Chereads / RELUNG PALING PALUNG / Chapter 7 - Akhir Rangkaian

Chapter 7 - Akhir Rangkaian

Adzan subuh berkumandang, Witya bersiap untuk wudhu dan segera memakai mukenah lalu shalat subuh. Usai Shalat, tanpa berniat menggangu, ia berinisiatif membangunkan Syva karena takut waktu subuhnya terlambat.

" Va, Syyvaa.. bangun, shalat yuk" kata Witya membangunkan.

Syva berusaha membuka matanya yang bengkak akibat tangis semalam. " oh..maaf Wit aku engga shalat" kata Syva setengah mengantuk. Engga shalat? Witya bingung. Lalu sekilas Witya melihat kalung salib yang ada di lehernya. Witya menepuk jidatnya antara malu dan memang malu banget.

" aku tidur lagi engga apa-apa ya Wit? aku masih mengantuk" kata Syva dengan suara parau ciri khas orang baru bangun tapi masih mengantuk. " iya Va engga apa-apa, kamu tidur aja..nanti aku bangunkan pas waktu sarapan nanti". Sementara Syva kembali tidur, Witya memasak sarapan untuk mereka berdua. Witya memasak tahu tepung pedas dan tumis jamur. sengaja ia masak banyak untuk sekalian bekal makan siang. siasat anak kost dengan dalih agar irit.

Ditengah kesibukannya yang sedang memasak, ia kembali memikirkan kenyataan semalam. kini ia bingung harus mulai darimana sementara petunjuk sedikitpun tak ada. atau mungkin sebenarnya ada, hanya ia tak ingin kembali lagi kesana. kepalanya pening. ia pijat pelipisnya pelan-pelan. Ia dihadapkan pilihan antara harus melempar jauh-jauh egonya atau memilih mundur. Tiba-tiba ada dering telepon dari Smartphonenya, tertera nama Ghya disana.

" Assalamu'alaikum Wit, sore kamu dimana? ketemu yuk aku mau cerita" kata Ghya di sebrang sana.

" Wa'alaikumsalam , Ghy. aku engga tahu tapi mudah-mudahan udah di kos.an. kamu baik-baik aja kan? ada apa?" Witya panik takut terjadi apa-apa pada Ghya. " engga Wit, I'm fine . Cuma pengen cerita aja, sekalian aku bawain es choco redvelvet buat kaaau. yayaya?" Ghya memohon.

" iyaaaa ghy, kalo itu mah emang harus hahaha. yaudah nanti aku kabarin ya, aku mau kelarin masak nih" kata Witya

" ok witwiiiiit. see you cabatkooooh" kata Ghya, sedikit lebay. Witya yang mendengarnya langsung menutup teleponnya, jijik juga mendengarnya. Setelah masak-memasaknya selesai, ia tata nasi panas yang baru matang, tumis jamur pedas, dan tahu tepung pedas di karpet sebelah kasurnya karena kaki Witya tak bisa lama duduk di lantai yang tidak dialasi apapun, kedinginan dan berujung kram nantinya. tak lupa ia siapkan piring 2 buah, untuknya dan untuk Syva. ia pun membangunkan Syva. " Va sarapan yuk. perutmu jangan sampai tak ada isinya. ingat, sekarang ada nyawa lain dalam perutmu yang harus kau kasih makan juga" kata Witya.

" buat apa Wit? toh tidak ada yang menginginkan dia ada." kata Syva dengan tatapan kosong. " husst ah jangan gitu, ini semua bukan salah dia. dia ada diperut kamu juga bukan keinginan dia. dia tiba-tiba mengisi tubuhmu juga bukan kemauan dia....." Witya sedikit emosi. lalu melanjutkan kata-katanya, dengan nafas yang berat tapi mengecilkan volume suaranya "....ini salah cowokmu, dan kau juga..paham kan maksudku? maaf bukan berniat menyinggung" Witya sedikit kesal dengan Syva tapi juga kasian jika harus memarahinya. " iya aku makan. maaf ya Wit" kata Syva.

