Waktu terus berlalu saja dengan sendirinya. Waktu terus berlalu dan semakin lama, Peyvitta merasa kalau dirinya semakin bingung. Semakin hari semakin berganti dan Peyvitta malah semakin pusing, sementara Devian terlihat seperti orang yang santai.
Devian memang terlihat seperti orang yang santai, tapi Peyvitta bisa melihat kalau Devian tidak sesantai itu. Peyvitta beberapa kali memergoki Devian yang sedang marah-marah karena emosi, tapi di depan Peyvitta Devian mencoba untuk menutupi itu.
Devian terlihat seperti orang yang begitu santai dalam menghadapi itu di depan Peyvitta, karena Devian tidak mau membuat pacarnya merasa bingung atau menjadi kepikiran akan masalah yang sedang dia miliki.
Devian merasa kalau hal ini sepenuhnya adalah masalahnya, Peyvitta tidak perlu terlibat atau ikut pusing sama masalah ini. Di sini Peyvitta bukan ikut campur atau apa pun itu. Peyvitta hanya merasa bingung apa yang harus dia lakukan.
Peyvitta tahu kalau Devian begitu sulit untuk menentukan pilihannya dan Peyvitta ingin bisa membantu Devian dalam memilih apa yang harus dia pilih.
Hal itulah yang membuat Peyitta bingung, karena salah satu dari pilihan itu mempunyai efeknya masing-masing. 1 minggu lagi kelas 12 akan melakukan kelulusan.
Semakin lama Peyvitta semakin merasa begitu frustrasi akan hal ini. Sekarang Peyvitta sedang benar-benar pusing. Peyvitta sekarang tengah berada di sudut kamar sambil merenung memikirkan hal itu.
"Argh!" teriak Peyvitta dengan nada yang begitu tinggi dan juga begitu kesal.
Peyvitta mengacak-ngacak rambutnya, karena dia sudah benar-benar kesal sama isi pemikirannya yang semakin lama semakin tidak beraturan.
Peyvitta akhirnya bangkit dari posisi duduknya dan kemudian berjalan ke suatu tempat. Peyvitta berjalan menuju ke salah satu lemari untuk mencari sesuatu yang semula terlintas di pikirannya.
Pyar
Peyvitta baru saja melempar gelas yang semula ada di atas lemari itu. Gelas itu sekarang sudah pecah berantakan. Peyvitta memperhatikan pecahan gelas yang sekarang sudah ada di mana-mana.
Gelas itu benar-benar pecah berantakan. Gelas yang sekarang sudah berserakan di atas lantai ini begitu menggambarkan isi kepala Peyvitta yang di dalamnya terdapat berbagai hal yang tengah dia pikirkan.
Apa gue harus kembali mengulang masa lalu gue?
Peyvitta bertanya-tanya dalam hatinya saat sedang memperhatikan pecahan gelas yang sekarang berada di lantai kamarnya. Peyvitta berpikir beberapa saat.
Peyvitta berpikir sambil terus memperhatikan pecahan gelas itu. Peyvitta menarik napasnya berat. Peyvitta berjongkok dan kemudian membuka laci. Peyvitta akhirnya tidak memungut pecahan gelas itu.
Peyvitta memperhatikan beberapa barang yang ada di sana. Peyvitta tertuju pada sebuah benda kecil yang sekarang tengah terbungkus oleh sebuah kertas.
Peyvitta mengambil benda itu. Peyvitta kemudian membuka bungkus benda itu. Benda itu terlihat begitu berkilau. Peyvitta menatap benda itu dengan begitu serius.
Apa mungkin dirinya harus kembali menggunakan benda kecil itu?
Sebenarnya Peyvitta merasa tidak yakin akan hal ini, tapi dirinya benar-benar bingung bagaimana agar apa yang tengah berputar di otaknya berhenti berputar dalam beberapa saat.
Peyvitta memperhatikan benda itu dan kemudian beralih memperhatikan tangannya yang sekarang sudah kembali mulus. Peyvitta menelan salivanya kasar.
Terasa begitu berat bagi Peyvitta untuk kembali melakukan apa yang sudah lama tidak dia lakukan. Peyvitta sekarang tengah memperhatikan silet dan juga tangannya dengan penuh dengan keseriusan.
"Arghh!" Peyvitta lagi-lagi kembali berteriak dengan penuh kekesalan.
"Siapa sih yang menggangu gue?" tanya Peyvitta. Peyvitta yag semula tengah berkonsentrasi menjadi terganggu, karena mendengar handphone-nya yang berbunyi.
