Chereads / LOSING YOU / Chapter 22 - LOSING YOU - Pelukan Hangat

Chapter 22 - LOSING YOU - Pelukan Hangat

Setelah membayar semuanya, Peyvitta dan juga Devian bangkit dari tempat duduk mereka dan melangkahkan kaki mereka keluar dari tempat ini.

Mereka sekarang melangkahkan kaki mereka menuju ke tempat di mana motor Devian berada. Mereka langsung pergi meninggalkan tempat ini dan sekarang tujuannya adalah menuju ke apartemen Peyvitta.

Apa yang semula terpikir di pikiran Reynard memang benar. Devian dan juga Peyvitta sama sekali tidak terlihat seperti orang yang tengah mempunyai masalah.

Mereka sama-sama tidak menunjukkan banyaknya beban pikiran yang sebelumnya tengah memenuhi isi pikiran mereka.

Mereka berdua seperti mempunyai pemikiran kalau masalah yang mereka miliki tidak perlu terus dibahas apalagi ketika tengah bersama, karena saat bersama mereka hanya ingin melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa membuat suasana hati mereka berdua senang.

"Yey hujan," teriak Peyvitta.

Peyvitta dengan seketika berteriak saat butiran air berjatuhan dari langit. Devian melirik ke arah spion memperhatikan wajah pacarnya.

Devian tidak menghentikan motornya untuk berteduh terlebih dahulu. Devian lebih memilih terus melajukan motornya, karena melihat Peyvitta yang terlihat begitu bahagia berada di bawah rintikan air hujan.

"Dingin gak?" tanya Peyvitta.

"Gak terlalu," jawab Devian.

"Yah ...."

"Kenapa?"

"Kalau dingin tadinya mau aku peluk, tapi ternyata Kak Dev gak ngerasa dingin."

"Kalau mau peluk ya tinggal peluk."

Dengan santai Devian mengucapkan hal itu. Peyvitta akhirnya memeluk Devian dengan pelukan yang penuh dengan rasa kasih sayang. Peyvitta merasa begitu bahagia sekarang.

Saat dirinya tengah merasakan yang namanya pusing, karena masalah itu belum menemukan keputusan terakhirnya, tapi dirinya dihadapkan pada takdir yang begitu indah.

Saat sedang memeluk Devian, ada sebuah ketenangan dan juga harapan yang tercipta.

Peyvitta berharap kalau masalah yang tengah mereka hadapi bisa pergi, karena mengalir dengan air hujan, dan hubungan antara keduanya bisa kembali seperti dulu yang selalu dipenuhi oleh kasih sayang.

Kalau nanti gue pergi meninggalkan lo, pelukan hangat dari lo bakalan menjadi salah satu hal yang gue rindukan.

Perjalanan terus berlalu, sekarang mereka sudah sampai di area apartemen Peyvitta. Peyvitta dengan santai turun dari motor Devian. Mereka berdua sekarang sudah sama-sama basah kuyup.

"Mampir dulu yuk. Ganti baju dulu," ajak Peyvitta.

"Gak perlu gue lang—

"Aku tidak menerima penolakan dalam bentuk apa pun!" Peyvitta tahu pasti Devian akan menolak ajakannya, makanya dia langsung memotong kalimat yang tengah Devian ucapkan.

"Hmm."

Devian akhirnya pasrah. Devian membuka helm-nya dan kemudian turun dari motornya. Devian dan juga Peyvitta melangkahkan kaki mereka bersama.

Peyvitta membuka kunci pintu apartemennya terlebih dahulu. Devian dengan santai berdiri tepat di belakang Peyvitta. "Yuk masuk," ajak Peyvitta.

Saat berbalik badan, Peyvitta dengan seketika langsung terdiam. Peyvitta memperhatikan orang yang berstatus sebagai pacarnya degan tatapan yang begitu intens.

"Kenapa?" tanya Devian. Devian bertanda tanya kenapa Peyvitta memperhatikan dirinya dengan tatapan yang seperti itu.

"Aku gemes sama rambutnya." Peyvitta langsung mengacak-ngacak rambut Devian yang agak sedikit basah.

Alasan kenapa rambut Devian basah adalah karena tadi Devian menghentikan motornya tidak di tempat yang tertutup. Devian semula berniat untuk langsung pergi. Jadi, pada saat membuka helm-nya maka rambutnya terkena oleh air hujan.

"Gemes sama rambutnya atau sama orangnya?"

Devian tersenyum kecil di ujung kalimatnya. Peyvitta memperhatikan Devian yang sekarang benar-benar terlihat begitu menggemaskan.

"Lebih gemes aku."

Peyvitta tersenyum polos di ujung kalimatnya. Devian juga merasa kalau Peyvitta sekarang memang menggemaskan, apalagi saat memasang ekspresi yang seperti ini.

