Eva, Liony dan Lyora duduk berjajar di hadapan Elish yang juga duduk di atas kasur tidur dengan kepala tertunduk, tak tahan dengan tatapan mengintimidasi dari ketiga temannya.
"Ekhm!" Elish berdehem, memecah keheningan. Ia coba memberanikan diri menatap lurus ke arah teman-temannya.
"Berikan kami ponselmu." Ucap Lyora.
"Hm?" Elish berkedip, "Untuk.. apa?" sambungnya.
"Kau masih bertanya?" Ujar Eva dengan wajah jengkel. Tampaknya saat ini gadis itu ingin memukul Elish.
Elish melarikan pandangan, "Lagi pula kenapa aku harus memberi ponselku? Memangnya aku ini anak di bawah 13 tahun yang ilegal jika memiliki media sosial?" gadis itu mencoba membela diri.
Liony bergerak dan menangkup wajah Elish, membuat temannya itu menatapnya, "Elish." panggilnya.
"Kau tahu?" Liony menarik napas panjang dan membuangnya perlahan, "Orang-orang bilang, jika seseorang mendadak mengubah perilakunya, itu adalah pertanda kalau orang itu akan.."
"Mati." Sambung Eva sebelum Liony benar-benar menyelesaikan kalimatnya.
Elish membelalak tak percaya dengan apa yang baru diucapkan teman-temannya. Kepalanya mendadak pusing melihat tingkah tiga gadis yang berada di hadapannya.
"Haha." Elish tertawa hambar, ia melepaskan tangan Liony yang masih setia menempel di wajahnya, "Jadi.. kalian berpikir kalau aku akan mati hanya karena aku secara tiba-tiba memiliki media sosial?" tanyanya dan dibalas anggukan oleh ketiga temannya.
"I-iya..??!!" Pekik Elish dan dibalas anggukan lagi oleh teman-temannya.
"Kami.. pernah membicarakanmu." Ungkap Lyora, membuat Elish mengernyitkan dahi bingung.
Elish berpikir sejenak, "Aku.. tak terkejut." ia berkedip, "Aku sering mendapati kalian membicarkan aku dengan Ayah dan Ibuku. Jadi itu tidak masalah ba-"
"Sssttt.." Potong Lyora dengan jari telunjuk menahan bibir Elish, "Bukan itu maksudku."
"Apa kau ingat.." Lyora membenarkan posisi duduknya, "saat kami memintamu membuat akun media sosial?"
Elish tampak berpikir, "Uh.. kalian memintaku membuatnya hampir di setiap saat. Jadi.."
"Okay cukup, itu tidak penting." Ketus Eva, "Kalau kau memang ingin tahu, saat itu kami membicarakan kalau kau tidak akan mau membuat akun media sosial. Jika kau membuatnya, itu berarti ada sesuatu yang tidak beres terjadi. Karena itu, sekarang jelaskan pada kami. Kenapa? Bagaimana bisa?" sambung Eva panjang lebar.
"Itu.." Elish berpikir keras.
Apa yang harus kukatakan?! - Pekik Elish dalam hati.
"Aku hanya penasaran." Sambungnya.
"Aku ingin lihat." Ujar Liony sembari menjulurkan tangan.
Elish berkedip, "Lihat apa?"
Tap!
Liony merebut ponsel yang berada di genggaman Elish. Segera dibukanya aplikasi media sosial yang Elish buka tadi, Instagram. Eva dan Lyora juga ikut melihat Instagram milih Elish. Sebenarnya Elish sempat ingin merebut ponselnya, namun ia lebih memilih untuk pasrah. Ia tahu kalau ia tidak akan bisa menang melawan tiga orang yang sama kerasa kepalanya dengan dirinya.
Gadis itu menghela napas panjang, "Baiklah, silahkan lihat sesuka ka-"
"Jovan?" Gumaman Eva berhasil memotong kalimat Elish.
"Ini... gila." Ujar Liony dengan mata yang fokus pada layar ponsel Elish di genggamannya.
"Apa kau.. sedang jatuh cinta?" Tanya Lyora tanpa berpaling dari layar ponsel Elish.
"Kalian bicara apa?" Tanya Elish ragu. Ia bergerak sedikit untuk melihat apa yang ketiga temannya lihat. Riwayat pencarian, demikian yang dilihat oleh teman-temannya.
Sial. - Rutuk Elish dalam hati.
***
Jovan duduk bersandar di atas kursi yang ada di dalam kamar Peter. Ia memutar-mutar kursi, membuat tubuhnya ikut berputar. Pria itu mengatupkan kedua matanya.
"Hahhh..." Jovan menghela napas panjang, "Aku bosan." gumamnya.
