"hah?! apasih da?"
"Emhh.. nothing, lanjutin beli bukunya." Firda sedikit menunduk kala ia melihat siluet Januar yang mengambil sepasang CD dari beberapa patung yang bertengger.
Samar-samar Firda mendengar suara Januar yang tengah mengejek farras dan disela oleh Chino dan yang lainnya. Mata nya kembali menangkap Rio dan Iyan yang tengah bermain-main menggunakan CD wanita.
Firda mengernyit, bagaimana bisa mereka ada di tempat yang sama? Lavi yang ingin melihat apa yang tengah di lihat Firda, segera terhalang karena kedua mata kecil nya di tahan oleh Firda.
"Udah, anak kecil ga boleh liat gituan. Udah sana milih alat tulis lucu, mana? mau yang mana? coba liat." Firda mengalihkan fokus Lavi, dan beruntung nya Lavi dengan polos nya menunjukkan beberapa penghapus, pena, dan pensil yang berbentuk aneh tetapi lucu baginya.
Lavi bahkan tak sadar berada dalam zona nya sendiri, yang membuat Firda semakin leluasa melihat rombongan tak tahu diri seperti Chino dan teman-teman nya.
Firda lagi-lagi dibuat heran kala melihat beberapa gadis yang tengah bersembunyi, diantara nya tengah menggigit kipas dengan keras, memotret, menarik-narik baju gadis dan lain dan sisanya menahan jeritan.
Firda merolling matanya dengan malas, apa yang sepesial dari keenam manusia tak jelas itu? tampang? nol besar, tingkah? nol besar, prestasi? nol besar, kekayaan? milik orang tua masing-masing. Jadi? apa yang mau dibanggakan?
Pertanyaan random silih berganti datang, membuat Firda hanya mampu menggaruk pelipis bingung. Kenapa selera gadis jaman sekarang rendah? apa ia tak tahu jika ada yang lebih tampan dari keenam random people itu? apa mereka tak tahu artis dalam negeri?
Setidaknya, beberapa anak tongkrongan elite pun banyak yang berwajah tampan di atas rata-rata. Kenapa malah mengagumi perkumpulan orang-orang aneh seperti mereka?
"Da !! ini lucu yah?" Firda tersentak kala baju nya di tarik kecil oleh Lavi yang tengah terfokus pada beberapa penghapus dan bolpoin yang berjajar.
"hooh, iya." Firda menjawab dengan anggukan singkat.
Kemudian matanya kembali melirik Chino dan teman-teman nya, nafas nya tercekat kala melihat mereka mengepung petugas muda dengan tatapan tajam dan berusaha terlihat se-tampan mungkin.
Ingin rasanya Firda memuntahkan kembali rice box yang baru ia makan bersama Lavi sedari tadi, 'sok manly eh? biar di anggap cool dan jantan?' batinnya.
'Mau meninggal gue.' samar-samar ia mendengar teriakan tertahan dan pekikan yang ribut tak jauh dari dirinya berdiri.
Ia memasukan kedua tangan nya kedalam kantong celana, dan menatap tajam beberapa gadis yang menahan teriakan kala melihat aura dominan Chino.
Mata Firda kembali fokus ke arah Chino yang memegang sisi wajah petugas muda tersebut. Firda dengan wajah jijik dan alis bertaut membuat ekspresi wajah yang menahan mual.
"Ahh.. mau yang ini apa yang ini ya??" Lavi bertanya Samar, Firda mendengar. Tetapi, drama picisan didepannya lebih menarik.
"Da, yang mana da? ga bisa milih."
"Serah aja yang mana, lucu semua kok." Firda membalas tanpa mengalihkan pandangan.
Mengangkat alis dengan raut datar, saat melihat wanita itu pingsan di tempat. Membuat Chino dan yang lainnya panik dan segera membopong tubuh wanita muda itu dengan panik.
Firda semakin malas dan menguap, apalagi saat melihat beberapa gadis centil kembali mengikuti mereka tanpa tahu malu. Lavi terlihat membawa penuh beberapa alat tulis di tangan nya.