"Iya."

"Au sakit tahu!" rengek Peyvitta.

Peyvitta merengek saat Devian baru saja mencubit pipi Peyvitta. Devian mencubit pipi Peyvitta dengan begitu pelan. Devian hanya meluapkan kegemasan yang dia rasakan.

"Pipi lo merah."

Saat Devian mengatakan hal itu, Peyvitta semakin blushing dan pipi Peyvitta semakin memerah. Peyvitta menangkup kedua pipinya.

"Ini karena dicubit sama Kak Dev. Jadi, pipi aku merah."

"Masa?"

"Ya iyalah."

"Oh."

"Udah ah ayo masuk!" ajak Peyvitta.

Peyvitta mengajak dengan nada yang terdengar penuh dengan pemaksaan. Peyvitta tidak mau kalau dirinya semakin lama semakin digoda oleh Devian.

Devian akhirnya menganggukkan kepalanya. Devian melangkahkan kakinya masuk ke apartemen Peyvitta mengikuti Peyvitta.

"Ganti baju sana, nanti keburu masuk angin."

Peyvitta mengatakan hal itu, karena Peyvitta tidak mau kalau nanti Devian sampai sakit, karena sudah hujan-hujanan bersama dengan dirinya.

"Lo juga sama," ucap Devian.

"Iya Kak, nanti aku ambil handuk dulu," ucap Peyvitta. Peyvitta kemudian melangkahkan kakinya menuju ke arah kamar, tapi bukan kamar miliknya.

"Oh iya, Kak Dev ganti baju di kamar mandi ini saja. Biar nanti sekalian pilih baju yang ingin Kak Dev pakai."

Peyvitta tidak jadi masuk ke dalam kamar itu untuk mengambil handuk. Peyvitta lebih mempersilahkan Devian untuk masuk ke kamar ini dan mengganti pakaian atau mandinya di kamar mandi yang ada di ruangan ini.

"Ok."

"Ya udah aku mau ke kamar aku, aku mau ganti baju."

"Ya."

Peyvitta dan juga Devian melangkahkan kakinya menuju ke kamar yang berbeda. Peyvitta dengan santai langsung menuju ke arah kamar mandi dan membilas tubuhnya yang sudah terasa lengket akibat air hujan tadi.

Peyvitta mengganti pakaiannya dengan begitu cepat. Setelah itu Peyvitta langsung melangkahkan kakinya keluar dari kamarnya.

"Kak Dev mau makan gak?" tanya Peyvitta setalah dirinya selesai mengganti pakaiannya.

"Kita baru makan."

"Oh iya, kalau gitu mau susu, kopi, atau teh?" tanya Peyvitta.

"Gak perlu."

"Gak mau, aku maksa."

"Terserah."

"Oke susu saja ya?" tanya Peyvitta.

Meski semula Devian mengatakan terserah, tapi Peyvitta tetap meminta persetujuan Devian terlebih dahulu sebelum dirinya memutuskan untuk membuat satu gelas susu.

"Ya."

Peyvitta dengan santai melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur dan berniat untuk membuatkan dua gelas susu. Satu gelas untuk Devian dan satu gelas lagi untuk dirinya.

Setelah selesai, Peyvitta melangkahkan kakinya dengan nampan di tangannya yang berisikan dua gelas susu hangat menuju ke tempat di mana Devian tengah berada sekarang.

"Sekarang Kak Dev minum dulu, nanti pulangnya kalau udah benar-benar reda."

"Terserah, gue nurut."

Peyvitta tersenyum kecil mendengar jawaban yang sudah Devian ucapkan. Devian tahu kalau Peyvitta tidak bisa dibantah, makanya Devian lebih memilih untuk menuruti apa yang sudah Peyvitta ucapkan.

"Silakan diminum, gak panas kok."

"Makasih, sekarang gue minum ya?"

"Iya."

"Manis gak?" tanya Peyvitta setelah Devian meminum susu tersebut.

"Lebih manis yang buat."

Devian tersenyum sambil memperhatikan wajah Peyvitta. Peyvitta dengan seketika tersenyum lebar saat Devian mengatakan hal ini.

"Tanggung jawab kalau aku terbang!" seru Peyvitta.

Devian menganggukkan kepalanya santai. "Iya gue tanggung jawab." Lagi-lagi sebuah senyuman di bibir Peyvitta kembali terukir dengan begitu jelas.

Semakin lama masalah itu ada dalam hubungan mereka, tapi mereka bukan semakin renggang justru mereka malah semakin akrab dan semakin menunjukkan kasih sayangnya.

Kalau sudah seperti ini, mereka mau bagaimana? Akankah salah satu dari mereka memberikan keputusan yang mungkin akan memberatkan salah satu pihak?