Sebuah mobil berwarna putih terhenti di area gedung Apartemen Peyvitta. Reynard langsung melangkahkan kakinya keluar dari mobil dan buru-buru ke tempat yang teduh.
Reynard terus melangkahkan kakinya menuju ke Apartemen Peyvitta. Reynard berjalan dengan cukup terburu-buru. Reynard merasa beruntung sebab tadi dirinya memilih untuk menggunakan mobil.
Ting tong ting tong
Suara bel Apartemennya yang baru saja berbunyi itu terdengar dengan begitu jelas di telinga Peyvitta, tapi Peyvitta sampai saat ini Peyvitta masih bersikap seperti orang yang mungkin kehilangan kesadarannya.
Peyvitta masih memilih untuk terdiam sambil terduduk dengan posisi yang memeluk lututnya sendiri di pojok kamarnya.
Peyvitta masih berada dalam batas sadar, janya saja pemikirannya sedang melayang dengan begitu jauh, makanya Peyvitta seolah mengabaikan suara bel itu.
Ting tong ting tong
Bel Apartemennya kembali berbunyi. Peyvitta mendengar hal itu, tapi Peyvitta sampai saat ini tidak bangkit dari posisinya.
Seseorang tengah berdiri di depan pintu apartemen Peyvitta dengan sebuah perasaan yang tegang.
Orang itu takut kalau Peyvitta sudah melukai dirinya.
Orang itu tidak menekan bel apartemen Peyvitta lagi. Orang itu memilih untuk menghubungi Peyvitta. Sebuah telepon masuk. Peyvitta langsung mengangkat panggilan itu.
"Gue udah di depan," ucap Reynard dari balik sambungan telepon.
Reynard sekarang memang sudah berada di depan Apartemen Peyvitta, karena orang yang semula membunyikan bel Apartemen Peyvitta adalah Reynard.
"Gue ada di kamar," jawab Peyvitta.
Peyvitta menjawab dengan nada yang terdengar begitu datar, bahkan tatapan Peyvitta juga sekarang tengah menatap ke arah depan dengan tatapan yang terlihat kosong.
"Gue masuk?" tanya Reynard.
Reynard tahu kalau Peyvitta akan mengizinkan dirinya untuk masuk, tapi dia masih tetap memilih untuk meminta izin terlebih dahulu.
"Ya, silakan masuk. Gue ada di kamar," jawab Peyvitta yang mempersilakan Reynard masuk.
Peyvitta benar-benar berbicara dengan nada yang begitu datar. Kalimat yang sudah Peyvitta ucapkan terdengar tidak memiliki intonasi.
Setelah mendengar jawaban Peyvitta, Reynard langsung mematikan sambungan telepon itu dan langsung memasukan pin Apartemen Peyvitta yang masih dirinya ingat sampai sekarang.
Reynard membuka pintu Apartemen Peyvitta dan kemudian melangkahkan kakinya masuk. Reynard terus melangkahkan kakinya menuju ke arah kamar Peyvitta.
Tok tok tok
"Pey?" panggil Reynard.
Beberapa saat berlalu, tapi tidak ada jawaban yang Reynard dengar, karena Peyvitta memang tidak menjawab.
"Gue masuk sekarang, ya?" tanya Reynard.
Reynard berbicara seperti itu, karena semula dirinya berniat untuk meminta izin terlebih dahulu kepada sang pemilik kamar. Setelah beberapa saat dirinya menunggu jawaban, tapi sampai saat ini dirinya tidak mendengar apa-apa.
"Gue masuk," ucap Reynard.
Reynard kemudian membuka pintu kamar Peyvitta. Reynard melangkahkan kakinya masuk ke kamar Peyitta. Suasana di kamar ini begitu gelap.
Reynard masih bisa melihat Peyvitta dari remang-remang dan juga dari sedikit cahaya ruang tengah Peyvitta. Reynard berjalan ke arah di mana Peyvitta berada. Peyvitta sekarang tengah berada di pojok kamarnya.
"Pey?" Reynard berucap dengan nada yang terdengar begitu lembut. Reynard tidak mempunyai alasan untuk membentak Peyvitta.
Reynard juga bukan orang yang bodoh. Dengan dirinya membentak Peyvitta di waktu sekarang, maka dirinya akan memperburuk kondisi Peyvitta.
Peyvitta menaikkan pandangannya. Peyvitta menatap Reynard dengan tatapan yang terlihat seperti tatapan orang bingung. Reynard merasa sedikit kasihan melihat Peyvitta yang sekarang tengah seperti ini.
Reynard melanjutkan langkah kakinya. Reynard berdiri tepat di depan Peyvitta. Reynard kemudian berjongkok dan menatap Peyvitta. Reynard mengukirkan sebuah senyumannya.
