"Permisi, Gofood." Teriak seseorang dari luar.
"Siapa yang mesen Gofood? Harusnya tuh kalau mau mesan sesuatu ya harus stay nungguin." Celoteh Bunda yang mempercepat langkahnya untuk membuka pagar.
"Loh? Katanya Gofood kok malah mas ganteng yang dateng?"
"Saya Skala Tante temennya Byna. Bukan, maksudnya calon menantu Tante." Ucap Skala.
"Baguslah, ternyata ada juga yang mau sama anak Tante, Tante kira anak Tante udah belok hahaha." Balas Bunda.
"Masuk dulu nak, Tante mau panggil Byna nya dulu." Ucap Bunda.
"Iya, Tante."
"Byna, bangun! Kebo banget sih anak Bunda." Ucap Bunda seraya menggoyang goyang kan tubuh gue.
"Haram hukumnya bagi hamba yang mengganggu hamba lainnya yang sedang tidur." Ucap gue setengah tidur.
"Oh haram? Pergi dari rumah sekarang!" Ucap bunda dengan menekan kan kata 'Pergi dari rumah sekarang'.
Mata gue langsung membelalak tidak seperti orang yang baru saja bangun. "Siap Bunda! Apa ada yang bisa babu mu ini bantu?" Ucap gue seperti seorang pelayan di sebuah kerajaan.
"Teman kamu ada dibawah. Jangan lupa kalau mau turun bajunya diganti, kamu bau asem."
"Hah jangan-jangan Skala?!" Gue berlari memakai hoodie, mencuci muka, memakai ikat rambut, dan berlari ke ruang tamu menemui Skala.
Skala duduk di sofa memakai baju kaos hitam dengan celana jeans.
"Woi Babi, ngapain lo kesini! Gangguin gue tidur aja." Ujar gue sewot.
"Numpang wifi."
"Gak ada! Sana pulang."
"Lu usir gue, kita pacaran." Ucap skala.
Sialan.
"Pacaran? Jijik, sini gue tabok biar sadar diri."
"Jangan, nanti kegantengan gue berkurang." Jawabnya kepedean.
"Halah, mau apa lo kesini?"
"Ngajakin lo jalan."
Gue kaget karena Skala tiba tiba ngajak jalan, lalu memasang muka mencurigakan.
"Kemana?" Tanya gue.
"Ada, tapi gak mungkin banget kita pergi dengan pakaian Lo sekarang itu." Ucap Skala dengan tatapan menghina.
"Bo-bodo! Tungguin! Gue mandi sama ganti baju dulu." Gue berlari naik ke lantai atas menuju kamar.
Skala mengeluarkan HP nya dari saku celana.
"Bisalah, push rank dulu."
.
.
.
"Wuidih, jarang-jarang lo bawa motor kayak gini." Ucap gue terkesima.
"Emang lo mau duduk dimana kalau gue naik sepeda?"
"I-iya sih. Bodo ah, skuy."
Gue menggunakan helm lalu naik ke motornya.
•••••
kami sampai di pinggir kota, dengan pemandangan danau dan pohon yang rindang membuat gue sangat nyaman dan damai disini.
"Kok gue baru tau, ada tempat kayak gini?"
"Ini cuman gue yang tau, dan... sekarang lo juga tau."
"Terus? Kok gue diajakin kesini?"
"karena lo babi, spesial." Ucapnya sambil menatap gue.
Kami saling bertatapan beberapa detik hingga seekor kucing dengan bulu berwarna putih sedikit corak orange datang menghampiri mereka.
"Aaakkh gue takut sama kucing!" Teriak gue ketakutan.
"Gapapa. Ini kucing gue, namanya Lulu." Ucap Skala menenangkan.
"Lo sini-an dikit, Lulu kucing yang baik gak mungkin ngegigit sesama hewan." Jawab Skala sambil memberikan tangannya ke gue. Gue memegang tangan Skala, Lalu mendatangi kucing itu. Gue merasa aman aja kalau ada Skala, pfft entah kenapa kata dramatis ini seperti ada ikatan yang sudah ada sejak dulu? Ew jijik sendiri gue.
