Reina melamun, sudah hampir 15 menit ia menunggu namun Julian belum terlihat lagi setelah kelas selesai. Saat ia hendak berdiri, bahunya ditepuk oleh seseorang─yang membuatnya hampir melayangkan tinjunya.
"W-weh santai dong!"
Reina mencebik, "lagian lo sih datang-datang enggak pakai permisi."
Delvin terkekeh, "ngapain pakai permisi, sih? Gue kira lo udah tau kalau itu gue. Omong-omong, lo lagi nungguin seseorang ya?"
Reina mengangguk, "pulang telat paling gue. Gue juga udah ngabarin orangtua gue, kok. Lo enggak bakal ditanyain lagi, tenang aja."
"Nunggu cowok ya lo?"
Reina tersentak, "kata siapa deh?!"
"Kata gue, barusan," Delvin tersenyum tengil. Ia sedang ingin menggoda Reina. "Orang tua lo pasti enggak tau kalau lo pulang telat gara-gara nungguin cowok, kan? Gue laporin ke ibu lo kayanya seru nih."
'Aku bilangin mama kamu, ya.'
Reina terdiam, kalimat terakhir Delvin membuatnya mengingat seseorang di masa kecilnya.
"Rei?"
Reina tersentak, "Ah, sorry sorry, gue emang kurang fokus hari ini."
Baru saja Delvin hendak mengatakan sesuatu, suara Julian lebih dulu terdengar.
"Reina, udah lama nunggu ya?"
Delvin manggut-manggut, mode jahilnya kembali aktif. "Oh dia yang daritadi lo tungguin ternyata. Boleh juga pilihan lo," ujar Delvin seraya menaik-turunkan alisnya.
Alis Reina menukik tajam, lantas ia menatap Delvin tajam, seolah mengatakan 'jangan-cari-perkara-baru-ya.'
Delvin tak mengindahkan tatapan Reina, ia justru menatap Julian, "Reina udah lama nunggu lo. Buruan ngomongnya ya, diae nggak boleh telat pulang. Gue balik ya, Rei."
Sepeninggal Delvin, Julian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Duh, maaf ya Rei lo jadi nunggu lama. Gue nggak nyangka pertemuannya tadi bakal selama itu."
Reina mengibaskan tangannya, "santai, sama gue ini. Lo mau ngomong apa emangnya sama gue?"
Julian menatap Reina, lantas mendesah pelan, "enggak lama lagi kita ada pembagian rapor, kan?"
"Iya, terus?"
Julian memainkan kedua tangannya, "artinya senior-senior kita pas naik ke kelas akhir nggak bakal terlalu aktif lagi kan di ekskul?"
"Iya."
Julian menatap Reina sendu, raut kebingungan terpancar dari wajahnya, "gue mau nembak Kak Clara. Seenggaknya, sebelum dia terlanjur sibuk sama kegiatan di kelas akhir."
Reina mencoba menetralkan ekspresi wajahnya, "emang dia suka sama lo?"
"Eggak tau sih, tapi apa salahnya dicoba?"
"Gue enggak terlalu deket sama Kak Clara. Tapi, yang gue lihat, Kak Clara tuh suka yang romantis-romantis gitu."
"Oh, oke. Makasih ya, Reina! Lo bener-bener temen gue yang paling baik," sahut Julian riang.
Reina tergagap, "oh?! Oh, yes... friend. We are just friends."
Julian tak terlalu menyadari perubahan ekspresi Reina, ia justru terlihat sibuk dengan pikirannya. Kemudian, lelaki bersurai kelam itu kembali menghadap Reina sambil tersenyum lebar.
"Makasih lagi ya, Rei. Gue awalnya emang cuma mau nanyain hal itu sama lo. Tapi, berhubung tadi gue udah bikin lo nunggu lama, mau ke JFC nggak? Gue traktir, sebagai permintaan maaf gue, hehe."
Reina mendelik, "lain kali aja. Gue kan enggak boleh pulang kelamaan," sahutnya cepat.
Julian manggut-manggut, "iya ya, kata Bagas tadi lo enggak boleh pulang telat, dia akrab banget sama lo ya?"
"Enggak juga," bantah Reina.
"Omong-omong, lo dijemput, kah?"
Reina mengangguk, "iya, udah datang tuh."
Julian mengusap pucuk kepala Reina lembut, lantas tersenyum. Reina terkesiap, ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari manik Julian.
"Kalau gitu, gue balik juga, ya? Makasih Reina, lo emang teman gue yang paling baik. Sampai jumpa besok."
"Ah, ya. Sampai jumpa juga."
Julian berbalik, lantas mulai berjalan menjauh. Setelah punggung Julian sudah tak terlihat, Reina menampilkan senyum tipis.
"Kalau lo hanya menganggap gue sebagai teman lo, berhenti membuat gue jatuh cinta sama lo."
───────
Reina berdiri di depan Shaleen dengan malas. Suasana hatinya masih buruk.
"Kamu lama banget, Kakak udah nungguin lho dari tadi," omel Shaleen.
Shaleen bertambah kesal saat melihat Reina nampak abai dengan ucapannya.
"Hei, kamu dengar Kakak, kan?"
Reina menganggukkan kepalanya malas.
"Jadinya siapa, Kak?" balas Reina datar.
Shaleen tampak berpikir, "hm, Julian bagus, tapi kakak kepikiran hal lain."
"Apa?"
"Kakak barusan nawarin Seno dia mau atau enggak."
Mata Reina membulat, "Artaseno? Terus dia bilang apa?"
"Mau. Cuma, kakak sudah ngerata-rata rapornya. Dia agak jauh di bawah Julian. Kata kamu, setelah kamu bantuin kakak rata-rata nilai rapor, Julian paling tinggi kan?"
