CERIA, satu-satunya gambaran Lavi yang tengah bersemangat menyantap rice box berisi ayam kesukaannya. Firda hanya terkekeh kecil melihat sahabatnya yang tengah memakan makanan dengan riang.
Salah satu cara untuk membuat mood nya kembali adalah dengan cara melihat Lavi makan. Ia sangat suka menyumpal makanan kedalam mulut kecil sahabatnya. Karena, suara gumaman kecil yang random, mata bulat yang memejam, dengan pipi chubby yang penuh dengan makanan serta tepuk tangan kecil kala lidah nya merasa puas.
Firda sangat menyukai itu, ia bahkan sengaja tak memakan makanan dengan cepat hanya untuk melihat ekspresi wajah Lavi yang menggemaskan. Terkekeh dan beberapa kali menegur Lavi yang terlampau bersemangat membuat Firda semakin dilanda rasa bahagia.
"Gimana? enak?" Tanya Firda dengan senyum teduh.
"Hu'um ! enwak !!" Lavi berbicara dengan mulut yang penuh. Firda hanya terkekeh kecil, seperti halnya adik dan kakak. Firda dan Lavi terlihat seperti itu. Tanpa disadari, mereka ditatap intens oleh Januar, Iyan, dan farras yang mengamati dari jauh.
Janu, farras, dan Iyan terkesima melihat senyuman Firda yang teduh dan penuh kasih sayang. Terutama Iyan yang terlihat tertarik dan hanya fokus ke arah Firda.
"Buset, manis banget anjir senyumannya." Ujar iyan
"Baru kali ini gue liat dia senyum." Tutur farras
"Gila, si Lavi imut banget." Janu menambahkan yang dibalas lirikan sadis oleh farras.
"Apa Lo liat-liat !!" Bentak Janu
"Cuih." Farras memalingkan wajah
Sampai pada mereka melihat ibunda Rio, Chino, Irfan dan Rio datang dengan nampan berisi makanan di masing-masing tangan mereka. Kecuali, ibunda Rio yang terlihat memegang perutnya dengan hati-hati sembari membawa beberapa struk belanja dan memasukkan nya ke dalam tas kecil miliknya.
"Ayo-ayo anak-anak. Meja nya di atur dulu ya." Bak guru TK, ibunda Rio mengatur ke-enam pemuda tampan tersebut. Mereka tak terlihat seperti pria manly pada umumnya, bahkan terlihat seperti kumpulan anak TK yang tengah di ajak berbelanja oleh guru mereka.
Chino, Irfan, Rio dan ibunda Rio berada di satu meja. Sedangkan Iyan, farras, dan Janu menjadi satu meja. Farras dan Iyan ingin memberi tahukan keberadaan Lavi dan Firda pada Chino. Tetapi, melihat temannya yang begitu fokus memakan makanan dan sedari tadi tak berbicara saat mereka duduk, farras mengurungkan niatnya untuk memberitahu informasi tersebut.
"Gimana nu? gatel banget gue mau ngasih tau." Farras berbisik
"Nanti ajalah, jangan sekarang."
"Apa mungkin, dia udah tau?" Sela Iyan.
Perkataan Iyan cukup masuk akal oleh farras dan Januar. Mereka sama-sama dilanda keheningan dengan beberapa spekulasi memenuhi otak mereka. Mendengar bisik-bisik kecil yang berasal dari meja Iyan,farras dan Januar.
Rio segera berbalik, "woi, gosipin apa kalian?" Ujar Rio.
Farras dan Iyan yang berada dibelakang Rio terperanjat dan melotot horor kala melihat kepala Rio yang menyembul di tengah-tengah mereka.
"Setan !! ngagetin aja Lo monyet !"
"Bab1 ya Lo !" Umpat Iyan dan farras bersamaan.
Rio hanya terkekeh kecil dan kemudian berbalik, "ga ada otak si Rio." Umpat Farras
"Nganggetin aja si guguk, bikin kesel aja."
"Ntar mau temenin gue ke toko buku ga?" Tanya Januar.
"Mau beli apaan Lo?"
"Tumben rajin." Pertanyaan beruntun tersebut hanya dibalas dengusan kecil dari Januar, "Beli buku panduan memasak, emak gue nitip." Ujar Januar
"Huh? emak Lo dah balik nu? kapan?" Tanya farras.
"Semalem, sama papa juga." Nada Januar terlihat melambat, dibarengi dengan tatapan nya yang mulai sayu.
Farras dan Iyan yang masih belum menangkap keadaan kembali bertanya, "Emang kemana mereka sebelumnya?"
