"Gosip, lo mau ikut?" balas Reina datar, walaupun dia sebenarnya sedang menahan diri agar tidak tersenyum saat melihat paras Julian (yang kalau boleh jujur, makin tampan).
"Ya kali enggak," Julian menarik sebuah bangku dan menaruhnya di sebelah Reina.
Ilona menaikkan alisnya, "lo laki-laki tapi suka gosip, ya?"
"Kaya enggak kenal Julian saja. Waktu itu saja dia sampai maksa gue sama Naya buat cerita tentang Delvin. Dia terlalu kepo sama orang yang udah membuat mantannya oleng," cerca Reina.
"Jangan buka kartu gue yang itu dong, Rei," Julian mengerucutkan bibirnya. Reina menggigit bibirnya. Sungguh, kalau bisa, Reina ingin mengabadikan momen ini. Julian benar-benar menggemaskan.
Dasar.
"Ya lagian─eh sebentar, itu siapa?"
Tangan Reina mengarah ke pintu, membuat Ilona dan Julian ikut menoleh.
Julian manggut-manggut, "oh, namanya Aldo. Juna Alardo, kenapa emangnya Rei?"
Reina mengerjap-ngerjapkan matanya, "oh, nggak. Gue ngerasa familiar sama nama dan wajahnya."
Ilona menempelkan jari telunjuknya di keningnya, "kok gue kepikiran 'Juna' yang pernah lo ceritain ya?"
"Gue juga mikir kaya gitu, tapi kan yang namanya 'Juna' nggak cuma satu di dunia ini."
Julian menatap keduanya datar, "kalian berdua ngomongin apa, sih?"
Ilona dan Reina berpandangan, lantas tersenyum jahil.
"Rahasia, ini urusan perempuan."
Julian memutar bola matanya, "tapi sikap kalian enggak kaya perempuan."
SLAP!
Ilona memukul kepala dan wajah Julian dengan buku tulisnya, membuatnya mengaduh tertahan.
"Jangan pukul wajah sama kepala gue, dong. Aset berharga, nih," keluhnya.
Ilona mendesis, "siapa suruh ucapan lo kaya gitu?"
Julian beralih menatap Reina, "Rei, bantuin gue," adunya.
Reina menghela napasnya, "enggak."
Julian mengerucutkan bibirnya. Tapi, mendadak ia berseru kesenangan karena ponsel yang ada di sakunya bergetar pelan. Dengan terburu-buru, ia segera membuka ponselnya.
"Bahagia banget, emangnya lo mendapatkan notifikasi apaan?" goda Ilona.
Julian tak membalasnya, ia hanya tersenyum simpul. Tanpa Julian memberitahu mereka, Reina sudah tahu pasti notifikasi siapa yang dapat membuat Julian berseru kegirangan seperti itu.
"Pacar gue, Na," balas Julian.
"Dih, perasaan beberapa hari yang lalu lo masih belum move on. Iya kan, Rei?"
Tuh kan, benar.
"Eh? I-iya," jawab Reina gelagapan. Ia sedang berusaha menahan dirinya agar tidak terlalu menunjukkan rasa cemburunya. Karena sekali lagi, memangnya Reina siapanya Julian?
Reina kembali menyibukkan dirinya dengan pura-pura bermain ponsel. Hal itu ia lakukan semata-mata karena ia tak mau melihat wajah kasmaran Julian yang sedang berkirim pesan dengan Clara. Berdoa saja semoga ia tidak tersiksa dengan rasa cemburu ini.
Jam pulang Reina melebihi waktu yang diperkirakan. Hal itu karena mereka menunggu hujan sedikit reda. Namun, hujan belum berhenti bahkan saat menjelang senja. Reina memilih untuk menunggu di dekat gerbang sekolah. Untungnya, Wira datang menjemput Reina tepat waktu.
"Kamu nggak nunggu lama kan Rei?"
Reina menggeleng, "enggak, A. Mobil Aa diparkir di mana?"
"Enggak jauh dari sini, kok."
Tak lama kemudian, mereka sampai di hadapan mobil Wira. Reina mengernyitkan keningnya, hanya perasaannya saja atau memang mobil ini sedang dalam kondisi menyala?
"A, mobil Aa emang lagi menyala atau gimana?"
Wira tersenyum, "lihat saja nanti."
Kejutan besar! Wira ternyata tak menjemputnya sendirian, ia juga mengajak Elang, yang juga merupakan sepupu mereka.
"Apa kabar, Rei?"
Reina duduk di kursi sebelah Elang, "baik kok, Aa ke sini sendirian atau sama Rani?"
Elang memutar bola matanya, "yang ditanyain kenapa Rani mulu? Aa enggak?"
"Kan Aa udah di sini, hehe."
"Dih."
Reina tertawa, sesaat setelahnya, ia merasakan ponselnya bergetar pelan. Seperti biasa, pesan yang masuk. Namun, pesan itu benar-benar membuatnya ingin membanting ponselnya sekarang juga.
Kak Shaleen
Rei
Julian diganti Seno aja ya
Reina
Memang kenapa kak?
