"E-" Kalimat Peter terpotong begitu melihat Elish yang berjalan tergesa-gesa menuju kamarnya sambil menarik tangan Jovan.
Peter mengernyitkan dahi dan berpaling Jovan yang sedang menyeimbangkan langkahnya dengan Elish, berharap mendapatkan kejelasan mengenai apa yang sedang terjadi. Namun bukannya mendapatkan jawaban, ia hanya mendapatkan gidikan bahu oleh Jovan.
"Ada terjadi sesuatu?" Suara Lucky terdengar. Tampak ia berjalan dari dapur menuju ruang keluarga. Menghampiri Peter yang sedang kebingungan.
"Entahlah." Balas Peter sembari berjalan menuju kamar Elish dan melengos masuk ke dalamnya. Tentunya Lucky mengekori Peter.
Keduanya berhenti dan berdiri di ambang pintu. Menatap Elish yang tampak sibuk merogoh tasnya.
Dapat! Elish tersenyum begitu mendapatkan sebuah buku tipis dari tasnya. Segera dibawanya menuju meja yang penuh dengan buku serta barang-barang keperluan kuliah yang berada di sudut kamarnya itu. Ia duduk di kursi yang tersedia di depan meja itu. Jovan mengikuti langkah gadis itu dan berdiri di sampingnya. Dibuka Elish satu per satu lembar buku itu dan kemudian berhenti setelah menemukan halaman yang ia cari.
***
Malam harinya di kamar tidur Elish...
"Haaaahh..." Elish menghela napas panjang.
"Aku menyerah." Ucapnya sambil berguling ke kanan dan ke kiri, membuat kasurnya sedikit berantakan.
Jovan memiringkan kepala, "Menyerah?" tanyanya. Pria itu duduk di lantai dan memangku dagunya di atas kasur tidur gadis itu.
"Ya." Balas Elish singkat setelah berhenti di tengah kasurnya, menatap kosong langit-langit kamarnya.
"Apa.." Elish berpaling menatap wajah Jovan, "tidak ada petunjuk lain?" tanyanya dengan wajah memelas.
"Petunjuk? Petunjuk apa?" Tanya Jovan yang semakin bingung dengan ucapan Elish. Ia bangkit berdiri, bermaksud untuk ikut berbaring di atas kasur bersama Elish.
Mata Elish menjalar dari wajah Jovan menuju tubuh pria itu. Tatapannya begitu lesu.
Cling!
Mata Elish membulat. Matanya berbinar, wajahnya yang tadinya lesu menjadi tampak bersinar. Ia terduduk dan tersenyum cerah pada Jovan. Membuat Jovan mengurungkan niatnya untuk berbaring di samping Elish.
Elish merangkak di atas tempat tidur menuju Jovan yang masih berdiri dengan setia di sisi kasurnya. Hampir sampai! Tangannya terulur ke tubuh Jovan, seakan hendak menggapai sesuatu di tubuh transparan pria itu. Jovan hanya bisa diam mematung. Tubuhnya seakan membeku saat tangan Elish sudah benar-benar hampir menyentuh tubuhnya.
"He-hei. Kau mau apa? Ini sudah malam. Jangan berbuat yang aneh-aneh. Kalau Peter melihat, bisa salah pa-"
Dapat! Elish menggenggam piyama rumah sakit yang dipakai Jovan setiap hari. Piyama biru yang juga terlihat transparan.
Gadis itu mendongak, masih dengan senyuman cerahnya. Perbuatannya berhasil memotong kalimat panjang Jovan. Jovan masih membeku, menatap mata berbinar Elish.
Deg!
Jantung Jovan berdegup tak karuan. Wajahnya tampak merona.
"Ekhm!" Dehemnya, berusaha menetralkan jantungnya, "Kau ini sebenarnya sedang apa sih?" ucapnya dengan wajah yang masih merona. Ia sedikit memalingkan tatapannya. Tak ingin detak jantungnya semakin tak karuan.
"Aku tahu!" Seru Elish.
"A-apanya?" Jovan melirik Elish.
"Buka." Titah Elish.
"E-eh? Buka apa?" Tanya Jovan semakin bingung. Wajahnya semakin memerah. Dan tentu detak jantungnya sudah tak terdefinisikan lagi kecepatannya.
"Ini. Piyama yang kau pakai."
Apa?!
Jovan mendadak mundur beberapa langkah. Membuat tangan Elish terlepas dari piyamanya dan menggantung di udara. Wajah transparan Jovan benar-benar merah saat ini, dan tentu saja terasa panas.
Elish membenarkan tubuhnya dan merubah posisinya menjadi duduk. Tidak lupa dengan tangan bersila. Elish menatap malas pria transparan yang berdiri dengan wajah paniknya.
Gadis itu memutar matanya malas, "Kau ini sedang nemikirkan apa? Hah? Aku tidak mesum sepertimu." ucapnya enteng, "Kemari." titahnya.