Witya hanya mengangguk dan memberikan 1 piring untuk Syva. " Va, nanti aku ke kantor Cuma absen aja ya bentar. kamu disini aja jangan kemana-mana. aku mau bantu kamu tapi kamu juga harus nurut sama aku supaya kita sama-sama nemu titik yang kita cari. nanti aku minta bantuan bang Iman juga pastinya." kata Witya tegas pada Syva. Sebagai seorang editor, Witya diperbolehkan mengerjakan pekerjaanya diluar kantor dengan alasan agar inspirasi banyak yang di dapat, bukan hanya di dalam kantor saja. Hari ini ia berniat mengawali membantu Syva mencari seseorang dan sampai rela hanya absen di kantornya. Untungnya ia sudah merampungkan deadline yang selama ini menyiksanya siang dan malam.

Sesampainya di kantor " mba Tyara, aku engga ngantor yaa cuma absen aja.. biasa cari insipirasi hehe" kata Witya laporan kepada Tyara. " nyari inspirasi apa interview di tempat lain lo? hahaha" tuduh Tyara. " sembarangan haha engga lah , beneran mau cari inspirasi. tapi aku ajak bang Iman juga".

"sekarang asisten lho si Iman? tumbenan " kata Tyara sedikit curiga. " sekali-kali hihihi bosen sendiri terus. Btw bang Iman mana, mba?" tanya Witya. " belum dateng dia. udah ah, gue mau ngebut kelarin kerjaan, biar bisa jalan-jalan sama anak dan suami." kata Tyara. Ia mencoba berkali-kali menelpon Iman tapi tak ada jawaban. lalu ia pun berinisiatif ke depan kantor, demi menunggu seorang Iman. Dan yaps! panjang umur. Iman datang dengan setelan kemeja rapih dan rambut yang ditata begitu klimis. Witya pun langsung menghentikan langkah Iman. " bang, baaaang.. abang cuma absen aja yaa sekarang. aku udah bilang ke mba Tyara kalo abang nemenin aku cari inspirasi naskah hari ini. buru absen dulu" kata Witya memaksa Iman. " baru kali ini gue dipaksa ini itu sama bocah, udah mah bocahnya elu pulaaaa" Iman memutar bola matanya malas. ia pun hanya absen dan langsung ditarik Witya ke mobil, mobil Iman sih lebih tepatnya.

" terus mau kemana sekarang? lo masih inget tempat kerjanya dulu?" tanya Iman." masih bang, tapi sebelum itu kita ke dokter kandungan dulu ya" kata Witya " LO HAMIL WIT?! YA ALLAH GUE ENGGA NYANGKA SUMPAH" Iman kaget, dibuat-dibuat sih sebenernya. Witya pun refleks memukul kepala Iman pakai buku setebal kamus Indonesia-Inggris 15 Milyar. " BUKAN AKU WOY! tapi Syva" kata Witya. Lalu Witya menceritakan detailnya soal oborlannya dengan Syva semalam. Iman pun tak kalah kaget dengan Witya. Ditambah ia geram ada lelaki setega itu kepada wanita. ia yang kini ingin diberi kesempatan kedua agar bisa mencintai lagi, eh malah ada lelaki yang menyia-nyiakan bahkan merusak cinta dan kehormatan wanita.

mereka pun menjemput Syva di kost Witya " Va, yuuk berangkat" ajak Witya " mau kemana kita?" tanya Syva. " kita ke dokter kandungan dulu. biar gimanapun , bayimu harus dicek keadaannya sehat apa ada masalah. kita jangan sampai melibatkan dia dalam masalah dengan mentelantarkan keadaannya" kata Witya. Syva yang merasa pasrah hanya nurut saja ajakan Witya.

