Deru kuda besi berbunyi lagi, dengan perasaan tak menentu rasanya tak sabar untuk turun. Lalu beberapa menit kemudian semua berhenti. Gadis berambut panjang ikal memakai kemeja coklat dengan celana cream serta sepatu yang senada dengan kemeja, melangkahkan kakinya keluar dari pintu kereta, dengan sabar dan antri ia terus mencoba keluar karena pada saat itu ada banyak penumpang yang berasal dari luar kota. Ia sangat gelisah dan lagi-lagi melihat jam tangan. Ia menghela nafas sejenak, ia telah melewati 2 kali perayaan hari raya idul fitri tanpa menginjakkan kaki di kota wali ini. Dan kini, ia kembali.
Ada sesuatu yang ingin ia tumpahkan begitu ia sampai, kepada seseorang yang telah menjadi kepercayaannya sejak SMK. Sambil sedikit menunggunya, ia bersiap memakai earphone dan duduk dibangku tunggu penumpang dengan memutar music kesukaannya. Terkadang ia tertawa kecil mengingat masa-masa mereka bersama di sekolah menengah kejuruan dulu.
"Wityaaaa..hai hai"
Sapaan itu terdengar dan melambaikan tangan. Bersemangat menghampiri gadis itu. Ya, gadis itu bernama Adiwitya Anantavirya atau kerap disapa Witya. Pekerjaannya sebagai editor di Jakarta memaksanya untuk jarang pulang ke kampung halaman. Bukannya ia tak mau berkarir di Cirebon, ia hanya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan tawaran pekerjaan yang ia impikan sedari masa kuliah yaitu menjadi seorang editor professional.
" lama banget siiiiiih... sampai playlist laguku udah ku putar semua nih". " ampuuun iya maafkaan Witya wit wit hahahaha" tangan itu membelai rambut Witya seraya meminta maaf karena telah membuat Witya menunggu lama. Kerinduan hadir diantara mereka dan temu menjadi balasannya. Sahabat Witya, yang juga seorang masinis bernama Anarghya yang biasa dipanggil Ghya, menjadi tempat Witya mencurahkan segalanya dari perihal keluarganya hingga hal kecil seperti ketika Witya tertidur naik beca dari Jl. Tuparev menuju apotek kejaksan sampai dilihat semua orang. Receh memang, tapi membuat Witya malu dan tak lagi-lagi naik beca. Ghya menjadi sahabat Witya sejak Masa Orientasi Siswa ( MOS ) di SMKN 1 Kedawung . Ghya terkenal tampan dan tegas, tapi kalau urusan pelajaran dia paling malas. Pertama bertemu Witya ketika mereka sama-sama dihukum akibat tali sepatu yang tidak sesuai. Dari situ mereka saling membantu dan berbincang-bincang tentang segala hal. Ketika itu Ghya mengambil jurusan Multimedia sedangkan Witya mengambil jurusan Adminstrasi Perkantoran.
"ghyaaaaaa, aku cape gy..sumpah cape banget. Lemes rasanya" " kenapa lagi hah? Udahlah ku ajak kau makan dulu..mau makan apa?". " aku kangen nasi jamblang gy" " okeeee gaass cuy". Ghya dan Witya pun pergi menuju warung nasi jamblang dekat stasiun. Seperti biasa, Witya memesan perkedel dan tahu basah lalu tambah sambal 2 bungkus serta minum teh tawar hangat. Sementara Ghya memesan paru, tempe, telur puyuh dan yang pasti sambal 2 bungkus juga serta teh manis hangat. " Gy, apa aku mending berhenti jadi editor aja ya?" Kata Witya membuka pembicaraan. Ghya tersedak. Kaget mendengarnya. " Wit kamu serius? Ada apa sih? Please deh Wit, ini bukan Witya yang aku kenal lho". "aku cuma cape bertahan sendirian Gy. Karirku memang sukses, tapi tidak dengan kisah cintaku". Ghya mulai paham apa yang dirasakan sahabatnya.
Witya dikenal sebagai siswa terpintar satu sekolah bahkan ia diterima di Unsoed program studi S1 Sastra Indonesia melalui jalur beasiswa bidik misi yang diberikan oleh pemerintah. Ia mampu menyelesaikan pendidikan S1 dengan IPK 3,90 dan menyandang predikat Cum laude. Tetapi dimana ada kelebihan disitu pun pasti ada kekurangannya, seperti Witya yang beberapa kali gagal menjalin hubungan dengan seseorang. Ghya sampai tak mengerti apa yang kurang dari Witya sehingga ia selalu gagal soal percintaan. " Wit, aku tahu ini bukan yang pertama. Tapi bukan berarti kamu nyerah dan ngorbanin karir kamu. Inget Wit, yang kerja keras dan bangun untuk bangkit mengejar mimpi adalah diri kamu sendiri bukan dia. Dia hanya datang disaat kamu sudah berhasil dan kini ia pergi seenaknya begitu saja. Tak ada hak untuk merusak hidupmu seperti ini Wit" " bahkan belum sempat aku miliki Gy". Ghya sudah menganggap Witya seperti adiknya sendiri, mereka berbeda 2 tahun. " sudah Wiiit makan nasi jamblang yang banyak, kau boleh nambah sepuasnyaaa kalau perlu daun jatinya kau makan sekalian hahaha" " apaan sih gyyyy haha".
