Hari sudah sore. Semua jadwal kuliah Elish hari ini sudah selesai, namun Elish masih ragu untuk pulang sekarang. Gadis itu memilih untuk mengikuti teman-temannya berkumpul di Stylish Caffee.
Tidak seperti ketiga temannya yang sibuk mengobrol, bermain ponsel dan minum, Elish hanya menyibukkan diri dengan buku kecil dan penanya. Tampak ia mencoret-coret buku itu sambil berpikir.
'Jalan Jovan Kembali'
Demikian tulisnya di bagian paling atas.
Ia lanjut menulis.
'Bertemu denganku ->Kamis,8 Oktober'
'* Media Sosial – Tak berguna'
'* Piyama (tak bermerk, bahkan tak memiliki logo) – Tak berguna juga'
Tulis dan terus menulis.
"Apa itu? Jalan.." Eva yang duduk di sebelah Elish mengintip dan hendak membaca tulisan temannya itu.
Namun Elish segera menutup bukunya, "Bukan apa-apa." ucapnya.
"Kalau itu bukan apa-apa kenapa kau menutupinya? Aku melihat kau menggambar pakaian.. Tiongkok? Atau apalah itu. Dan aku juga melihat nama 'Jovan'." Ketus Eva. Gadis itu tampak jengkel pada Elish.Elish memang menggambar sebuah pakaian di sela-sela coretannya, namun itu bukanlah pakaian Tiongkok, melainkan piyama rumah sakit yang Jovan pakai. Menggambar bukan keahlian Elish, jadi wajar kalau gambarannya tidak mirip sama sekali dengan apa yang ada di bayangannya.
"Jovan?" Tanya Liony.
"U-hm." Balas Eva.
"Entah kenapa nama itu tak asing. Tapi dimana ya aku mendegarnya?" Liony berpikir, "Ah! Entahlah. Apa yang sebenarnya kalian bahas?" ucapnya setelah menyerah berpikir.
"Dia menulis sesuatu."
"Bukan apa-apa."
Eva dan Elish menjawab bersamaan. Membuat sang pendengar jengkel dan akhirnya memutuskan untuk kembali ke aktivitas awalnya, bermain ponsel.
"Apa yang sebenarnya kau tulis??" Eva benar-benar penasaran.
"Aku sudah bilang, kan bukan apa-apa." Ujar Elish sambil berusaha menutupi bukunya dengan tangan.
Eva memicingkan matanya, menatap Elish curiga. Sesaat kemudian Eva menghembus napas kasar. Ia memilih untuk menyerah dan kembali menikmati minuman dan menatap layar ponselnya.
Elish menghela napas lelah.
Benar-benar tak ada petunjuk. - Lirihnya dalam hati sembari menutup buku yang baru ia coreti lalu menyimpannya di dalam tas.
"Elish." Panggil Eva setelah menyeruput habis jusnya.
"Hm?" Elish menoleh.
"Besok Liony dan Lyora melakukan pemotretan. Iklan, seperti biasa." Ujar Eva sambil menatap Elish. Diikuti Liony dan Lyora yang kini menatap Elish juga.
Elish berkedip, mencoba mencerna perkataan Eva.
"La..lu?" Tanya gadis itu ragu.
Ketiga temannya menatap gadis itu datar.
"Apa kau sedang berpura-pura lupa?" Pekik Eva, "Ini giliranmu sekarang." sambungnya.
Elish mengernyitkan dahi. Ia semakin bingung. Giliran? Giliran apa?
"Persiapkan dirimu. Kami tidak ingin makeupnya terlihat jelek karena kecerobohanmu. Karena itu, seperti biasa, kami akan menginap di rumahmu." Jelas Lyora.
"Hm?" Elish semakin mengernyitkan dahinya.
Iklan? Giliran? Makeup? Menginap? Apa yang sebenarnya mereka bicarakan sekarang??
Ketiga teman Elish itu hanya bisa menatap jengkel gadis itu.