"Sebenarnya kau mau apa?" Tanya Jovan was-was sambil berjalan mendekat pada Elish.
"Sudah. Buka saja. Lalu beri padaku." Ujar Elish.
"Ekhm! Ba-baiklah." Balas Jovan terbata-bata. Tampak tangannya mulai membuka ikatan tali piyamanya yang berada di depan.
Eh? Tunggu dulu.
Tangan Jovan terhenti.
"Hei. Apa kau sadar dengan apa yang kau minta ini?" Tanya Jovan sambil menatap Elish heran.
"Tentu saja. Cepatlah." Kini tangan kanan Elish bergerak memberi isyarat agar Jovan segera memberikan piyamanya pada Elish.
Melihat kebodohan Elish, terbesit pikiran jahil di kepalanya. Ia tersenyum penuh arti kemudian sedikit membungkukkan tubuhnya lalu menatap Elish dalam.
"Baiklah. Tapi.. tetap tenang dan jangan bereaksi berlebihan. Oke?" Ucap Jovan.
Elish hanya menaikkan alisnya sebelah. Tidak mengerti maksud perkataan Jovan.
Jovan mendekatkan bibirnya ke telinga kiri Elish dan membisikkan sesuatu yang berhasil membuat wajah Elish berubah menjadi semerah tomat, "Aku.. akan membukanya. Ya. Akan kubuka. Kau tahu kan ini jenis piyama yang seperti apa? Aku akan membukanya dan kau akan melihat tubuh polosku yang tak memakai sehelai benang pun." demikian bisiknya, dan tentu saja Elish merinding dibuatnya.
Deg!
Elish mendorong tubuh Jovan sekuat tenaga. Ia membelalak tak percaya. Jovan benar, kalau pria itu melepas piyamanya, sama saja ia akan menampakkan tubuh polosnya secara langsung pada Elish. Piyama rumah sakit yang dipakai Jovan memang bukan jenis piyama yang memiliki celana. Piyama yang ia kenakan adalah piyama yang umumnya dipakai oleh pasien yang baru melakukan operasi.
"A-aku, bukan! Bukan itu maksudku!" Elish salah tingkah. Ia menatap sekeliling, tampak sedang mencari sesuatu. Matanya tertuju pada selimut biru yang lipatannya sedikit berantakan karena aktivitas bergulingnya di atas kasur tadi. Ia meraih benda yang berat namun hangat itu lalu melemparnya pada Jovan.
Jovan menangkap selimut itu, "Untuk apa?" tanyanya.
"Pa-pakai itu untuk menutupi tubuhmu! Aku akan berbalik. Jadi cepat buka piyama itu dan beri padaku." Ucap gadis itu, "Dan jangan lupa tutupi tubuhmu dengan selimut itu!" sambungnya sembari membalikkan tubuhnya.
Dasar roh mesum bodoh! Bodoh! Mesum! Bodoh! - Rutuknya dalam hati. Jantungnya benar-benar hampir copot akibat bisikan Jovan tadi.
"Aku akan membukanya dan kau akan melihat tubuh polosku yang tak memakai sehelai benang pun."
Deg!
Kalimat itu terngiang jelas di pikiran Elish. Namun gadis itu segera menggelengkan kepalanya sekeras mungkin. Berusaha menyadarkan dirinya kembali dan menetralkan detak jantungnya.
Jovan tampak sibuk membuka piyamanya di balik selimut. Sebelumnya, ia membaluti seluruh tubuhnya, termasuk kepalanya terlebih dahulu dengan selimut, agar jika Elish sengaja(?) atau tak sengaja melirik ke arahnya, tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Kini seluruh tubuhnya tertutupi, kecuali wajahnya.
Pria itu tampak berusaha menahan tawanya saat melihat Elish menggelengkan kepalanya. Ia yakin gadis itu sedang memikirkan bisikannya tadi.
Selesai. Jovan sudah selesai membuka piyamanya. Ia segera berjalan menghampiri Elish dengan selimut yang membaluti tubuhnya dan piyama yang berada di genggamannya.
"Elish. Aku sudah selesai." Ucap Jovan sambil mengulurkan piyamanya pada Elish.
"O-oh? Okey." Balas Elish kemudian berbalik dan menatap penampilan Jovan dari atas ke bawah dan sebaliknya.
Elish tersenyum simpul, Hehe. Menggemaskan. - Pikirnya.
Eh? Apa yang kupikirkan?! Dasar bodoh! Sadarlah! - Pekiknya dalam hati dan ia kembali menggelengkan kepala.
Jovan hanya menatap Elish malas dan segera menyerahkan piyama itu pada Elish. Ia duduk di samping Elish, memperhatikan kegiatan yang dilakukan Elish. Ingin tahu apa yang dicari gadis itu di piyamanya.
***