"Hahaha...haha.." Gelak tawa terdengar. Lucas, Elish, Eva dan Liony terbahak melihat wajah Lyora yang mengernyit karena tak tahan dengan rasa jus buah cranberry yang begitu kuat, asam dan pahit tercampur menjadi satu. Sungguh rasa yang tidak bisa dideskripsikan.
"Wah.. luar biasa. Seharusnya kupotret wajahmu tadi." Ledek Lucas kemudian kembali tertawa.
Sungguh Lyora ingin memukul wajah Lucas, namun ia tak sanggup karena rasa buah cranberry masih melekat di lidahnya.
"Minum ini." Ucap Elish di sela tawanya sembari menyerahkan air mineral pada Lyora.
Tanpa basa-basi Lyora langsung meraih air mineral yang Elish beri dan meneguknya. Ia bernapas lega setelah minum beberapa teguk.
"Lihat? Ucapanku benar, kan? Teruslah bersikap keras kepala dan rasakan akibatnya." Lucas kembali meledek Lyora.
Kali ini Lyora sudah sanggup memukul Lucas, hanya saja Lucas bergerak dengan cepat dan berhasil menghindari pukulan Lyora.
"Ugh! Rasanya membuatku trauma." Keluh Lyora sambil menutup mulut dengan tangannya, membuat empat temannya tertawa.
"Haruskah aku membuang ini?" Gumam Lyora sambil menatap kosong ke arah jus cranberry yang ia minum tidak sampai seteguk.
Klak!
Segelas jus berwarna merah violet pucat diletakkan di tengah meja oleh sesorang. Elish dan empat temannya mendongak bersamaan dan mendapati wajah yang tak asing sedang berdiri dan tersenyum pada mereka. Itu adalah pria pekerja kantin yang melayani mereka pagi ini, yang menerima pesanan dan mengantarkan makanan mereka ke meja. Kelimanya terbengong.
"Ini untukmu." Ucap pria pekerja kantin itu pada Lyora sambil terus tersenyum, "Jus buah cranberry dicampur dengan buah apel. Mungkin rasanya akan sedikit pahit, tapi tidak sekuat jus yang pertama tadi. Aku sempat bingung karena kalian memintanya tanpa pemanis. Jadi aku membuat jus campuran untuk berjaga-jaga jika kalian tidak tahan dengan rasa buah cranberry." jelasnya.
"Terima.. kasih." Lyora sedikit linglung.
"Jus ini," Pria pekerja kantin itu meraih jus buah cranberry yang pertama kali diantarnya dan menaruhnya di atas nampan, "biar kubawa." ucapnya sambil terus tersenyum.
"Ah.. iya, terima kasih." Ujar Lyora yang masih linglung.
"Sama-sama." Balas sang pria pekerja kantin kemudian berjalan meninggalkan Lyora dan empat temannya.
Lyora berkedip, "W-woah.. pria kantin itu baik sekali." pujinya dengan mata berbinar menatap segelas jus buah cranberry dicampur buah apel yang diberi oleh sang 'pria kantin' tadi.
"Kau benar." Sahut Eva dan Liony sambil mengangguk setuju, keduanya juga menatap jus yang Lyora pandangi. Elish dan Lucas juga ikut menatap jus itu.
"Tidak juga." Kini Elish yang menyahut.
Lyora, Liony, Eva dan Lucas serempak menoleh pada Elish, seakan meminta penjelasan.
"Dia tiba-tiba memberikan ini. Kalau dia menyuruh kita membayar jusnya jadi seharga dua gelas jus, itu artinya dia hanya berbuat licik." Ujar Elish.
"Benar juga.." Gumam Eva.
Liony, Lyora dan Lucas hanya mengangguk setuju dengan perkataan Elish.
"Tapi aku tak peduli. Aku akan tetap minum ini." Lyora meraih jus cranberry-apel yang diperuntukkan baginya dan menyesapnya sedikit, "Hm~ ini lebih baik." ungkapnya kemudian menikmati jusnya hingga habis. Elish, Liony, Eva dan Lucas juga kembali menikmati sarapan mereka.
***
"Helen!" Seru seorang gadis.
Helen yang sedang berjalan sendiri di koridor Fakultas Seni berbalik dan tersenyum saat melihat temannya berjalan menghampirinya, "Hai, Anna." sapanya.
"Kau sendiri? Glenn tidak mengantarmu?" Tanya Anna sembari menyamakan langkahnya dengan Helen.
"U-hm, Glenn sedang di rumah sakit." Jawab Helen.
Anna tampak sedikit kaget, "Rumah sakit? Glenn sakit?"
Helen dan Anna akhirnya sampai di sebuah ruangan yang dipenuhi oleh para mahasiswa yang menunggu kehadiran sang dosen untuk memulai kelas. Keduanya duduk berdampingan di bagian kursi yang terdapat di tengah.
"Glenn baik-baik saja. Dia menjenguk Jovan." Ungkap Helen.
"Jovan?" Anna berkedip, ia mencoba mengingat siapa Jovan yang Helen maksud.
"Oh? Pria tampan itu!" Seru Anna, gadis itu mengingat bayang wajah Jovan saat pertama kali bertemu dengannya.
Anna menangkup kedua pipinya dan menampakkan wajah merona, "Kalau mengingat senyumnya yang indah itu, ah~ hatiku jadi terasa hangat~" ungkapnya sambil terus membayangkan wajah Jovan yang tersenyum.