"Iya."
"Ya sudah deh, nanti kita tanya aja Juliannya."
Reina menggerutu, "kok tiba-tiba sih, Kak?"
"Ya enggak apa-apa, biar semakin cepat."
Reina bertugas memanggil Julian, sedangkan Shaleen berbicara kepada Seno.
Ditengah pembicaraan mereka, Shaleen datang sembari membawa beberapa lembar kertas.
Reina yang melihatnya mengangguk pelan, "oke, gue sama Kak Shaleen to the point aja ya. Lo mau enggak ikut LPSN?"
"LPSN?"
"Lomba Penelitian Sekolah Nasional," giliran Shaleen yang menjawab.
Julian mengernyitkan dahinya, "tugasnya?"
Reina menghela napas, "jadi kita bakal meneliti sebuah objek. Setelah itu, kita membuat laporan tentang apa yang kita buat. Singkatnya, kita bakal bikin makalah."
"Makalah lagi?! Skip deh gue," ucap Julian kaget.
Shaleen mendengus, "tapi di angkatan kalian, Reina bilang cuma lo doang yang pintar dalam kedua bidang!"
Julian menggaruk tengkuknya, "y-ya benar sih, bentar deh. Gue pikir-pikir dulu. Tunggu lima jam, ya?"
Shaleen reflek mengarahkan kakinya ke wajah Julian-yang dengan cepat langsung dihindari oleh Julian.
"Gila lo, nggak-nggak. Maksimal 5 menit lagi. Ini atas perintah Bu Yuni."
"Hm, ya sudah deh. Gue mau."
Reina tersenyum senang. Sedangkan Shaleen nampak sedikit kecewa, "oke deh," putusnya.
Setelahnya, mereka kembali ke kelas masing-masing. Namun, tanpa sengaja manik mata Reina menangkap sesuatu yang ganjil di depan tangga.
Ia melihat Shaleen dan Seno. Jika dilihat sekilas, mereka nampak seperti teman yang sangat dekat. Tetapi, Shaleen dengan mendadak merapikan dasi yang bertengger di leher Seno.
Reina sedikit terkejut, terlebih karena selanjutnya, mereka menunjukkan beberapa sikap mereka seperti menunjukkan kalau mereka bukan hanya sekadar teman. Namun, ia juga merasa itu bukan haknya untuk tiba-tiba datang dan menginterupsi kegiatan mereka. Ia memilih untuk mengekor Julian dan masuk ke dalam kelas.
Saat pulang, Shaleen dan Seno menghampiri kelas Reina.
Reina menelan ludahnya, ia masih merasa tak enak dengan mereka. Terutama karena kejadian tadi, walau sepertinya Shaleen dan Seno tak mengetahuinya.
Untungnya, ada Julian juga yang membuatnya tak terlalu canggung. Reina berjalan ke arah Shaleen, "ada apa, Kak?"
Shaleen mengeluarkan sebuah file dari sakunya, "ada titipan dari Bu Yuni buat kamu, kayanya soal-soal OSN."
Julian mengerutkan keningnya heran, "Kak, yang terpilih untuk mewakilkan sekolah kan bukan aku."
Sepertinya, karena sekarang Julian lebih sadar bahwa Shaleen adalah kakak kelasnya, ia melembutkan nada bicaranya.
Shaleen hanya mengangkat bahunya, "Kakak juga enggak tahu. Tapi kayanya ini biar kamu belajar lagi."
Julian hanya menganggukkan kepalanya dan menerima file itu, "terima kasih, Kak."
Reina menatap Seno, seketika ia terdiam. Aura Seno entah kenapa terasa sedikit mengintimidasinya.
Jujur, Seno itu tampan, tapi juga menyeramkan di saat yang bersamaan. Tatapannya sedikit angkuh. Ia juga tak banyak berbicara. Ia hanya mengeluarkan sepatah kata, lantas menyapa Chandra saat melihat sosoknya. Setelahnya, ia lebih banyak diam. Bahkan saat mereka sudah kembali ke kelas mereka masing-masing, Reina masih merasakan aura Seno yang membuatnya merinding.
Di kelas sekarang hanya tersisa Reina dan Julian. Reina kembali merasa canggung dengan Julian. Kejadian kemarin saat Julian dengan terang-terangan mengatakan bahwa ia menyukai kakak kelasnya, Clara, kembali terbayang di benaknya.
"Rei."
Reina tersentak, "ya?"
"Hari ini sibuk?"
"Enggak."
Julian menganggukan kepalanya, "tawaran yang kemarin masih berlaku, mau?"
Reina tampak menimbang sebentar, sebelum akhirnya mengangguk.
Mereka pergi ke JFC yang tak jauh dari sekolah mereka. Reina mencari tempat duduk, sedangkan Julian yang memesan makanannya.
"Thanks Ju, omong-omong kayanya lo senang banget hari ini. Ada apa kalau gue boleh tau?" ucap Reina ditengah suapannya.
Julian seperti teringat sesuatu, "oh itu, nanti gue kasih tahu ke lo setelah selesai makan."
Reina hanya mengangguk dan melanjutkan suapannya.
Tapi, Julian hanya diam saat mereka telah selesai makan. Begitupun saat mereka keluar dari tempat makan itu.
Langit di luar mulai menggelap, sepertinya hanya dalam hitungan menit hujan akan turun.
Begitu Reina membuka ponselnya-hendak membuka aplikasi ojek online, suara Julian memecah keheningan.
"Rei, terima kasih, ya."
Reina mengerutkan keningnya, firasatnya buruk, "buat?"
"Saran lo. Gue jadian sama Kak Clar tadi pagi."