Lalu mereka pun sampai di rumah sakit. mereka masuk kedalam ruangan dokter kandungan. hari itu sepertinya tak banyak pasien yang konsultasi maupun berobat jadi mereka tak perlu antri panjang. hanya Witya dan Syva yang masuk, Iman menunggu diluar " Bayinya sehat tapi rawan jika terjadi sesuatu, bu . Diusia kandungan yang sudah menginjak 4 bulan ini, harus jaga pola makan dan yang paling penting harus bahagia terus..jangan stress karena akan mempengaruhi kondisi bayi dalam kandungan" kata dokter kandungan menjelaskan kepada mereka. Syva yang mendengarnya langsung menitihkan air mata. entah bahagia atau merasa tersiksa. tetapi Witya mengerti dengan kondisinya yang seperti ini. setelah memeriksakan kandungan Syva, mereka pun kembali ke kost Witya " aku engga ikut kalian nyari nih?" tanya Syva heran. " engga usah va, kita aja. kamu istirahat aja, kasian bayi mu takutnya nanti lelah" kata Witya, dengan muka datarnya. " tapi wit.." kata Iman. " bang.." Witya memberi isyarat pada Iman agar ia menurut saja. setelah Syva masuk ke dalam kamar, mereka mulai pencarian. " Bang, kita mulai cari di kantor notaris tempat ia kerja dulu. aku masih inget, ini alamat dan petunjuk jalannya" Witya menunjukkan arah peta digital di samrtphonenya kepada Iman. Iman yang mempunyai passion dalam hal cari-mencari, langsung tancap gas ke tempat tujuan. " jauuh banget sih Wit ah elaaah" keluh Iman. " bisa engga usah protes engga bang?" Witya sedikit kesal. Jika ia sudah memasang muka kesal, biasanya Iman langsung nurut dan tak banyak bicara. " bang hari ini jangan sampai sore ya. Ghya mau dateng ke kos.an ku hehe" kata Witya.

" ah lagu lama lho. ketemu Ghya tapi engga pernah mau ngomong apapun" sanggah Iman. Witya terdiam. selama ini ia memang tak pernah mengatakan apapun yang membuat hatinya gelisah, hingga saat ini.

Sesampainya di kantor Notaris yang dituju, Witya buru-buru langsung mencari nama yang ingin ia labrak dari kemarin-kemarin . " Wit, lo yang tenang ya" kata Iman berusaha menenangkan Witya. Witya hanya meliriknya sebentar dan langsung turun dari mobil. ada amarah yang tak bisa dibendung lagi. ada kekesalan yang harus ditumpahkan. entah bagaimana hasilnya, Witya hanya ingin semuanya selesai. belum sampai ia menginjak teras kantor, si target sudah keluar duluan . " DIKAAA!!" Witya teriak. masa bodo ia ditonton semua orang. Dika gelagapan. terkejut ada Witya datangke kantornya. "aa..ada apa Wit? tumben. kan aku udah bilang kalau kita udaah..." belum sempat Dika menuntaskan kalimatnya, tangan Witya sudah melayang tepat mendarat di pipi Dika dengan sangat keras. Dika ditampar Witya di depan teman-teman kantornya. " GILAAA YA LO! MANUSIA APA BUKAN HAH!" Satu tamparan lagi ia hadiahi untuk Dika. Iman yang bingung harus bagaimana akhirnya menyeret Dika dan Witya keluar lalu masuk ke mobilnya. lalu ia tancap gas pergi dari kantor tersebut.

Witya kembali melanjutkan emosinya " lo waras engga Dik? hah?! laki-laki macam apa lo sampe tega biarin wanita lo nanggung penderitaan sendirian" matanya memanas, mukanya memerah. " ngomong apa sih lo Wit? hah?" kata Dika, hampir menampar Witya namun keburu ditahan oleh Iman. " engga usah kasar sama wanita booss! berani tampar Witya, gue tempelin muka lo di mesin mobil gue. meleleh, meleleh dah lo!" Iman ikut tersulut emosi. " Lo pasti tahu kan yang namanya Syva? Jangan pura-pura engga tahu lo!" disaat emosi seperti ini, kata "lo-gue" pasti keluar dari mulutnya. Seperti maling yang ketahuan nyuri mangga, Dika panik tak tahu harus jawab apa. " JAWAB DIKAAA!!!" Witya teriak. " Lo dulu ninggalin gue dengan alesan kita engga cocok dan lo malah nikah sama mantan lo. dan ternyata selama gue deket sama lo, ternyata lo udah ada hubungan sama orang lain. dan parahnya lagi, lo udah rusak dia dan engga bertanggung jawab. BIADAB YA LO DIK!" emosi Witya sudah tak bisa dikontrol. Iman yang menyetir hanya bisa diam dan tahan emosi. " guee..guee.. bukan maksud ninggalin dia Wit. Gue cuma bingung aja harus gimana. keluarga gue udah malu banget sama kejadian waktu itu dan nyuruh gue buat ninggalin Syva" kata Dika tertunduk malu. Witya yang mendengarnya semakin ingin menghajarnya habis-habisan. Enteng sekali, fikirnya. " Untung Ayah gue nolak lo waktu lo bilang mau serius sama gue! apa jadinya kalo dulu gue nrima lo. sekarang lo harus tanggung jawab! jemput Syva, dik" kata Witya , setengah menahan amarah.

