Bruk!
Elish bertubrukan dengan seseorang di koridor kampus. Beruntung ia pandai menyeimbangkan tubuhnya sehingga ia masih berdiri tegap saat ini.
"Maafkan aku. Aku tidak memperhatikan jalan." Suara seorang gadis terdengar.
Elish mendongak. Menatap wajah gadis itu.
Helen. Itu Helen. Namun tentu saja Elish tak mengenalnya.
"Ya. Tak apa. Lagipula aku tak memperhatikan jalan juga." Balas Elish, ia tersenyum ramah pada gadis itu.
"Kalau begitu, aku duluan." Ucap Helen lalu kembali berjalan sambil menatap ponsel sebelum Elish menjawabnya.
"Tunggu sebentar!" Seru Elish. Ia berbalik dan menatap Helen yang kini berhenti dan balik menatapnya dengan alis yang dinaikkan sebelah seakan bertanya 'ada apa?'.
"Apa kau melihat Prof. Hemsworth?" Tanya Elish.
Helen mengernyitkan dahi, "Prof. Hemsworth? Aku.. baru dengar nama itu." ucapnya ragu.
"Ah, kau bukan mahasiswi Fakultas Matematika ya?" Tanya Elish, "Sepertinya bukan." sambung Elish seakan sudah tahu jawabannya.
"U-hm, bukan." Balas Helen singkat dan dibalas anggukan kecil oleh Elish.
"Ada pertanyaan lagi?" Tanya Helen, "Aku harus pergi." ucapnya.
"Oh, tidak. Trimakasih."
"Okey." Helen berbalik dan pergi meninggalkan Elish.
Elish juga berbalik lalu berjalan. Namun sesuatu seakan mengganggu pikirannya. Ia berhenti dan berbalik.
"Wajahnya tak asing." Gumamnya.
Ia mencoba mengingat, tapi tak kunjung mendapatkan jawaban.
Lupakan. Aku harus mencari Prof. Hemsworth!
Ia berbalik lagi dan kembali berjalan dan mencari dosennya, Prof. Hemsworth.
***
"Kau terlambat." Suara berat dari seorang pria dengan kemeja ungu dan celana hitamnya terdengar.
Glek!
Elish menelan salivanya dengan susah payah. Menatap takut ke arah pria paruh baya yang kini duduk di atas sebuah kursi. Di hadapan pria itu terdapat sebuah meja yang dipenuhi oleh berbagai macam berkas dan buku, juga sebuah papan yang bertuliskan 'Prof. Harry Hemsworth'.
Pria itu adalah Prof. Hemsworth. Pria yang dicari Elish sejak tadi. Kini ia menatap datar ke arah Elish sambil menopang dagu dengan kedua tangannya yang berpautan.
"Kumohon Mr. Hemsworth. Beri aku kesempatan. Lain kali aku tidak akan pernah terlambat mengumpul tugasku. Kumohon~" Elish memohon dengan wajah memelas sambil menggenggam hasil cetakan tugasnya. Matanya berkaca-kaca.
***
Elish menatap sekeliling kantin Fakultas Matematika. Matanya berbinar saat mendapatkan sosok Eva yang sedang menyeruput jus apelnya.
"Evaaaaa..!!!" Seru Elish. Ia berlari-lari menuju meja kantin yang sudah dipenuhi oleh ketiga temannya. Wajahnya tampak sangat bahagia.
"Ada apa? Kenapa wajahmu begitu? Apa kau dan Lucas sudah resmi berpacaran?" Tembak Eva asal begitu Elish sudah berdiri tepat di sisi meja tempat mereka berkumpul.
Wajah Elish berubah datar, "Kau ini bicara apa? Dasar gila." balasnya kemudian duduk di samping Eva.
"Prof. Hemsworth menerima tugasku. Itu saja. Tadi aku terlambat mengumpulnya, tapi ternyata ia adalah profesor yang baik hati dan akhirnya ia menerimanya setelah aku memohon." Jelas Elish.
"Lalu kenapa kau hanya memanggil Eva?" Kini Lyora yang bertanya.
"Ya. Itu sangat tidak adil jika kau hanya memanggil Eva. Kenapa kau tak memanggil kami?" Sambung Liony.
Wajah Elish semakin datar, "Terserah." balasnya singkat.
Ting!
Ponsel Elish berbunyi. Sebuah pesan masuk.
Albert
Apa kau akan datang malam ini?