Peyvitta memperhatikan orang yang tengah berada di depannya dengan begitu serius. Peyvitta memperhatikan senyuman Reynard.
Peyvitta dengan seketika langsung memeluk Reynard. Peyvitta memeluk Reynard dengan pelukan yang erat. Reynard bisa merasakan kalau jantung Peyvitta berdetak dengan begitu kencang sekarang.
Reynard membalas pelukan Peyvitta. Reynard mengusap-usap punggung Peyvitta dengan begitu perlahan. Reynard mencoba untuk menenangkan Peyvitta.
Peyvitta seperti ini, karena dirinya terus berdebat dengan mentalnya. Di mana semula dirinya mencoba terus menahan dirinya agar tidak melukai dirinya.
Terasa begitu berat saat hati dan juga pikiran berdebat, apalagi saat keinginan untuk melukai dirinya dia tahan.
Peyvitta benar-benar merasa tersiksa, bahkan sebelumnya Peyvitta merasa jauh lebih sakit untuk menahan hal ini, dibandingkan dengan merasakan luka sayatan yang dia buat.
Flashback
"Arghhh! Kenapa gue kesulitan untuk mengendalikan rasa ingin melukai diri gue?" tanya Peyvitta sendiri.
"Gue gak mau dia marah, gue juga gak mau kalau sampai Kak Dev tahu bahwa gue sampai kayak gini."
"Arghh!"
Prankk prayy
Peyvitta melempar vas bunga yang ada di atas meja itu dengan begitu kencang, sehingga menimbulkan suara yang begitu nyaring.
Peyvitta melirik ke arah pecahan gelas dan juga pecahan vas bunga itu. Peyvitta merasa kalau ada sebuah hasrat dalam dirinya yang meminta dirinya untuk mendekat ke arahnya.
Peyvitta malah diam seperti patung. Peyvitta mencoba menahan dirinya agar tidak mengambil pecahan itu, baik pecahan gelas maupun pecahan vas.
"Argh!"
Peyvitta tidak bisa menahan dirinya, akhirnya Peyvitta berjongkok. Peyvitta menahan serpihan gelas yang berada tak jauh dari posisinya berjongkok.
Peyvitta memperhatikan pecahan gelas ini dengan pemikiran yang terus berdebat antara memilih untuk mengambil atau kembali berdiri.
Peyvitta menyeringai dan kemudian mengambil satu serpihan gelas yang berada di dekat kakinya dengan menggunakan tangan kanannya.
Peyvitta mengangkat serpihan gelas itu. Peyvitta memperhatikan serpihan gelas yang sudah berada di tangannya dengan begitu serius.
Berbagai pemikiran terus bermunculan di pikiran Peyvitta. Mereka tengah berdebat sekarang dan hal itu semakin membuat Peyvitta merasa begitu tersiksa.
Peyvitta mendekatkan pecahan gelas itu pada tangan kirinya. Pecahan gelas yang dia ambil lumayan masih lebar. Peyvitta menarik napasnya dalam-dalam.
Peyvitta tengah mencoba mengusir pikiran positif yang terus menghalangi dirinya untuk melakukan hal ini. "Sh argh!" teriak Peyvitta dengan begitu kencang.
Peyvitta berteriak sambil melemparkan pecahan gelas yang semula sudah dia pegang dan hampir ia sayatkan pada tangan kirinya.
Pecahan gelas itu kembali hancur dan menjadi bagian yang jauh lebih kecil lagi. Peyvitta akhirnya memilih untuk berdiri.
Semula pikiran positifnya yang menang, sehingga dirinya memilih untuk melemparkan pecahan kaca itu dibandingkan dengan menggoreskannya.
Peyvitta sekarang masih berdiri dengan tatapan yang kosong. Sekarang dirinya tengah mendengarkan pikirannya. Peyvitta benar-benar tersiksa dalam kondisi yang seperti ini.
Peyvitta berlari menuju ke sudut kamar ini sambil membawa sebuah handphone di tangannya. Peyvitta langsung berjongkok dan kemudian memeluk kedua lututnya dengan begitu erat.
Peyvitta melakukan hal ini dengan tujuan untuk mencoba menenangkan pikirannya, entah mencoba untuk membuat tangannya tidak ingin untuk mengambil serpihan itu kembali.
Sebelum sampai ke pojok kamarnya, Peyvitta sempat mematikan lampu kamarnya. Peyvitta memilih untuk menyendiri di dalam kegelapan.
Peyvitta akhirnya memilih untuk menenggelamkan kepalanya ke dalam dekapannya sendiri. Peyvitta akhirnya sudah tidak kuat untuk menahan dirinya hingga akhirnya dirinya menangis sendiri di dalam dekapannya.