Namun beberapa detik kemudian Anna beralih cemberut, "Tapi sangat disayangkan pria tampan itu adalah kekasih temanku yang kusayangi." ia melirik Helen yang kini menatapnya aneh, "Seandainya itu pacar musuhku, pasti aku sudah merebut hatinya." ujarnya saat teringat fakta temannya, Helen adalah kekasih Jovan.
"Sebaiknya kau tidak bicarakan itu di depanku. Aku ingin muntah." Ucap Helen kemudian berpaling dan menatap ke depan.
Anna tertawa kecil mendengar perkataan Helen, sungguh menyenangkan baginya mengganggu temannya itu. Dua mahasiswi itu akhirnya diam dan sibuk mempersipkan diri untuk mengikuti kelas yang akan segera dimulai.
"Ngomong-ngomong, kau bilang Glenn menjenguk Jovan? Jovan sakit apa?" Anna yang teringat kata-kata Helen sebelumnya kembali bicara.
Helen menoleh pada Anna, "Jovan kecelakaan." jawabnya, ia menghela napas, "Saat ini ia sedang.. koma." ungkapnya dengan tatapan yang mendadak sendu.
"Koma?!" Pekik Anna kaget. Suaranya cukup keras hingga menarik perhatian beberapa mahasiswa yang ada di dekat mereka. Beruntung sang dosen belum tiba.
"Ba-bagaimana bisa? Memangnya dia kecelakaan apa hingga bisa koma??" Tanya Anna sedikit terbata karena terkejut.
Helen termenung, ia memutar kepala menghadap depan dan matanya menatap kosong ke bawah, "Ini semua salahku." gumamnya.
Salahmu? - Batin Anna bingung.
Sungguh Anna ingin bertanya lebih jauh lagi, namun ia mengurungkan niatnya saat melihat wajah temannya yang tampak begitu sedih. Gadis itu tak ingin memperburuk suasana hati Helen. Bahkan kini ia merasa menyesal karena menyinggung soal Jovan yang membuat Helen jadi murung seperti ini.
Seharusnya aku tidak bertanya. Dasar mulut sialan! - Rutuk Anna dalam hati.
Kini Anna dan Helen benar-benar diam. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing, menunggu hingga akhirnya dosen datang.
***
"Sarapan kali ini aku yang traktir. Suasana hatiku sedang baik." Ucap Lyora tegas sembari berdiri dan tersenyum cerah, "Eva, Liony, ayo ke kelas." ajaknya, Eva dan Liony turut berdiri di samping Lyora.
Lyora menatap Lucas jengkel, "Lucas, berterima kasihlah padaku karena mentraktirmu." ucapnya dan dibalas cemooh oleh Lucas yang meledek dengan mengikuti cara bicaranya. Alhasil kejar-kejaran antar Lyora dan Lucas pun terjadi.
Lelah mengejar Lucas, Lyora mengalihkan perhatiannya pada Elish yang asik menonton sambil meneguk air mineral, "Elish, persiapkan dirimu. Muach~" ucapnya dan diakhiri dengan melemparkan ciuman di udara untuk Elish.
Hap!
Tangan Lucas yang mengepal mendarat di hadapan wajah Elish, membuat gadis itu membelalak kaget. Pria yang baru saja berhenti dikejar oleh Lyora itu menampakkan senyuman jahil, "Aku tidak akan membiarkan ciuman hina ini mengotori wajah Elish." ujarnya sambil menyeringai.
"Dasar brengsek gila! Aku tak akan melepasmu! Arrggghh!!" Lyora benar-benar mengamuk. Hampir saja aksi kejar-kejaran untuk kesekian kalinya terjadi, tapi untungnya gagal karena Eva dan Liony yang dengan cekatan menahan tubuh Lyora agar tidak berlari mengejar Lucas lagi.
"Kami pergi dulu." Ucap Eva.
"Dah~" Eva dan Loiny melambai pada Elish dan Lucas.
"Lihat saja nanti, jika kau berani menunjukkan wajahmu itu di depan mataku, aku akan membunuhmu! Aku tak sudi mentraktir sarapanmu! Dasar brengsek!" Lyora terus berteriak sementara Eva dan Liony dengan sabar menyeret tubuhnya sambil menahan malu. Begitu beruntung rasanya karena kini hanya ada sedikit mahasiswa lain yang berada di kantin itu saat ini. Keadaan sudah jauh lebih sepi dibanding saat awal mereka datang.
Tiga mahasiswi itu menyempatkan diri untuk berhenti dan membayar tagihan sarapan mereka pada kasir. Bahkan hingga akhir pun Lyora masih saja mengutuk karena tak sengaja melihat wajah Lucas yang menurutnya menyebalkan saat keluar dari kantin.
Lucas tertawa girang melihat Lyora yang tak habisnya mengutuk Lucas. Membuat Lyora marah pagi ini begitu menyenangkan. Terlalu menyenangkan hingga ia lupa kalau kelasnya sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu.
"Kau tidak masuk kelas?" Tanya Elish pada Lucas yang masih tertawa.
Tawa Lucas mendadak lenyap, wajahnya tegang, "Kelas? Jam berapa ini?" tanyanya dan melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya, "Ah, sial. Aku terlambat." wajahnya berubah lebih santai, bahkan ia tersenyum simpul sambil menatap Elish.
Dia terlambat tapi masih sanggup tersenyum begitu. Sebenarnya apa yang ada di dalam kepala anak ini? - Keluh Elish dalam hati.
***