"kok namanya Lulu? Mirip... Lulu teman kelas kita? Pfft apa jangan-jangan lo suka sama Lulu?!" Tanya gue sambil tertawa walaupun ada rasa yang aneh ketika dia mengatakan itu.
"Iya." Jawab skala singkat.
"O-oh... Kok gue gak pernah liat lo deket sama dia?" Tanya gue.
"Gue udah ditolak sejak SMP haha." Jawab Skala lesu.
"Justice for you bro. Eum, mau gue comblangin ga?" Ucap gue menawarkan bantuan, gue mengusap usap kepala skala agar sedikit membaik.
"Gak usah, gue udah nyerah." Jawab Skala.
Kami berbincang bincang layaknya teman biasa bersama dengan kucing yang lucu ditengah tengah pohon yang rindang menghilangkan beban dengan berbicara satu sama lain.
Sangat menyenangkan.
"Langkah awal yang bagus Skala." Ucap Skala dengan pelan.
"Lo ngomong apa barusan?"
"Gue gak ngomong apa apa kok."
Di rumah.
-ZELA POV-
"Permisi, Byna." Teriak gue dari luar hingga Bunda Byna membukakan pintu.
"Oh Zela, mari masuk." Ucap Bunda Byna ramah.
"Makasih Tante, Byna nya ada gak Tan?" Tanya gue.
"Oh tadi pergi sama temen cowoknya." Jawab Bunda Byna.
"Gitu ya tante? Kalau begitu saya pamit aja deh hehe."
"Gapapa disini aja, siapa tau penting kan?" Tawar Bunda Byna.
"Iya, lo disini aja tungguin Byna pulang dari ngedate." Jawab Kak Rean memotong pembicaraan gue dengan Bunda nya.
"Aaaaaaa kak rean! Sejak kapan dia disini?! Argh gue gak make up sedikit pun! Gimana dong? Penampilan gue bagus gak ya?" Tanya gue pada diri sendiri dalam hati.
"Ngapain bengong gitu, sini duduk dekat gue." Ucap Kak Rean menawarkan.
"I-iya kak."
Bunda Byna meninggalkan kami berdua menuju kamarnya untuk beristirahat. Beberapa saat keaadan menjadi canggung gue pun berinisiatif untuk memulai pembicaraan.
"Lagi ngapain Kak?" Tanya gue basa-basi.
"Lo gak liat gue lagi ngegambar?" Jawabnya ketus.
Seketika keaadan menjadi canggung gua pun memulai kembali percakapan.
"Gambar apa kak?" Tanya gue lagi.
"Lo sinian dikit biar lobisa liat gambar gue, gausah banyak nanya mulu gue gak bisa fokus."
"MAMPUS GUE DUDUK DEKAT KAK REAN DONG. AH JANGAN SALTING ZELA, JANGAN SALTING." Teriak gue dalam hati.
"Cewek? Siapa itu? Gambarnya bagus." Tanya gue heran.
"Hiks, baru juga happy, malah disuguhkan dengan pemandangan Kak Rean lagi ngegambar cewek yang bahkan gue gatau dia siapa. Mana cantik lagi... Mundur Zel mundur...." Ucap gue dalam hati.
"Lo." Jawab Kak Rean singkat sambil menatap gue dan tersenyum.
"Aku? Gambarnya kebagusan itu Kak." jawab gue merendah diri. (Pencitraan.)
"Lu cantik menurut gue." Jawabnya dengan wajah tanpa dosa sudah membuat gue hampir pingsan.
"Fix Byna Lo jadi adek ipar gue." Ucap gue meyakinkan diri dalam hati.
-BYNA POV-
"Makasih ya ajakannya." Ucap gue.
"Sama sama," jawab Skala sambil tersenyum.
"Oh iya, lo jadi kan bentar malam?"
"Iya jadi." jawabnya.