"Ke Bali, ada resort baru disana. Jadi mereka di undang sekalian katanya mau nanem saham. Gua ga ngerti gituan, ga peduli juga." Tatapan Janu dengan sorot mata nya teduh. Melihat fokus ke arah makanan dengan alis bertaut. Merasakan sedikit amarah dan kecewa yang didependam pada orang tuanya.
Farras yang mengerti segera menyenggol lengan Iyan, "Maaf ya nu, ga bermaksud." Ujarnya dengan nada menyesal.
"Iya nu, gue juga."
"Gapapa, toh ini realita. Ga ada yang bisa di ubah lagi, jalan nya emang gini." ujarnya dengan senyuman paksa.
Mereka menghabiskan waktu bersama, memakan makanan dengan diselingi candaan. Terkadang, mereka saling melempar gulunga tisu saat ibunda Rio sedang pergi menuju WC terdekat.
Hari itu mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama. Ibunda Rio, serta teman-teman Rio tengah menuju lantai bawah. Ibunda Rio merencanakan untuk membeli satu set pakaian untuk keenam teman anaknya sebagai ucapan terimakasih.
Di lantai dua, terdapat banyak baju yang terpampang. Chino lah yang paling bersemangat ketika melihat outfit, "bund ! Chino mau dua !" ujar nya seperti anak kecil.
"Ah ! curang Lo no ! gue juga mau !" Sahut farras dengan alis bertaut.
"Gue juga kali !" Sela iyan.
"Hahaha, udah-udah. Masing-masing dua ya, bunda tunggu di kursi itu. Sekalian mau beli sosis di sana." Ibunda Rio menunjuk stan sosis yang berada di samping wahana permainan.
keenam nya kompak mengangguk lucu, ibu Rio hanya terkekeh geli, merasa memiliki enam putra yang sangat bersemangat. Setelah kepergian ibunda Rio, mereka segera berpencar mencari outfit sesuai masing-masing selera.
Irfan terlihat memilih kaos oversize, farras terlihat mencari jaket. Sementara Rio dan Iyan tengah mencari kaos hitam dan beberapa warna polos yang lain.
"Woi liat !, cocok buat Chino." Januar berujar dengan membawa satu stel celana dalam wanita.
Disambut ledakan tawa oleh mereka, "Ga ada otak Lo nu. Ngapain ketempat CD cewek anjir." Ujar nya frustasi
Kemudian, mereka malah berbondong-bondong menuju tempat penjualan satu set penyangga payudara dan CD milik wanita. beberapa melemparkan candaan dikala melihat Beberapa bentuk CD dan lingerie seksi yang tergantung berbaris.
"Gimana kalo farras make ini?"
"Dijamin semuanya robek."
"Ahahahah, bangsat Lo no !" Iyan paling keras tertawa.
Rio dan Irfan terlihat saling menyerang menggunakan ketapel CD, dimana CD ditarik merenggang hingga ia terlempar dengan satu tujuan fokus.
Iyan dan farras tak henti-hentinya tertawa. Mereka total melupakan tujuan awal dimana niat hati ingin membeli baju untuk masing-masing diri, malah mereka bermain di tempat penjualan celana dalam.
Beberapa wanita yang hendak memilih celana dalam segera berpaling malu, melihat keenam pemuda tampan yang tengah bermain-main dengan celana dalam wanita. Beberapa dari mereka memerah malu, dan ada juga yang merasa ilfil karena perbuatan mereka.
"Maaf mas, barang nya jangan di maenin." Teguran halus terdengar dari petugas penjaga yang tengah lewat. yaitu, wanita muda yang manis, terlihat Iyan dan Chino segera berhenti.
Iyan kemudian memberi kode keenam teman nya untuk segera mendekat. Petugas wanita itu masih mempertahankan senyum manisnya, berusaha seprofesional mungkin, walaupun ia dilanda gugup dan bingung menjadi satu.
"Maaf ya mba, temen ku memang jahil." Iyan berujar dengan lembut, pandangan nya mengunci wanita didepannya.
Rio dan Irfan pun segera meletakkan CD yang mereka mainkan, keenam nya segera berkumpul dan membuat pola melingkari petugas tersebut.
Wanita itu menelan ludah gugup, Rio dan Chino melayangkan pandangan datar. Irfan dan Iyan tersenyum dengan manis dan misterius, sedangkan farras dan Januar memangku dagu dan merangkul masing-masing teman disampingnya.
"a-anu mas.."
______
-TBC-
#alv