" gue engga bisa Wit. gue udah punya cewek sekarang, gue engga mungkin nikahin Syva. lagian lo tahu darimana tentang Syva dan kenapa Syva bisa sama lo? kenal dimana?" kata Dika. " PERSETAN GUE KENAL DIMANA. gue engga nyangka Dik sumpah" kata Witya. " LO HARUS TANGGUNG JAWAB !!" Kini gantian, Iman yang emosi. Semua kalut. Witya yang lemas akibat emosi yang terlalu ia keluarkan. Dika yang kini, entah menyesal atau tidak, hanya bisa menunduk ciut. tetapi ada yang berbeda dengan emosi Iman, diam-diam, sepertinya ia yang paling tidak terima dengan keadaan Syva yang disia-siakan Dika.

mereka sampai di kost Witya. sebelumnya Witya meminta ijin kepada ibu pemilik kost agar mengijinkan lelaki masuk kamarnya. ia ingin Syva bisa bicara 4 mata dengan Dika. mengungkapkan alasan masing-masing agar jelas dan meneumi titik terang. dengan sedikit memohon, yang awalnya ibu kost menolak keras ada cowok masuk ke kamar, tapi dengan alasan Witya akhirnya ia luluh dan mengijinkan. " Va.. ada yang mau ketemu kamu" kata Witya. Syva yang melihatnya hanya termangu kaku. matanya memanas. ada amarah yang menggunung disana tapi tak bisa diungkapkan karna rasa sayang yang menutupinya. betapa penderitaannya selama ini ingin diselamatkan oleh seseorang. Witya yang tak ingin mengganggu, akhirnya membiarkan mereka bicara.

sementara itu, Witya dan Iman menjauh sedikit dari kost Witya. Iman menepikan mobilnya di tepi taman yang tak jauh dari sana. "kan gue udah bilang Wit, kita engga usah terlibat masalah ini. ini hanya masalah intern mereka aja.." Iman resah dan gusar, ia acak-acak rambutnya sendiri. " kenapa sih bang? abang engga ikhlas bantu Witya? ya ampun bang, Cuma segitu aja kan Witya udah bilang kalaau...." belum selesai ia bicara, tiba-tiba Iman memotong. " SYVA MIRIP CEWEK GUE YANG MENINGGAL WIT. lo engga tahu betapa tersiksanya gue bantuin lo? bukannya gue engga ikhlas tapi dengan ngeliat Syva sama aja gue kayak lagi mandangin cewek gue. bedanya dia hijab dan Syva engga. bedanya dia muslim dan Syva non-muslim. gue yang berusaha udah engga ingat-ingat dia lagi, tiba-tiba memori gue dan dia menguap lagi dengan kehadiran Syva. GUE JADI RINDU DIA WIT. Semua yang ada diri Syva, SEMUANYA MIRIP CEWEK GUE" tangis Iman pecah. Witya yang baru melihat Iman menangis, terkejutnya bukan main. " makanya asal lo tahu Wit, gue yang sebenernya paling engga terima dengan keadaan Syva begitu. entah Wit, apa karena dia mirip cewek gue atau apa, tapi jujur...gue engga mau Syva menderita seperti itu. yaaaa meski sekarang ia udah hancur, tapi..tapi...taapiii..guee..pengen nyelamatin dia Wit" dengan tangis yang sudah membanjiri pipinya, Iman hanya menatap kedepan dengan tatapan kosong. " Bang.." Witya mengelus-elus punggung Iman menenangkan. " kita balik lagi yuk, aku rasa..mereka udah selesai bicara" ajak Witya.

ketika mereka kembali ke kost, tiba-tiba kostnya menjadi heboh. anak-anak kost ada yang teriak, ada juga yang berhamburan keluar. kamar Witya pun dipenuhi anak-anak kost yang lain. " ada apa sih ini? ada apaaa?" Witya bingung. begitupun dengan Iman.

