Chereads / Tacenda / Chapter 5 - 4 - Cheer Up!

Chapter 5 - 4 - Cheer Up!

Reina tercekat, ia menatap Julian tak percaya.

"Sebentar, lo... apa?"

Julian menghela napasnya pelan. Senyum indahnya masih terlukis di wajahnya, "gue jadian sama Kak Clar, Rei."

Reina mencoba menetralkan emosinya.

"Oh well, selamat, Ju."

Julian tersenyum lembut pada Reina, "makasih banyak ya, Rei. Kalau bukan karena lo, gue enggak akan bisa jadian sama Kak Clar."

Kalau bukan karena lo, gue enggak akan bisa jadian sama Kak Clar.

Kalau bukan karena lo.

Reina menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir suara-suara yang menggema di dalam kepalanya. Ia menatap Julian sembari tersenyum tipis, "sama-sama Ju."

Julian menepuk pucuk kepala Reina, "lo juga cepat-cepat cari deh, Rei. Gue yakin orang kaya lo pasti banyak yang suka."

Reina hanya diam, sedangkan Julian melanjutkan kalimatnya.

"Jangan terlalu lama bergantung sama orang yang nggak jelas hatinya buat siapa ya Rei. You deserve better."

Ucapan Julian membuatnya ingin menangis, ia mati-matian menahan perasaan yang timbul di hatinya.

Reina menatap mata Julian, " lo juga. Semoga awet ya sama Kak Clara."

Julian terkekeh kecil, "iya, gue usahain."

Setelahnya, mereka berdua sama-sama memesan ojek online untuk kembali ke rumah. Tepat saat ojek Reina datang, gerimis mulai menyapa wajahnya. Tak berselang lama, gerimis berubah menjadi hujan.

"Dek, mau menepi dulu atau lanjut aja? Soalnya bentar lagi hujannya makin lebat, bisa sakit."

Reina diam, ia masih memikirkan perkataan Julian.

"Dek?"

Reina terkesiap, "eh? Maaf pak. Lanjut aja, enggak apa-apa."

──────

Reina melamun. Ia memikirkan tentang Julian dan Kak Clara yang katanya sudah─

Ah, Reina malas membahasnya lagi. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya. Netranya tertuju pada keyboard miliknya.

Sepertinya jika ia memainkan keyboard itu, suasana hatinya akan membaik.

Ia mulai menekan tuts keyboard-nya, lantas berdeham untuk menjernihkan suaranya.

Ia memainkan salah satu lagu dari band favoritnya. Isi lagunya tentang lelaki yang dikhianati oleh kekasihnya. Sejujurnya, lagu itu tidak seperti kisah cintanya dengan Julian yang bertepuk sebelah tangan. Tapi, lagu itu cukup menggambarkan perasaannya yang sedang berantakan.

Reina makin menghentakkan jarinya ke arah tuts. Ia merasa entahlah, marah, mungkin? Walau ia tahu ia tak berhak untuk itu.

Reina terus bernyanyi seraya melihat ke arah kasurnya. Lebih tepatnya, kotak besar yang telah dibungkus dengan apik. Hadiah untuk ulang tahun Julian, walau sudah terlewat beberapa bulan.

Pikirannya kembali melayang saat ia diperlakukan dengan sangat baik oleh Julian. Perlakuan Julian terlalu ramah, seperti perlakuan lelaki kepada gadisnya, bukan seperti lelaki pada temannya.

Mungkin ia yang terlalu mudah terbawa perasaan, sehingga ia terkadang berpikir bahwa Julian memiliki rasa lebih padanya.

'Let go, let go'

Reina menghembuskan napasnya kesal. Saat ia hendak menyanyikan bagian chorus dari lagu tersebut, nyanyiannya terputus oleh nada dering dari ponselnya.

"Ck, ganggu banget. Lagi ngegalau juga."

Reina melihat kontak yang tertera di layar ponselnya.

'Delvin'

Reina tidak terlalu terkejut, Delvin memang sering menghubunginya akhir-akhir ini. Mungkin dia sedang tidak memiliki kerjaan. Walau seingat Reina, seharusnya Delvin sedang berada di musim pertandingan.

"Ganggu banget, ada apaan sih?"

"Enggak, gue cuma mau nanya, gimana hubungan lo sama lelaki lo?"

Reina mengerutkan dahinya, "lelaki apaan hei?! Gue belum punya pacar, ya."

"Halah, terus yang beberapa hari lalu apaan? Selingkuhan?"

"SELINGKUHAN APAAN?! NGASAL YA! PACAR AJA ENGGAK ADA, APALAGI SELINGKUHAN!"

"Santai dong, ya terus dia siapa?"

"Dia cuma teman gue," sahut Reina dongkol.

"Teman apa teman? Kok muka lo merah waktu itu?" cibir Delvin.

"Teman gue. Lagipula dia udah punya pacar."

"Eh serius?"

"Hm," Reina berdeham, ia tambah dongkol.