"Yaudah lo pulang gih."
"Nggak, lo duluan yang masuk." Jawabnya
"INI BUKAN SINETRON, PULANG GAK LO? KALO LO GAK MAU GU-" ucapan gue terpotong.
"Ssst iya iya gua pulang, jangan suka mukul, nanti gue makin suka." Jawab Skala memotong pembicaraan.
"Yaudah gue pukul terus biar lo jadi bucin sama gue terus gue bisa manfaatin lo."
"Idih jahat amat, Iyaa bye." Jawab Skala mengedipkan sebelah matanya lalu ngegas motornya dan pergi.
"SAMLEKOM YA AHLIL KUBUR!" Teriak gue.
"LOH LOH LOH, PEMANDANGAN APA INI?!" ucap gue, ketika melihat Zela dan Kak Rean duduk berduaan.
"Lo nya yang apa! Pergi ngedate bareng cowok!" Jawab Kak Rean.
"Idih bodo amat bukan urusan lo, jangan nuduh sembarangan."
"Zelaaa, lo ngapain kesini?" Tanya gue.
"Tadi nya gue mau ngajak lo nonton series Thailand yang lo suka tapi lo gak ada. Sudahlah gue pulang dulu, udah mau malem." Ucap Zela.
"Aku pamit pulang ya kak" Ucap Zela ke Kak Rean
"Hm."
Di rumah :
"Lama banget! Katanya habis maghrib, ini udah selesai isya belum juga dateng!" Gue mulai emosi karena hampir setengah jam Skala belum menampakkan batang hidungnya.
"Byna, Assalamualaikumm- permisi." Teriak Skala dari luar pagar.
"Buka aja, pagarnya gak dikunci." Jawab gue yang masih kesal dengan Skala.
Skala masuk dengan membawa sekantong martabak di tangannya, ia berjalan mendekati gue yang duduk di kursi teras depan rumah.
"Nih, martabak buat calon mertua gue." Jawab Skala seakan akan orang tua gue adalah calon mertuanya.
"Apa nih? Ih martabak, buat gue aja ya? Ya? Ya? Bokap nyokap gue nanti aja hehe." Gue sontak kaget melihat makanan yang aku sukai ada di depan gue. Terlebih lagi gue kelaparan belum makan malam karena menunggu Skala.
"Gak! Itu buat calon mertua gue! Nanti dia gak ngerestuin kita gimana? Kalo gak ngerestuin, kita gak pacaran! Kalo kita gak pacaran? Gue sedih! Kalo gue sedih? Lo ikut sedih! Kan ribet!" Jawab Skala panjang lebar.
"Nyenyenye, Lo tuh ya kalau udah bacot ngalahin cewek tau gak? TUNGGUIN DISINI! JANGAN MASUK, ADA BOKAP GUE." Gue pun terpaksa masuk dan memberikan martabak itu ke hadepan Kak Rean, Bunda, dan Ayahnya.
"Oh dari pacar.... Siapa pacar lo itu? Hebat juga nyalinya." Ucap Kak Rean berusaha memanas manasi orang tua kami.
"Bukan kok Yah, Bun. Ini ada martabak dari temen Byna." Jawab gue lalu menyodorkan martabak itu ke Bunda.
"Kok gak di ajak masuk?" Tanya Ayah.
"Em anu Yah, Katanya didalam panas haha. By-Byna pergi dulu ya, kasian temen Byna nunggunya lama." Ucap gue berlari menjauh.
"Eh, kok ada martabak lagi?" Tanya gue heran melihat diatas meja depan teras rumah ada martabak lagi karena yang dibawa skala tadi cuman satu martabak.
"Gak mungkin kan gue bawain calon mertua gue sedangkan untuk pacar gue nggak." Jawab Skala dengan senyum manis yang mengambang. Hal itu lagi-lagi membuat gue tersipu malu, pipi gue mulai merah merona seperti kepiting rebus.
"L-lo mau ngerjain tugas yg mana?" Tanya gue sedikit gugup.