" Astagfirullah, syyyvaaaa..." Witya sontak kaget. kondisi Syva tergeletak tak berdaya dengan busa putih keluar dari mulutnya. " Wit, lo panggil ambulance. gue mau pergi dulu" Iman segera berbegas menuju mobilnya dan pergi ke suatu tempat. akhirnya dengan dibantu anak-anak lainnya, Witya membawa Syva ke rumah sakit redekat. Witya takut Syva kenapa-kenapa. selama perjalan menuju rumah sakit ia terus memegangi tangan Syva. " Va..sadar vaaa"

Syva pun langsung dilarikan ke IGD. Witya tidak diperbolehkan masuk ke dalam dan hanya boleh menunggu diluar. kini ia bingung harus menelpon siapa. Iman pun belum kunjung menyusulnya. ia merasa bersalah meninggalkan Syva dan tak mendampinginya sewaktu Syva bersama Dika tadi. ia takut jika ada apa-apa dengan Syva dan bayinya, sudah dipastikan ini salah Witya. ia tak menyangka akan mengalami hal semengerikan ini. ia takut. ia sendirian. ditengah kekalutannya. Ghya menelpon Witya " Wit, kamu dimana? ini kok kost kamu heboh banget....manaa..ada yang ngomongin kamu lagi" kata Ghya. " aku di rumah sakit Ghy, nanti aku ceritain. kamu kesini aja ya. maaf kita ketemunya di rumah sakit aja ya" kata Witya lemas. ia tak memikirkan keadaannya kini. rambut acak-acakan, muka berminyak, baju yang berkeringat banyak tak ia pedulikan. Difikirannya sekarang hanya semoga Syva dan bayinya selamat.

selama 4 jam Witya menunggu dan tak beranjak dari sana. akhirnya tindakan untuk Syva selesai, dokter pun langsung keluar. " saudara walinya pasien bernama Syva?" kata dokter. " iya dok, gimana Syva?" tanya Witya begitu khawatir. " ia terlalu banyak menelan racun, kondisi tubuhnya tak kuat menahan itu dan sangat beresiko untuk bayinya. kalaupun dipertahankan, usia kandungannya tak akan lama dan malah akan sangat membahayakan kondisi si ibu dan bayi tersebut...." dokter menarik nafas dengan berat, tak tega mengatakan ujung kalimatnya "...jadi maaf, kami hanya bisa menyelamatkan ibunya, tidak dengan bayinya. sekali lagi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya" kata dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Witya sendiri. ia jatuh terkulai. ia menangis sejadi-jadinya. ia menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Syva. Satu jam kemudian, Syva dipindah ke ruang perawatan. Lalu Iman datang. " darimana aja sih bang?" tanya Witya. " gue habis ngasih pelajaran ke orang yang jiwanya udah kayak setan. Dia yang ngeracunin Syva, Wit. gue samperin ke tempat ia biasa nongkrong. bisa-bisanya habis nyelakain anak orang, terus santai ngopi sama temen-temennya. gila tuh orang!" Kata Iman tergopoh-gopoh. "terus gimana Syva, Wit?" tanya Iman. "dia selamat, tapi bayinyaa..bayinyaa..engga bisa diselamatkan. ini semua salah aku bang" Witya terunduk dan lagi-lagi hanya bisa menangis. " bukan salah lo Wit, lo udah tepat berusaha bantuin Syva. Dika sekarang udah dapet balasannya Wit. gue udah serahin ke pihak berwajib. semoga dia belajar dari kesalahannya yang engga bisa gampang buat dimaafin" Iman berusaha menenangkan.