"Siapa itu?" Tanya Eva. Ia sedikit mengintip ke arah ponsel Elish, "Albert? Pelayan kafe itu?"
"Hm."
"Apa yang dikatakannya?" Tanya Liony penasaran.
"Bukan urusan kalian."
"Sejak kapan kalian menjadi dekat?" Lyora ikut bertanya.
"Cukup! Aku akan pergi. Sebentar lagi aku akan masuk kelas." Ucap Elish kemudian bangkit dan meninggalkan ketiga temannya di kantin.
"Dia menyembunyikan sesuatu." Bisik Liony.
"Ya. Aku juga merasa begitu. Iya kan Eva?" Sambung Lyora dan dibalas anggukan oleh Eva.
***
Elish menatap ponselnya. Lebih tepatnya menatap pesan Albert yang belum ia balas.
Saat ini gadis itu sedang duduk di sebuah kursi taman kampus. Yah, dia memang bohong soal masuk kelas. Jujur saja, Elish sangat benci jika diberi pertanyaan yang bertubi-tubi. Sangat merepotkan menurutnya. Apalagi jika berhubungan dengan pria, kencan, dan hubungan spesial. Elish sangat membencinya.
Elish menatap ponselnya. Ia berpikir sebentar, lalu mengetik sesuatu di kolom pesan ponselnya itu.
'Ya. Aku akan datang.' - Demikian tulisnya dan kemudian mengirimnya.
Elish memasukkan ponsel ke tasnya. Ia memilih untuk merenung dan menatap ke taman yang serba hijau itu. Saat sedang asik-asiknya menikmati pemandangan, sebuah sentuhan terasa di bahu kiri Elish. Elish menoleh.
"Hei." Suara seorang pria terdengar.
"Lucas?"
"Kau sedang apa?" Tanya Lucas sembari duduk di samping Elish.
"Kau tidak lihat? Duduk. Aku sedang duduk." Balas Elish.
Lucas tertawa renyah, "Aku tahu. Tapi kenapa kau duduk sendirian? Mana teman-temanmu?" tanyanya.
"Tunggu, jangan bilang kalau kau kabur dari mereka." Tebak Lucas tepat sasaran.
"Hm."
"Apa mereka menanyaimu tentang pria lagi?"
"Hm."
"Hahaha.."
Itu adalah Lucas. Sahabat Elish sejak kecil. Mereka mulai berteman saat masuk TK, dan menjadi teman sekelas sekaligus teman sebangku hingga SMP. Mereka berpisah saat SMA. Namun tak disangka mereka bertemu lagi di kampus yang sama dan kembali dekat.
"Jadi apa yang mereka tanya? Apa kau sedang dekat dengan seseorang? Begitu?" Tanya Lucas setelah puas tertawa.
"Ya.. semacam itulah."
"Lalu apa jawabanmu?"
"Aku langsung pergi."
"Kalau begitu apa jawabannya?"
"Maksudmu?" Elish memiringkan kepalanya, "Mengatakan padamu apa jawabanku atas pertanyaan tadi?" tanyanya dan dibalas anggukan oleh Lucas.
"Hmm.. tidak. Aku tidak dekat dengan seorang pria pun." Ucap gadis itu.
"Syukurlah." Balas Lucas lega.
"Apa?"
"Hah? Apa? Apa aku mengatakan sesuatu?" Lucas salah tingkah dan Elish hanya memutar matanya malas lalu berpaling dari Lucas dan kembali menatap taman.
Dasar bodoh.
Lucas. Pria jangkung yang cukup populer di kampus karena wajah tampannya. Satu rahasia yang disimpannya sejak lama, ia menyukai Elish. Sebenarnya itu sudah jadi rahasia umum. Hanya saja Elish terlalu cuek (?) atau tidak peka atau bodoh hingga tak menyadari hal itu.
Bahkan ketiga temannya juga sudah tahu hal itu sejak pertama kali melihat Elish bersama Lucas. Tatapan lembut yang hanya diberikan Lucas pada Elish sudah menjadi kunci rahasia pria itu. Sangat ketahuan kalau dia menyukai Elish.
"Kau tidak pulang?" Lucas kembali membuka suara.
"Sebentar lagi." Balas Elish.
"Ayo pulang. Kuantar." Ajak Lucas.
Elish melirik Lucas, "Ayo." ucapnya kemudian bangkit berdiri. Diikuti Lucas yang juga bangkit berdiri dan memimpin jalan menuju parkiran mobil.
***