Pria tua membuka pintu gerbang Istana Dingin dengan kedua tangannya, tampak pemandangan tidak asing yang sering dilihatnya selama 3 tahun. Tapi tempat itu lebih tidak terawat setelah 3 bulan ia tidak melihatnya. Itu adalah sebuah halaman yang tidak terawat dengan ilalang yang kini setinggi tubuh manusia dewasa. Diantara ilalang yang tumbuh dengan liar itu terdapat sebuah jalan setapak terbuat dari tumpukan batu yang tersusun dengan rapi menuju sebuah rumah tak terurus yang terbuat dari kayu dengan ukuran cukup luas dilengkapi teras luas yang terlihat sangat nyaman untuk bersantai.
Dari jauh tampak seorang pemuda lemah yang sedang sibuk mengepel lantai kayu dengan merangkak menggunakan kain basah. Sedikit demi sedikit ia membersihkan lantai yang sudah berdebu hingga keringat cukup deras membasahi baju putihnya yang kini tampak kotor karena noda debu. Kemudian ia mengambil air bersih untuk mengganti air kotor dari baskomnya, wajah pemuda itu tampak sangat pucat bibirnyapun memutih seperti orang yang mengalami anemia tapi ia memaksakan diri untuk bekerja.
Clangg!
Baskom berisi air ditangan pemuda lemah itu jatuh berhamburan menggenangi lantai karena tangannya gemetar dan tak kuat menahan beban dari baskom yang berisi air tersebut.
Wajah pucat pemuda lemah itu tampak pilu sambil memandang kedua tangannya yang masih gemetar hebat hanya karena mengangkat sedikit beban. Saat lengan bajunya tersingkap, nampak luka bakar di kedua pergelangan tangannya dan pada kedua pergelangan kakinyapun terdapat luka yang sama. Beberapa saat kemudian pemuda itu menoleh kearah taman karena menyadari kedatangan gurunya, iapun langsung tersenyum bahagia dan tulus untuk menyambut kedatangan guru musiknya.
Pria tua memandang pemuda lemah itu dengan tubuh gemetar dan ketakutan seakan ia menghadapi kematian di depannya. Saat pemuda lemah itu menoleh dan tersenyum kearahnya bulu kuduknya seketika berdiri.
*******************************
( 3 bulan yang lalu)
Tiga bulan yang lalu, ada perayaan tahunan di Ibu Kota Kekaisaran Samaratungga dan semua orang begitu bahagia merayakannya. Momen ini digunakan sebagai alasan semua kasim dan dayang yang bekerja di Istana Dingin untuk cuti. Sudah seminggu setelah perayaan, tapi para kasim dan dayang tak juga kembali bekerja di Istana Dingin. Ilalang mulai tumbuh tinggi tak terawat, debu mulai mengotori meja dan lantai, tumpukan baju kotor mulai menggunung. Pemuda lemah yang terkurung di Istana Dingin kini harus memasak sendiri untuk memenuhi kebutuhannya padahal dia tidak bisa bekerja berat karena otot-otot vitalnya telah dibakar hingga terputus dan menjadikannya tak ada bedanya dengan orang cacat.
Terdengar suara langkah kaki yang mendekat, itu adalah suara langkah kaki dari pria tua yang merupakan seorang guru musik. Pemuda lemah itu tersenyum tulus pada gurunya, karena dia adalah orang pertama yang membuatnya merasa lega dari rasa kesepian. Melihat senyuman itu, pria tua yang bernama Jauhary membalasnya dengan sedikit tersenyum sekedar untuk membalas keramahan pemuda lemah di depannya.
Jauhary sudah menjadi guru melukis dan guru musik selama 3 tahun di Istana Dingin. Dia adalah satu-satunya orang yang mau melakukan pekerjaan ini karena himpitan ekonomi. Seminggu sekali ia memaksakan tubuh tua rentanya untuk datang keistana dingin sambil menggendong sebuah kecapi yang terbungkus kain coklat.
Jauhary berjalan menaiki tangga yang tidak terlalu tinggi dan duduk di teras luas yang merupakan tempat ia mengajar selama ini. Kemudian ia menempatkan kecapi itu dengan lembut diatas meja. Ia mulai memainkan kecapi dengan indah dan lembut sambil menjelaskan mengenai musik yang ia mainkan. Angin sepoi-sepoi mulai berhembus menyibakkan rambut putihnya pelan. Sedangkan pemuda lemah di depannya duduk dengan sopan dengan sebuah kecapi putih berukiran indah dihiasi batu bermata didepannya. Ia dengan seksama mengamati permainan musik yang diajarkan gurunya.
Satu judul lagu telah selesai di mainkan, kini giliran pemuda lemah untuk menirukan apa yang barusan telah di ajarkan. Pemuda lemah itu duduk didepan kecapi dan memulai menirukan satu judul lagu yang baru di dengarnya. Meskipun otot-otot tangannya telah terputus, tapi jari-jarinya masih memiliki cukup tenaga jika hanya sekedar untuk memetik senar kecapi ataupun memainkan seruling. Saat ia memetik senar kecapi, jari-jarinya begitu lincah dan lembut hingga membuat siapapun yang mendengarnya akan terlena oleh permainannya. Senyumanpun tak sadar tergambar di bibir jauhary karena mendengar permainan kecapi yang jauh lebih baik dan lembut dari permainannya. Tiba-tiba permainan musik terhenti di tengah.
"?.... Ada apa, apa Pangeran lupa bait selanjutnya? " tanya Jauhary.
Pangeran mengangguk.
