Sehabis kejadian di UKS, putri segera meminta Ray, teman nya untuk menyampaikan pesan kepada arsyi.
"Woy ! Arsyi, Lo nanti disuruh putri sama dkk buat ke atap sekolah sekarang, mereka bilang kalo Lo gamau nanti Lo dibuat kelar Ama mereka." Tambah Ray bohong.
Arsyi tersentak, ia mengeratkan pegangan di kedua sisi ranselnya, membenarkan letak kacamatanya dan mengangguk.
Ia berjalan pelan menuju lantai 4 sekolah. Pikirannya melalang buana, setiap langkah kakinya membuat jantung nya berdentum tak karuan.
Apa yang ia perbuat? Sefatal itu perbuatan nya hingga mereka memanggilnya ? Hanya karena menangis? Kenapa dunia sekejam ini?
Pikiran gadis berbadan mungil itu sedikit sadar saat tangga terakhir menuju atap sekolah terlihat, ia melangkah dengan ragu, menaiki anak tangga dengan satu persatu.
Semuanya seperti gerakan slow motion, ia bahkan ingin berlama-lama di anak tangga untuk menghindari rombongan elit pindahan sekolah nya.
Ia berhenti pada pintu didepan. Jantung nya seperti memiliki kembang api, jiwa nya meletup-letup dan keringat membasahi pelipis nya.
'kakek, doain arsyi selamat ya', batin nya konyol.
Ia membuka perlahan pintu atap sekolah, jam disore hari, membuat pemandangan sun set sangat tepat menghadap diri.
Kilatan sinar oranye dan jaring-jaring pembatas dinding atap sekolah membuat pemandangan semakin cantik.
Sangat cantik, membuat arsyi sejenak terpana, dan segera terkesiap kala melihat siluet Tubuh wanita dengan surai melambai di terpa angin dan tangan bersidekap.
'aduh, gimana ini? Deg degan lagi', batinnya.
Ia melangkah perlahan mendekat, sesaat setelah menutup pintu atap dengan lambat.
"Kenapa kamu manggil aku?" Cicit nya.
Firda terlihat mengemut permen dengan malas, tanpa berbalik sekalipun. Suara deep khas wanita nya mengalun, "kenapa lama?"
Pertanyaan itu sanggup membuat Firda tersentak, "a-anu, tadi aku beresin buku dulu" kilah nya.
"Oh", sahut Firda.
Cukup lama hening melanda, sampai arsyi mulai bosan dan membuka percakapan, "kenapa kamu manggil aku?", Tanya nya untuk kedua kalinya.
"Gue tau Lo sering di bully."
Pernyataan Firda sedikit membuat arsyi tertohok, ia menunduk. Berusaha menyembunyikan guratan sedih diwajahnya, meski ia tahu bahwa Firda masih belum berbalik menatap wajahnya.
"Gue tau Lo sering di kucilin, di jatuhin mental nya, dijauhin, dimanfaatin, di ejek, di injek, dan Lo masih diem karena Lo lemah." Kata-kata lemah di tekan oleh Firda. Dibarengi dengan suara gretakan oleh permen yang ia gigit dengan keras.
Arsyi yang terlonjak semakin menunduk, "Lo lemah, padahal Lo bisa lawan. Kenapa ga lawan? Selemah itu ya Lo?"
Tali ransel nya semakin erat digenggaman nya, "cih, gimana orang ga ngebully Lo kalo Lo aja diem kek gini?"
Wajahnya semakin menggelap karena poni yang menjuntai menutupi separuh wajah nya, "Lo lemah ! Lo-"
"CUKUP !!" Teriakan arsyi memotong perkataan Firda.
"Cukup !! Kalo kamu bawa aku kemari cuma buat jatuhin mental aku semakin dalam, aku mohon cukup. Aku ga sanggup lagi, iya aku lemah ! Tolong jangan memperburuk keadaan lagi, aku capek." Ia berkata dengan pupil mengecil dan bibir bergetar, badan nya total membeku dengan wajah yang tertutup poni panjang nya.
"C-cukup, aku m-mohon, cu-cukup" cicit nya dengan tersendat.
Ia hendak berbalik sebelum bentakan Firda terdengar, "Lo buka pintu itu, kepala Lo, putus sekarang juga"
Pistol berwarna segelap malam terpampang. Arsyi membeku dengan mata mengecil kala melihat pantulan senjata tajam yang di todong Firda dari jauh.
'sial, ia harus bagaimana?', batinnya
------------
-TBC-
#alv