin pria itu.
Berdiri kemudian menjabat tangan pria tua didepannya ini, "Iya om. selamat siang juga, Kenapa ya om?" Tanya nya tanpa basa basi.
Pria didepannya hanya tersenyum tipis dan terkesan bersemirk, "saya mau ngajak kamu sama keluarga buat makan malam di rumah,"
"Om dah ngomong sama Daddy?" Ucap Lavi kalem dengan kedua tangan yang seling bertaut di depan.
"Sudah sepertinya..." pernyataan itu bahkan seperti bisikan.
Sekertaris cantik yang berada dibelakang hanya mampu menunduk, "Gimana kalo Lavi sama Irene saja?"
Lavi mengerutkan keningnya, "Maksudnya?"
"Iya kalian berdua saja, saya rasa. Rish sepertinya sibuk nanti malam," Ujarnya
"Maaf, nanti malem saya harus tidur lebih awal untuk ujian besok," Kilah Lavi.
"Oh ya ... ya, kalo Irene?" Tanya nya kembali.
Lavi mengumpat dalam hati saat melihat tatapan mesum yang berkilat dari obsidian tua pria didepannya, "Mommy biasanya malem harus masak buat kita, gatau juga saya om. Lagian, mustahil mommy bakal keluar sendirian malem-malem tanpa Daddy." Balasnya dengan tatapan sengit.
"Loh ?! Lavi !!"
Teriakan Irene membelah atensi mereka.
___________
-TBC-
#alv