"Kau modelnya, bodoh!" Seru Eva, Liony dan Lyora serempak.
"Ini giliranmu untuk dijadikan model." Sambung Lyora.
"Ah.. benar." Akhirnya Elish mengerti.
Elish baru ingat kalau ia dan ketiga temannya memiliki semacam 'kontrak'. Setiap dua minggu sekali Lyora dan Liony akan melakukan pemotretan untuk iklan mereka di media sosial. Dan di dalam 'kontrak' itu, mereka melakukan persetujuan bahwa keempatnya akan bergantian setiap bulan untuk dijadikan model. Bulan ini adalah giliran Elish.
Dasar bodoh! Padahal aku baru melakukannya dua minggu lalu. Bagaimana aku bisa lupa? Ini pasti karena aku terlalu sibuk memikirkan Jovan, hingga aku melupakan rutinitasku yang sebenarnya. Argghh..! Bodoh! Elish bodoh! – Elish mulai merutuki dirinya sendiri.
"Apa di rumahmu ada camilan?" Tanya Liony, memecah pikiran Elish.
"Apa? Camilan? Untuk apa?" Tanya Elish yang mulai bingung lagi.
"Bukankah Eva sudah bilang kami akan menginap?" Tanya Liony sembari menatap Elish datar.
"Mengi..nap?" Tanya Elish dan dibalas anggukan oleh ketiga temannya.
Elish berpikir keras.
Tunggu dulu. Mereka bilang menginap? Menginap? Menginap? Mengi..
"MENGINAP??!!" Pekik Elish kuat, membuat seluruh mata yang berada di ruang makan kafe itu menatap ke arah mereka.
Eva, Liony dan Lyora membelalak kaget melihat Elish yang tiba-tiba histeris. Ketiganya langsung meminta maaf pada para pengunjung kafe dan staf kafe atas kebodohan teman mereka, Elish.
Setelah selesai meminta maaf, mereka menatap Elish yang kini bungkam. Ketiga gadis itu menunggu kalimat yang akan dikeluarkan Elish dengan sabar.
"Maafkan aku.." Lirih Elish.
"Itu tidak penting saat ini. Sekarang jelaskan pada kami kenapa kau mendadak histeris seperti tadi?" Ujar Lyora.
"Aku.. hanya teringat Peter." Ujar Elish.
"Peter? Adikmu?" Tanya Liony dan dibalas anggukan oleh Elish.
"Ada apa dengannya?" Kini Eva yang bertanya.
"Beberapa hari yang lalu Peter tidur di rumahku dan ia membawa temannya menginap di sana. Tapi aku tidak melihat mereka lagi sejak.. kemarin? Ya, benar! Aku tak melihat mereka. Aku harus menghubungi Peter!" Ucap Elish kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku dan menelepon sang adik, Peter.
Hanya butuh 3 detik hingga akhirnya Peter menjawab panggilan telepon dari Elish.
"Kau dimana?"
"..."
"Di bus?"
"..."
"Ke mana?"
"..."
"Rumah?"
"..."
"Memberitahuku? Memberitahu apa?"
"..."
"Tidak, dia tidak bilang apa-apa."
"..."
"Ah.. baiklah. Hati-hati."
Akhirnya percakapan Elish dan Peter di sambungan telepon selesai.
"Sudah?" Tanya Eva.
Elish tersenyum dan mengangguk.
"Ayo ke mini market. Beli camilan." Seru Liony.
"Ayo." Balas Eva, Lyora dan Elish.
***
Saat ini Elish benar-benar gelisah. Tampak dari kegiatannya yang berjalan bulak-balik di depan mini market. Bahkan wajahnya sedikit pucat. Pikirannya dipenuhi dengan wajah Jovan. Mau ia kemanakan Jovan saat teman-temannya menginap? Di ruang tamu? Di dapur? Di kamar Peter? Ya! Di kamar Peter! Selesai sudah masalah Elish. Yeay! Wajah Elish kembali cerah.
***