Delvin di ujung sana terdiam. Tak lama, suaranya kembali menyapa telinga Reina.

"Lo... enggak apa-apa?"

"Hah? Ya jelas nggak apa-apa lah. Dia kan cuma teman gue."

"Hm, ya udah. Gue tutup aja ya."

"Iya, lagian lo juga gabut banget tiba-tiba nelponin gue. Kenapa sih?"

"Ya... terserah gue lah. Emang enggak boleh? Oh pastinya boleh ya, kan lo jomblo, enggak ada yang larang."

"Enggak waras," desis Reina.

Delvin terkekeh, "gue tutup ya."

"Iyaaaaa. Buruan, gue sibuk."

"Sibuk galau ya? AHAHAHAH"

Reina naik pitam, "HEH! SEMBA─"

"Aileen," potong Delvin.

Reina terdiam, sudah lama sekali Delvin tak memanggil nama depannya.

"Iya?" ucap Reina ragu.

"Jangan sedih-sedih ya. Lo masih punya gue sebagai teman lo."

Reina menahan nafasnya, lantas menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ia masih mencerna ucapan Delvin barusan.

"Rei? Gue tutup ya, dah."

Pip

Reina menatap ponselnya bingung, "itu tadi beneran Delvin, kan?"

───────

Siang ini udara terasa sangat dingin, mungkin karena sebentar lagi turun hujan. Akhir-akhir ini, cuacanya memang tak bisa diprediksi. Kalau hari ini teramat panas, bisa jadi esoknya terasa sangat dingin karena hujan lebat.

Reina sendiri sejak tadi mendesah pelan, ia lupa membawa jas hujannya. Ia bisa saja kehujanan saat pulang. Tidak, ia tidak khawatir tentang dirinya, ia lebih khawatir tentang buku pelajarannya serta projek yang sedang ia kerjakan. Sepertinya, ia memang sedang sial sekali hari ini, sudah lupa membawa payung, ia juga tadi sempat melihat Julian dan Clara bermesraan di tangga.

Suap-suapan bekal kok di tangga sekolah? Memangnya mereka lupa fungsi kursi dan meja di kantin?

Sejak tadi, Reina tidak terlalu mendengarkan ucapan gurunya. Ia melamun, lebih tepatnya memikirkan bagaimana caranya untuk pulang ditengah hujan lebat seperti ini. Kalau ia tetap bersikeras untuk pulang bersama ojek langganannya, bisa dipastikan projeknya akan rusak. Harusnya projek itu dikumpulkan hari ini, tapi karena guru yang bersangkutan sedang tidak masuk dan projek tersebut tak bisa ditaruh di ruang guru, maka dengan berat hati Reina harus membawanya pulang.

Pada saat istirahat pun, ia hanya membuka tutup beberapa aplikasinya. Terlampau malas untuk keluar kelas. Tapi, untuk kali ini Dewi Fortuna sedang berpihak pada Reina. Ditengah kegelisahannya, muncul sebuah notifikasi yang membuatnya lega seketika.

A' Wira

Rei, kamu pulang jam berapa?

Ayahmu minta tolong Aa buat jemput kamu

Reina

Seriusan, A?

Aku pulang sekitar jam 5

A' Wira

Oke

Reina tersenyum simpul. Sepupunya akan menjemputnya jadi projek-nya tidak akan kehujanan. Lagipula, ia juga sudah merindukan sepupunya yang ini. Walau kota yang ditinggali mereka cukup berdekatan, namun sepupunya itu sudah dewasa. Mereka jarang bertemu.

"Rei, lo senyum-senyum sendiri kenapa dah?" tegur Ilona.

Reina menggeleng cepat, "enggak, sepupu gue cuma mau dateng kok. Gue udah agak lama nggak ketemu dia, jadi ya senang saja."

Ilona hanya beroh panjang sebelum akhirnya ia juga membuka ponselnya. Lantas matanya membulat ketika melihat sesuatu, "astaga."

"Kenapa?"

Ilona mengetukkan jarinya ke arah ponselnya, "mantan gue udah dapat pacar baru, padahal baru beberapa hari yang lalu dia minta balikkan sama gue."

"Oh, biasa tuh kaya gitu. Cuma mau manas-manasin lo doang kayanya," sahut Reina.

Ilona memutar bola matanya, "gitu doang mah enggak mempan. Bodo amat dia mau manas-manasin lah, mau sok-sokan jadi playboy lah, enggak peduli gue. Kurang kerjaan banget si tu bocah. Toh gue juga bisa dapet yang baru," cerocos Ilona.

"Belajar dulu sana, peringkat lo gue ambil baru tau rasa deh."

Ilona merengut, lantas kembali melanjutkan percakapan mereka. Akhirnya, kedua gadis tersebut terlibat dalam suatu kegiatan yang sering disebut gosip.

"Eits gadis-gadis, lagi ngapain, nih? Ikutan dong," sahut Julian.