"Tentang gue." jawab Skala
"Hah? maksud lo?" Suasana menjadi hening, gue sedang berpikir apa maksud dari Skala itu.
"APASIH? OTAK GUE GAK NYAMPE SITU." Jawab gue kesal.
"Skala Bumi, pe'a." Ucap Skala menjelaskan dengan singkat.
"Oh, hahaha ngomong bangke, kalau yang lo maksud itu Skala Bumi, ya mana gue ngerti kalau lo kode-kodean gak jelas doang." Jawab gue yang kali ini tertawa terbahak bahak hingga mengeluarkan air mata.
"Ya udah, tanya aja biar si cantik ini jawab." Ucap gue menyombongkan diri.
"Bagaimana pendapat lo tentang Skala?" Tanya Skala serius.
"Ehm gini biar gue jelasin dari yang paling dasar dulu, menurut yang gue baca luas permukaan bumi sekitar 510,1 juta km² sedangkan-" Belum melanjutkan penjelasannya bibir gue di tahan menggunakan jari tengah Skala.
"Ssst Bukan Skala Bumi yang itu, tapi yang ada di depan lo sekarang." Gue kehabisan kata kata setelah mendengar hal yang Skala katakan barusan dan tatapan mata menuntut jawaban Skala membuat gue terpaku dan lupa akan apa yang harus gue lakukan.
"Gu-gue laper haha, gue makan martabak dulu ya ntar keburu dingin." Ucap gue salah tingkah dan dijawab oleh Skala dengan anggukan yang berarti iya. Keadaan menjadi hening, tak ada suara dari kami, hanya angin malam.
"Byn, lo suka ama seseorang?" Tanya Skala membuka pembicaraan.
Mendengar hal itu gue seketika tersedak. Spontan Skala langsung memberikan air gelas mineral yang ada didepannya.
"Lo gapapa?" Tanya Skala khawatir.
"Iya gapapa."
"Gimana pertanyaan gue tadi?"
"Gue bingung Kal, sama perasaan gue sendiri. Entah kenapa perasan gue kalau didekat lo-"
"Didekat gue kenapa Byn?" Tanya Skala heran karena ucapan gue terpotong, bingung akan hal tersebut Skala memberikan aba aba seolah olah bertanya 'Lo kenapa?', gue hanya menjawab dengan kodean mata kepada Skala, bahwa ada sesuatu dibelakangnya. Seketika Skala berbalik dan mendapati Ayah gue sedang memperhatikan kami berdua.
"Eh ada Om. Maaf Om, saya gak tau kalau ada Om disitu."
"Ini teman kamu Byna?" Tanya Ayah seolah olah tidak menghiraukan perkataan Skala tadi.
"Iya Yah, kenalin namanya Skala."
Skala berdiri lalu menyodorkan tangannya kepada Ayah untuk bersalaman.
"Oh temen, temen doang kan?"
Ucap Ayah menegaskan kalimat 'temen doang kan?'
"Iya Yah, hehe." Jawab gue.
Keadaan seketika menjadi canggung. Skala pun berinisiatif untuk segera pulang. "Maaf Om kalau mengganggu malamnya Om, saya pamit. Martabaknya dihabisin ya Om."
"Byna masuk ke dalam, Ayah mau bicara sama teman kamu dulu." Perintah Ayah.
"I-iya Yah." Karena takut dengan Ayahnya dia memutuskan untuk masuk kedalam rumah sebelum terjadi hal yang tidak menyenangkan.
"Skala."
"Iya Om?"
"Lain kali kalau kesini bawa nasi goreng ya buat sarapan, tapi kamu datangnya malam aja pas saya sudah pulang."
"Ma-maksudnya apa ya om?"
"Hahahaha humor anak muda sekarang jelek yah."
"Dasar jokes bapak bapak whatsapp." Ucap Skala dalam hati.
•••••
Gue berjalan kekamar sambil berpikir. ''Sumpah, Skala ngebuang waktu gue banget.''