Kak Shaleen
Julian terlalu menyebalkan
Minta banget dihilangkan kepalanya
Walau kakak tahu Julian nilainya lebih baik
Tapi, Seno pintar berbicara di depan banyak orang kok
Reina
Kok tiba-tiba?
Kak Shaleen
Ya nggak apa-apa
Apa mau diomongin sama Bu Yuni aja?
Biar Bu Yuni yang menentukan
Reina
Ya sudah
Reina berdecak sebal, ia segera mematikan ponselnya dengan sedikit kasar. Elang tersentak kecil, membuatnya segera menegur Reina.
"Kamu kenapa marah-marah deh?"
Reina tidak menjawabnya, wajahnya masih terlampau kesal. Elang memberikan kode kepada Wira agar Wira yang menegur Reina.
"Rei, kamu kenapa?"
Reina mendengus, "Aa mending fokus menyetir saja deh."
Wira segera mengatupkan mulutnya rapat, sedangkan Elang menaikkan alisnya heran. Semarah apapun Reina, biasanya Wira tak pernah terkena 'kemarahan' dari Reina.
Elang menghela napasnya, lalu berbisik dan bertanya lagi pada Reina, "ada masalah apa?"
Jarak umur antara Reina dan Elang tidak terlalu jauh, hanya selisih 1 tahun─hampir 2 tahun sebenarnya. Jadi, Reina memang cenderung lebih santai terhadap Elang.
"Enggak apa-apa, lagi badmood aja."
Elang hanya mengangguk pelan, setelahnya ia kembali sibuk pada ponselnya.
Ponsel Reina kembali bergetar, ia harap hasilnya sesuai harapannya. Namun, Dewi Fortuna nampaknya tak berpihak padanya lagi.
Kak Shaleen
*screenchoot chat Shaleen dengan Bu Yuni*
Maaf Rei, tapi kakak yang menang:)
Reina
Oh, oke.
Reina membanting ponselnya dengan cukup keras, ia kecewa. Ia pikir, ia dapat menghabiskan banyak waktu bersama Julian lagi, nyatanya tidak. Baik, Reina tahu kalau Julian memiliki kekasih, namun tak ada salahnya kan ia bersenang-senang dengan Julian?
Reina ingin segera pulang dan berbaring di kasurnya. Setidaknya, ia ingin menenangkan pikirannya sejenak. Ia melirik ke arah Wira yang tengah menyetir.
"A' Wira tau jalan ke arah rumahku, kan?"
"Tau."
"Terus kok ini tambah jauh?"
"Ada deh."
Reina kembali diam, ia merasa, kedua sepupunya memiliki rencana tersendiri untuknya.
Benar saja, Wira menuju salah satu toko buku yang terkenal di daerahnya. Setelah selesai memarkir mobil, ia menoleh ke arah Elang dan Reina yang duduk di kursi belakang.
"Turun, kalian pilih buku. Terserah mau yang mana aja. Kalau uang yang kalian bawa kurang, kasih tahu Aa. Nanti Aa yang bayar."
Senyum Reina mengembang, sama halnya dengan Elang. Mereka segera keluar dari mobil dan masuk ke dalam toko buku tersebut.
Seperti remaja pada umumnya, Reina menelusuri rak novel. Toko buku merupakan salah satu obat untuk Reina. Dengan segera, ia memilih buku yang hendak dibelinya.
"Beli novel apaan, Rei?"
Reina menoleh ke belakang, lalu ia memperlihatkan sampul novel yang hendak dibelinya kepada Elang.
"Oh, novel ini? Eh, tapi ini bukannya menggunakan Bahasa Inggris?"
Reina mengangguk semangat.
Elang tertawa pelan, "emang kamu mengerti?"
"Enggak sepenuhnya sih, tapi aku udah nonton film-nya. Jadi, walaupun ada kosakata yang enggak aku mengerti, aku tetep bisa paham isinya."
"Kamu enggak beli novel romansa? Biasanya yang seumur kamu belinya novel tentang kisah cinta gitu."
"Lagi enggak ada yang menarik perhatianku."
Elang manggut-manggut, " oh, eh tadi kamu kenapa marah-marah? Abis putus?"
Reina menatap Elang horror, "Aa menghinaku atau bagaimana? Aku saja enggak punya pacar, mau putus sama siapa?"
Elang tergelak, "kirain, memang kenapa? Enggak biasanya kamu marah-marah, apalagi ke A' Wira."
Reina mengendikkan bahunya, "aku sama salah satu temanku berbeda pendapat. Terus ya gitu."
Elang tampaknya tak berniat untuk memaksa Reina bercerita lebih jauh. Ia hanya menganggukkan kepalanya dan membuka ponselnya.
"Kamu masih lama enggak? A' Wira nanyain nih."
Reina menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah kasir. Uang jajannya masih cukup, jadi ia memutuskan untuk tidak meminta tambahan kepada Wira.
Wira menunggu di lantai 1, dekat tempat makan. Ia juga sudah memesan beberapa makanan untuk mereka bertiga. Saat Reina hendak menghampiri Wira, tanpa sengaja ia menubruk seseorang.
"Maaf─eh? Mark?" suara Reina tercekat.