"Hallo!" bentak Peyvitta saat dirinya menerima telepon itu.
"Lo lagi apa?" tanya orang itu.
Orang itu mendadak menjadi curiga saat mendengar Peyvitta yang baru saja membentak dirinya, padahal Peyvitta baru menerima telepon itu.
Peyvitta langsung terdiam saat mendengar kalau orang itu menanyakan apa yang sedang dia lakukan sekarang. Sangat tidak mungkin jika dirinya mengatakan apa yang tengah dia lakukan pada orang yang baru saja bertanya.
Tidak mendengar Peyvitta berbicara, akhirnya orang itu memilih untuk mengganti panggilan suara itu menjadi panggilan video. Peyvitta merasa ragu untuk menerima persetujuan mengubah panggilan ini menjadi panggilan video.
Kenapa ragu?
Karena kalau orang itu melihat muka Peyvitta akan besar kemungkinan orang itu tahu apa yang sedang Peyvitta rasakan atau mungkin akan apa yang tengah Peyvitta lakukan.
Rasa ragu yang Peyvitta miliki untuk menyetujui mengubah panggilan ini terkalahkan oleh rasa takut yang dia miliki. Peyvitta akhirnya memilih untuk menerima permintaan itu, karena Peyvitta tahu bagaimana karakter orang itu.
Kalau tidak dia setujui tidak menutup kemungkinan kalau orang itu memutus sambungan telepon ini dan malah menghubunginya langsung dengan panggilan video.
Peyvitta takut kalau dengan dirinya tidak menerima permintaan untuk mengubah panggilan ini menjadi panggilan video, takutnya orang itu akan marah pada dirinya.
Sampai saat ini kemarahan orang itu masih menjadi salah satu ketakutan yang Peyvitta miliki dan tak mau kalau sampai terjadi.
Peyvitta sering berusaha untuk menghindari kemarahan orang itu dan mencoba berbagai cara agar kemarahan dia tidak muncul, apalagi harus dia terima.
"Lo habis nangis?" tanya orang itu. Orang itu bertanya dengan nada yang cukup datar.
Peyvitta dengan seketika langsung terdiam. Saat orang itu bertanya seperti itu, mata Peyvitta kembali berkaca-kaca. Air matanya seolah ingin kembali turun.
Entah kenapa hati Peyvitta malah ingin menunjukkan kalau Peyvitta itu sedang tidak baik-baik saja pada orang itu, padahal kalau dalam pikirannya, Peyvitta tidak mau kalau orang itu mengetahui apa yang tengah dia rasakan.
"Jawab," ucap orang itu. Setelah orang itu berucap, air mata Peyvitta akhirnya kembali menetes.
Orang itu padahal tidak membentak Peyvitta, tapi dengan sendirinya air mata Peyvitta jatuh dan membuat orang itu tahu kalau Peyvitta memang sudah menangis, bahkan sekarang sedang menangis.
"Jangan bilang kalau lo mau menyakiti diri lo lagi?" tanya orang itu. Orang itu merasa curiga akan hal ini, karena orang itu mengira kalau masalah itu pasti terasa begitu berat untuk Peyvitta.
Orang itu bersama dengan Peyvitta bukan baru satu bulan. Jadi, bukan hal yang aneh jika orang itu bisa tahu kalau Peyvitta akan kembali melukai dirinya lagi. Peyvitta tidak menjawab pertanyaan yang sudah orang itu ucapkan.
Peyvitta bingung mau menjawab apa. Peyvitta tidak mau berbohong, tapi Peyvitta juga tidak mau mengatakan kepada orang itu kalau semula dirinya berniat untuk melukai dirinya lagi.
"Gue gak mau lo kembali melukai diri lo lagi. Cukup, lo gak perlu kembali ke lo yang dulu." Orang itu mengungkapkan hal apa yang tidak ingin terjadi.
Peyvitta semakin terdiam mendengar apa yang sudah orang itu ucapkan. Sebenarnya Peyvitta juga tidak mau harus kembali ke dirinya yang dulu. Kembali ke dia yang sudah menyakiti hatinya.
"Masalah itu diselesaikan, bukan dilampiaskan."
Kalimat itu terasa begitu bersarang di pikiran Peyvitta. Peyvitta semakin terdiam memikirkan kalimat yang sudah orang itu ucapkan.
"Jangan bilang kalau lo sudah melukai diri lo?" tanya orang itu.