Selepas makan mereka balik ke stasiun karena ghya harus absen sebelum pulang. " Gy maaf ya aku ganggu terus waktu kamu ". " tenang kali Wit tadi aslinya memang sudah waktunya pulang Cuma belum sempat absen aja karena buru-buru nyamperin tuan putri Witya yang ngambek nunggu kelamaan hihihi " . " huuu Ghya jelek".
Ghya mengantar Witya pulang dari Stasiun Kejaksan menuju daerah Cideng, Kedawung. " Gy jangan langsung pulang yaaaa... kamu gamau denger cerita lengkapku? ". " iya deh ku ajak keliling-keliling dulu. Kau sakit hati karena siapa? " . " di Jakarta, aku sempat dekat dengan pengacara namanya Dika. Dia baik Gy, dia ngerti banget aku. Kami saling mengenal dan sangaaat dekat sampai aku tahu cerita-cerita tentang keluarganya. Aku mulai nyaman Gy, aku mulai sayang walaupun belum ada kejelasan apa-apa dari dia. Aku deket sama dia kurang lebih 3 bulan tapi aku senyaman itu, bayangin gyyy bayangin. Tiba-tiba dia datang Gy nyamperin aku ngasih buku favorit aku, awalnya aku seneng dong , namanya juga dikasih hadiah kan. Lalu dia buka pembicaraan ".
Witya menarik napas sejenak. Seperti akan menceritakan bagian terberatnya.
" dia bilang dia engga bisa terusin ini. Dia merasa bahwa semuanya akan sia-sia bila diteruskan. Dia menyerah sebelum memulai Gy, mulai terasa sakit hati aku. Lalu dia bilang bahwa dia engga bisa nemuin aku lagi, engga bisa ada disamping aku lagi. Dan kamu tahu? Ternyata dia mau nikah Gy, sama mantannya sendiri. Maksud aku, kalau memang dia sedari awal mencintai orang lain harusnya tidak memberi aku harapan kan Gy, iya engga sih? ". Witya mulai meneteskan air mata yang sudah dibendungnya sedari tadi. Witya merasakan lukanya sekali lagi. Usai sebelum memiliki. Sudah terlanjur nyaman tetapi susah lari dari bayang perasaan kepadanya.
" Hei, kamu cantik, kamu hebat, kamu pintar, kamu mandiri. Kamu adalah wanitaku yang paling kuat Wit." Ghya menepikan mobilnya sejenak. Ghya memegang wajah Witya " Wit, dengerin Ghya ya. Udah sampai sini aja sedihnya Witya soal cinta, besok-besok Witya harus senyum dan bahagia lagi. Sayang Wit air matanya untuk seseorang yang sama sekali engga mencintai kamu dengan utuh. Udah ya Wit, ada aku kok.. Anarghya yang akan ngejaga kamu gimanapun keadaan kamu" " Gyyyyyyyy" isak tangis Witya semakin keras dan langsung memeluk Ghya.
Tetapi kali ini berbeda, ada nyaman lain yang Witya rasakan, seperti lebih dari seorang sahabat. Tidak tidak. Ini tidak boleh terjadi. Witya dan Ghya adalah sahabat dekat yang sangat erat. Mungkin ini karena Witya sedang sedih saja. Witya melepaskan pelukannya. " Gy ke pantai yuk pengen liat senja " " ih kamu anak indie sekarang? " " ndasmuuu..ayo ah gaas ga pake lama" . " berasa supir pribadi kamu ini mah yaaa". Witya hanya tertawa keras mendengarnya.
Perjalanan kurang lebih 15 menit, akhirnya mereka sampai di Pantai Kejawanan. Banyak yang mengunjungi pantai ini dari anak-anak hingga orang dewasa dikarenakan biaya masuk yang sangat murah yaitu hanya dengan Rp 5000, saja. Penjual jajanan pun tak mau kalah meramaikan pantai ini. Perahu-perahu nelayan yang bersandar di tepi pantai, ada pula yang masih berlayar demi mencari barangkali masih ada sisa rezeki yang diberi Tuhan hari ini. Pasangan muda-mudi memadu kasih dipinggir pantai dan menyantap jajanan-jajanan yang ada disini. Semua tampak menikmati dengan bahagianya, tapi tidak dengan Witya yang masih dirundung sedih. " Udah ah Wit sedihnya, ini makan cilok kesukaan kamu. Nih kubelikan banyaaaak sekali sampai nanti kau bertelur keluarnya cilok " " heh Ghya paraaah haha".
" Gyyy"
"hmmmm"
" makasih ya gy"
"Untuk?"
" semuanya Gy, kamu benar-benar orang yang dikirim Tuhan untuk mendampingi apapun keadaan Witya. Aku beruntung ya Gy"
" iyalah kamu beruntung dapet sahabat kayak aku, langka dan terpercaya hahaha". Untuk pertama kalinya, Witya teduh melihat senyum Ghya. Ia merasa ingin tenggelam selama-lamanya dalam senyum Ghya. Tapi ia sadar, ada sekat yang membuat mereka tak bisa terikat. Senja pukul 5 sore benar- benar menenangkan Witya, ada senyum yang menjadi pelipurnya dikala sedih memaksanya untuk jatuh sedalam-dalamnya.