"banyak banget, buat apa? Lagian katanya diary juga mau dibeli." Tanya Firda dengan pandangan datar
"ugh, iya ya. Tapi semuanya lucu, gimana dong?" Lavi sedikit susah membawa beberapa alat tulis, ia menggaruk pipinya dengan tatapan bingung dan mata bulat yang butuh pertolongan ke arah Firda.
"Lagian sih, matanya ga bisa di kontrol ya liat yang lucu dikit?" Tanya Firda sinis.
Yang dibalas kekehan lucu dari Lavi, "Udah? ini doang? Buku?" Tanya Firda.
"Bayar yang ini aja dulu." Sahut Lavi
Firda hanya mengangguk singkat dengan bibir membentuk o kecil, kemudian membantu Lavi membawa beberapa barang bawaannya.
"Yok, ke kasir."
_______
"Fak, berat banget bangsat." Umpat Chino
"Cih, salah sendiri baperin." Sinis Januar
Yang dibalas dengusan ringan oleh Chino, mereka hampir sampai ke arah pos informasi. Terlihat beberapa pria memenuhi pos dengan beberapa minuman energi ditangan mereka.
"Mas mas ! tolong bantu saya !" Chino sedikit berteriak.
"Eh? kenapa mas?"
"Ini, pingsan. Pake nanya lagi" Sela Januar dengan alis bertaut
Membuat ketiga petugas tersebut segera mengangguk kaku, dan mulai mengambil alih gendongan Chino dan segera membawa wanita itu ke dalam pos mereka.
"Dia kenapa mas?"
"Gatau, tiba-tiba pingsan. Tadi abis nanya harga, gatau nya pingsan." Ujar Januar setengah berbohong
Petugas pria tersebut hanya mengangguk singkat, dan ikut masuk untuk membantu beberapa rekannya. Rio terlihat sedang mengangkat telepon dari ibunya.
"Guys, dicariin bunda. Cabut yuk" Ajak Rio
"Yauda, gue juga dah ngantuk." Sela farras
Mereka segera bergegas pergi setelah lelah membopong wanita dnegan berat badan yang tak sesuai dengan proporsi Luarnya, ntah karena tulang yang kuat. Ataupun memang karena berat badan nya yang tak seimbang.
'Bajingan, gue bener-bener ngantuk' batin Chino
"Buset bro, berat banget badannya mba-mba yang tadi." Ujar Farras
"Iya, ngalahin badan Lo ras."
"Aelah, bajingan Lo nu." Umpat Farras
Ledakan tawa terdengar. Mereka telah sampai dimana ibunda Rio berada, "Kok lama? baju-baju nya?"
"Gajadi bund, ada yang pingsan tadi." Ujar Rio
"Huh? dimana? Siapa?"
"Ada tadi, cewe. petugas sini, dah beres kok."
"Iya Tante, lagian juga bajunya bisa di lain waktu aja."
"Iya, makasih ya Tante" Ujar Iyan dan Farras bergantian.
"Ahh gapapa, cuma segitu doang. Ga ada yang mau dibeli lagi kan?"
"Nanti Januar, Iyan, sama farras mau ke toko buku bentar Tante."
"Wah, beli apa tuh? kita bisa temenin kalo--"
"Eh, ga perlu Tante. Gapapa, nanti kita mencar aja. Lagian Tante juga lagi hamil, kasian dede bayi nya." Ucap Januar
"Iya tan, gapapa." Ucap Iyan
"Oh ya udah, yuk pulang. Lumayan lama kita disini, badan bunda dah dingin, mau ngangkat jemuran juga. Takut kesorean." Ujar bunda Rio dengan tangan memeluk tubuh nya
"Huh?! jangan bilang bunda masuk angin, si dede gapapa kan?" Rio bertanya sembari mendekat dan mengelus pelan perut buncit sang ibunda.
"Gapapa kok hehe, gausa khawatir."
Senyuman teduh dari ibunda Rio cukup membuat Januar iri. Seandainya, ia bisa merasakan senyuman tulus ibu, pelukan hangat, support secara langsung dan nyata, serta afeksi ibu yang hangat.
'Gua iri sama Rio..'
----------
-TBC-
#alv