Jovan membuka mata, "Beberapa hari? Wah.. memangnya mereka melakukan apa sampai harus menginap beberapa hari??" keluhnya.
"Ugh.. aku rindu Elish." Gumam Jovan.
"Jovan?" Suara seseorang terdengar samar-samar menyebut nama Jovan.
Eh?
Jovan bangkit dari kursi Peter, "Apa aku salah dengar?" ia langsung melewati dinding dan masuk ke dalam sumber suara, kamar Elish.
Pria itu mengernyitkan dahi, bingung dengan suasana aneh yang ia lihat di kamar Elish saat ini. Elish tampak sedang duduk dan kebingungan dengan kepala menunduk di depan ketiga temannya.
"Apa terjadi sesuatu?" Gumam Jovan.
Jovan bergerak secara perlahan menuju Elish dan tiga temannya. Langkahnya berhenti di samping kasur bagian di mana Elish duduk. Tampaknya Elish tak menyadari kehadiran Jovan. Gadis itu masih terus menundukkan kepala.
"Kau pasti sudah gila." Gumam Liony sambil terus menggulir layar ponsel Elish.
"Ya.. Elish benar-benar sudah gila." Sahut Lyora.
"Sepertinya aku paham." Ucap Eva, ia menatap Elish, "Katakan pada kami, seperti apa orangnya, kapan dan di mana kau bertemu dengannya. Dan.. alasan kau menyukainya." sambungnya.
"Eh?" Elish mendongak dan menatap bingung Eva. Bahkan Jovan, Lyora dan Liony juga ikut menatap Eva dengan wajah kebingungan. Tentu saja Eva tidak tahu kalau Jovan juga melihatnya.
"Kau ini bicara apa?" Tanya Lyora heran.
Eva membenarkan posisi duduk sambil tangannya bersila di depan dada, "Bukankah sudah jelas? Elish sedang menyukai seorang pria bernama Jovan."
Namaku disebut lagi. - Ucap Jovan dalam hati.
"Aku.. masih tidak paham." Ujar Liony.
Eva menghela napas, "Jadi, Elish sedang menyukai seseorang bernama Jovan. Yang kemungkinan Elish tidak mengenalinya dan hanya mengetahui kalau orang itu bernama Jovan. Karena Elish sangat penasaran dengan 'Jovan' itu, akhirnya ia mematahkan prinsip hidupnya dan memakai media sosial untuk mencari sang Jovan." jelas Eva panjang lebar.
"Ah.. Eva benar. Terkadang cinta bisa benar-benar mengubah seseorang." Ujar Liony kemudian menatap Elish dengan tatapan... iba? Kenapa ia menatap iba Elish?
Liony mengembalikan ponsel Elish pada sang pemilik. Gadis itu menggenggam tangan Elish, "Seharusnya kau bilang pada kami. Kami dengan senang hati akan membantumu." ujarnya, "Jadi.. Jovan itu orang yang seperti apa?" tanyanya.
Elish berkedip dan diam, ia sedang mencerna apa yang dikatakan teman-temannya.
"Jovan itu.." Kalimat Elish terhenti saat merasakan seseorang duduk di sampingnya, itu Jovan. Ketiga temannya diam menunggu Elish melanjutkan kalimatnya. Tidak hanya ketiga temannya, Jovan juga ikut diam menunggu.
Elish menoleh dan menatap wajah Jovan lalu termenung, "...transparan." gumamnya.
Hah?
"Trans.. apa?" Lyora tidak yakin dengan apa yang baru ia dengar, "Apa aku salah dengar? Transparan?" ia berkedip dua kali, "Transparan?? Transparan kau bilang??" kini ia menjadi histeris, membuat Elish tersadar dan beralih menatap Lyora.
"Elish. Sepertinya kau memang bermasalah. Sebenarnya aku tak tahu apakah kau memuji atau menghinanya. Transparan? Itu terdengar seperti hinaan." Ucap Liony.
"Aku bilang apa? Transparan?" Elish malah bertanya seperti orang bodoh.
"Kau memang gila." Ujar Eva.
"Ah.. hahaha." Elish tertawa dengan paksa, "Aku tidak bermaksud bilang itu."
"Elish, kau uh.. apa mungkin maksudmu tak kasat mata?" Tanya Liony dengan hati-hati.
"Apa?" Elish semakin bingung.
"Elish.. apa jangan-jangan kau..." Liony menutup mulut dengan kedua tangannya, wajahnya tampak ragu, "...jatuh cinta pada hantu." sambungnya sembari melepaskan tangan dari mulutnya.
"Apa??" Elish, Lyora dan Eva, bahkan Jovan ikut kebingungan dengan perkataan Liony. Keempatnya serempak memasang wajah kebingungan.