Kemudian Jauhary mencontohkan kembali permainan musiknya tapi lagi-lagi pangeran sulit mengingat lanjutannya hingga membuat Jauhary terus mengulang-ulang lagu yang sama hingga pangeran benar-benar ingat dan bisa memainkannya.
Matahari semakin bergerak kearah barat tanda waktu semakin sore, tapi pangeran tak kunjung mampu mengingat permainan yang diajarkan Jauhary. Ia pun menutup kembali kecapinya dengan kain berwarna coklat dan menggendongnya bersiap pulang. Pangeran dengan sopan mengantar gurunya.
Melewati pintu gerbang kayu yang kini tertutup, Jauhary berpikir. "pangeran ini sangat berbakat, tapi sayangnya dia sangat pelupa dan membuatku terpaksa harus berlama-lama di tempat ini. "
Pangeran kembali duduk di belakang kecapinya yang masih ada diatas meja. Kemudian ia mulai memainkan kecapinya dengan lihai dan sempurna tanpa satu baitpun terlewat hingga satu judul lagu selesai ia mainkan. Sebetulnya saat ia pertamakali mendengar permainan musik itu, ia langsung bisa mengingat semua bait dengan sempurna tapi rasa haus karena kesepiannya membuatnya berpura-pura tidak bisa memainkan musik dengan baik agar gurunya mau menemaninya sedikit lebih lama.
Dilorong Istana Kekaisaran Samaratungga, Jauhary berjalan keluar istana sambil berpikir. "awalnya aku takut mengajari pangeran karena tersiar kabar bahwa dia adalah pangeran terkutuk. Tapi setelah 3 tahun aku mengajarinya melukis dan memainkan berbagai alat musik, ternyata dia adalah anak yang sangat baik dan sopan, sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa dia adalah orang yang berbahaya...." jauhary menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan.
Malampun tiba dan kini terasa sepi kembali, pangeran masih duduk dibelakang kecapinya dengan wajah yang mendongak kearah langit memandang bintang yang gemerlapan diatas langit. Sudah banyak lagu ia mainkan tapi semua itu tidak dapat mengusir kesepian di hatinya. Ia masih mengingat dengan jelas bait-bait lagu yang pernah di dengarnya 8 tahun lalu hingga membuatnya terkapar berhari-hari tak sadarkan diri hanya karena mendengar 5 bait lagu dari jarak jauh.
Ia pernah bertanya pada Jauhary.
"guru, apakah ada jenis musik atau lagu yang bisa membunuh orang? "
"ada, tapi lagu itu sudah hilang entah kemana, bahkan mustahil ada orang yang bisa memainkannya. Selain tingkat kesulitannya sangat besar, dampak mengerikan yang ditibulkannya juga membuat lagu tersebut mustahil untuk dipelajari. Nama lagu itu adalah Soneta Iblis." jawab Jauhary dengan wajah serius.
Meski mengingat bahaya dari Soneta Iblis, jauh dalam hatinya sedang menggelitik rasa penasaran yang sangat kuat selama 3 tahun ini. Tapi saat mengingat betapa menderitanya ia karena dampak mendengar setiap bait dari Soneta Iblis, membuatnya seringkali mengurungkan niatnya untuk memainkan 5 bait yang masih sangat jelas di ingatannya tersebut. Ditambah lagi ia tidak ingin ada seorangpun yang mengalami kejadian mengerikan yang pernah ia alami dulu. Tapi hari ini berbeda, hari ini semua orang yang ada di kediamannya belum ada yang kembali dari cuti. Ditambah lagi sudah 3 tahun tidak ada prajurit yang mau melewati ataupun berpatroli disekitar gerbangnya dan bangunan terdekat dari istana dingin hanyalah asrama dayang yang jaraknya terbilang jauh dari istana dingin. Karena itu rasa penasaran semakin kuat merayu pikirannya. "jika aku memainkannya apakah aku akan mengalami apa yang telah aku alami 8 tahun yang lalu?.... Jika aku hari ini mati karena dampak dari Soneta Iblis, mungkin itu bukanlah hal yang buruk. Karena aku tidak perduli lagi dengan hidup atau mati... " ia-pun mulai memainkan Soneta Iblis, satu bait ia mainkan dengan indah dan sempurna yang membuatnya menyadari bahwa tubuhnya baik-baik saja setelah merampungkan satu bait dari Soneta Iblis. Bait kedua pun ia mainkan dengan sempurna, sama seperti sebelumnya tubuhnya baik-baik saja dan melanjutkan memaikan bait selanjutnya. "apakah mungkin Soneta Iblis ini tidak berbahaya jika dimainkan oleh orang selain orang itu?"
Bibirnya tersenyum saat 5 bait dari Soneta Iblis telah rampung ia mainkan dan tidak ada hal buruk yang terjadi pada dirinya.
Beberapa jam kemudian terdengar kegaduhan seperti ratusan tentara yang berlarian dengan panik diluar gerbang Istana Dingin. Tiba-tiba beberapa tentara merangsek masuk kedalam pintu gerbang Istana Dingin dengan mengacungkan senjata mereka kearah putra satu-satunya Kaisar Baykyu yang bernama Pangeran Arima.
"?!!!" Pangeran Arima sedikit terkejut atas kedatangan mereka.
Raut wajah ratusan tentara itu sangat pucat seakan menghadapi kematian, meski begitu dari sikap mereka, mereka seakan sudah mempersiapkan diri untuk mati jika terjadi hal yang tidak di inginkan dan dengan mantap menggenggam senjata ditangan mereka.