Lalu Syva tersadar, ia memegangi perutnya. " Wit, bayiku kemana? kok perutkuu? Wit bayiku kemanaaa...?" kata Syva parau. " Maaf Va, kamu yang tenang yaaa.." kata Witya dan langsung memeluknya. " gimana hidup aku sekarang? bahkan bayiku satu-satunya, yang aku punya, kini hilang. aku engga punya apa-apa sekarang. lalu sekarang aku akan bersama siapa kalau bukan dengan bayiku" Syva terkulai lemas. " gue yang nemenin lo, Va. gue yang akan bertanggung jawab atas segala hidup lo. lo akan puny ague dan engga taku sendirian karena ada gue" kata-kaa Iman tadi mengejutkan mereka berdua, terutama Syva " Bang..serius?" tanya Witya heran. " iya gue serius, jujur pertama kali liat Syva, gue langsung inget mantan gue yang udah meninggal. gue tepis rasa ini kuat-kuat takutnya hanya karena mirip. tapi lama-lama gue engga bisa memungkiri ini semua. maaf terlalu cepet, tapi jujur gue mau nemenin hidup lo, Va. engga peduli sehancur apapun hidup lo." pernyataan Iman begitu tegas dihadapan Syva. Syva tak bisa berkata apa-apa. ia berkaca-kaca mendengar perkataan Iman.

bahwa ternyata Cinta itu milik mereka yang benar-benar merasakannya. Ketika cinta itu hadir diantara dua insan manusia, yang terjadi pada diri mereka hanyalah saling menerima satu sama lain. karena ketika sudah memutuskan untuk memilih, bukan lagi mempersoalkan siapa yang sempurna, tapi bagaimana agar berdua bisa jadi sempurna. betapa cinta pun bisa dimiliki oleh orang sehancur Syva, yang awalnya tak punya harapan untuk hidup, lalu akhirnya ditemukan oleh pria yang tepat dihadapannya kini.

Iman pun sekarang dengan setia menemani proses penyembuhan Syva. Lalu Ghya datang menjemput Witya " Wit, kamu..kok sekacau ini..ada apa?" Ghya heran. tanpa basa-basi, Witya langsung memeluk Ghya dan menceritakan semuanya. tapi ada yang janggal, ketika ia memeluk Ghya, Ghya tak balik memeluknya. " oh iya Ghy, tadi katanya kamu mau cerita apa?" tanya Witya. dengan muka berbinar kegembiraan, Ghya mulai bercerita " Wit, tau engga? sekarang aku lagi deket sama cewek. aku kenal dia pas aku dines ke Malang. dia cantik Wit, rambutnya panjang. pokoknya idaman aku banget lah.. hmmm kira-kira kapan ya Wit aku nembak dia? gimana menurut kamu?" . Bak disambar petir di siang bolong, Witya hanya termangu mendengar cerita Ghya. seketika hatinya runtuh tanpa bisa ditahan. dan sekarang Ghya bertanya bagaimana , kepadanya? sudah pasti Witya ingin menjawab tidak setuju!. tapi ia pun tak akan berani mengatakan itu di depan Ghya. Ghya tampak bahagia menceritakannya. rasanya ia ingin berhambur menghindar dari hadapan Ghya. " oh..yaaa..tembak aja Ghy..gampang..hehe" jawab Witya dengan senyum yang sangat dipaksakan. "dukung aku ya Wit, bantuin..okeee?" Ghya merangkul Witya " hmmm.." Witya kehabisan kata. Ghya sahabatnya, ia ingin Ghya bahagia, lalu bagaimana dengan hatinya?.

sementara mereka berdua mengobrol, ada pasang mata yang memperhatikan mereka dari jauh."Mad, kayaknya aku balik ke Purwokerto deh sekarang. minta tolong bilang ke salah satu mahasiswa ku ya, besok perkuliahan dimulai pukul 07.00 WIB dan harus tepat" katanya tanpa banyak kata langsung menutup teleponnya. ada hati yang hancur karena harapan, ada pula yang melebihi itu.