Chereads / imperial on the ocean ice / Chapter 56 - chapter 4 - tembok raksasa

Chapter 56 - chapter 4 - tembok raksasa

Seutas tali mengikat leher Chen Xu dengan kuat dan menyeretnya bak hewan yang tertangkap oleh pemburu. Warna wajahnya seketika memerah, bola matanya melotot seakan mau keluar dari tempatnya, mulutnya menggangga mengeluarkan air liur merasakan sakit di lehernya, suara geraman aneh terpekik dari tenggorokannya dan ia sulit bernafas karena lehernya terlilit tali yang menyeretnya dengan cepat. Tangannya berusaha membuka tali yang mengikat lehernya dengan berharap setidaknya tali itu bisa sedikit kendur untuk meringankan cekikan. Tapi tangan mudanya tak mampu meringankan cekikan tali yang ditarik oleh seekor kuda hingga jauh dan menimbulkan banyak luka terseret hampir di seluruh tubuhnya.

Setelah cukup jauh, kuda yang menyeret tubuh Chen Xu berhenti atas komando penunggangnya. Tanpa berpikir panjang Chen Xu melepaskan tali dilehernya dan dengan kalap menghirup udara sebanyak-banyaknya. Jantungnya berdetak kencang, rasa takut menguasai dirinya hingga keubun-ubun. Matanya berputar-putar mencoba memahami situasi yang dia alami saat ini. Kemudian dia melihat dua orang pria berkuda yang tidak terlihat wajahnya karena gelapnya malam dan tak jauh darinya, ia melihat Baili Tusu yang tak sadarkan diri dengan seutas tali yang masih terikat di lehernya.

Chen Xu panik, dengan merangkak ia mendekati Baili Tusu untuk memastikan kondisinya "Ba, baili.. Baili... " dengan cepat ia membuka tali di leher Baili Tusu dan memastikan bahwa jantungnya masih berdetak.

Sedikit tergambar kelegaan diraut wajah Chen Xu saat ia merasakan detak jantung yang masih terasa di dada Baili Tusu.

"apa kamu sudah puas? " ucap seorang pria yang menaiki kuda.

"?!...." Mendengar suara itu, Chen Xu langsung mengerti pemilik dari suara itu. Itu adalah suara dari orang yang sangat ia kenal yaitu salah satu dari anak buah penjual budak yang bernama Genro. "......" Menyadari itu Chen Xu menelan ludah dan berkeringat dingin dan hanya bisa terdiam tak bisa menjawab pertanyaan dari Genro.

"kalian sudah menghirup udara kebebasan meskipun hanya satu hari, sudah saatnya kalian kembali dalam barisan para budak." ucap Genro.

"........" Chen Xu tidak sudi kembali tapi ia menyadari bahwa dirinya hanyalah anak-anak yang belum dewasa dan lemah.

"kalian mau kembali dengan baik-baik atau dengan paksa?" Genro mengancam dengan suara datar.

Dengan berat hati Chen Xu menjawab. "...a, aku mengerti... Kami akan kembali."

...............¤¤¤¤¤¤............

Kreeet... Kreeet...

pangeran Arima menarik ember air dari dalam sumur.

"?!!!" tiba-tiba kedua pergelangan tangannya sakit dan kehilangan kekuatannya hingga ember air jatuh kembali kedalam sumur. Byurrr!!!

Tangannya yang dulu lincah dan kuat kini tidak berguna, bahkan hanya untuk mengambil air tangannya sudah gemetar hebat dan rasa nyeri mengiringinya. Luka bakar dipergelangan kaki dan tangannya bukanlah luka biasa yang bisa di sembuhkan oleh Healer level 10 sekalipun.

Growl..... Suara perut pangeran Arima terdengar.

Sudah lebih dari 3 bulan dayang dan kasim tidak kembali bekerja di kediamannya. Karena itu pangeran Arima terpaksa melakukan segala hal sendiri,  tapi untuk melakukan pekerjaan rumah sangatlah berat. Hanya untuk memasak saja ia menghabiskan banyak energi sehingga sulit baginya untuk mengerjakan pekerjaan lainnya seperti mencuci dan membersihkan rumah. Rambutnya yang biasa terikat dengan rapi kini terurai lepas kusut tak tertata dan bajunya nampak banyak noda disana sini.

"aku tidak bisa melakukan semua ini sendirian..." pangeran Arima menyadari kelemahannya dan ia berjalan keluar gerbang Istana Dingin yang tak pernah terkunci.

"meskipun gerbang ini tak pernah terkunci, tapi aku tidak pernah sekalipun melanggar perintah ayah untuk tidak keluar melewati pintu gerbang ini selama 3 tahun.... Aku merasa seperti orang bodoh menuruti perintah seseorang yang bahkan tidak pernah melihatku." untuk pertamakalinya setelah 3 tahun, pangeran Arima melangkahkan kakinya keluar pintu gerbang Istana Dingin.

Ia melihat pemandangan diluar tembok Istana Dingin yang begitu sepi dengan lorong yang luas dan rumit bak puzzle dengan dinding tinggi menjulang. Pangeran Arima berjalan menyusuri lorong-lorong itu tanpa takut tersesat setelah cukup jauh berjalan ia melihat beberapa tentara yang berpatroli tampak ketakutan saat melihatnya. Mereka mengacungkan pedang dan tombak mereka tapi tak ada satupun dari mereka yang berani menyerang. Mereka seperti kumpulan kucing yang ketakutan dan waspada saat melihat singa yang berjalan melewati mereka.

Kemudian datang Jenderal muda dengan wajah mengeras dan mengacungkan pedang ditangannya. Dengan menguatkan hati ia menghalangi langkah Pangeran Arima untuk keluar dari gerbang Istana Samaratungga. "kamu tidak boleh keluar! "

Sorot mata Pangeran Arima hanya menatap dingin kearah Jenderal muda yang terlihat begitu tegang di hadapannya. Kemudian ia berjalan mendekat dan menepis pelan mata pedang dari Jenderal muda dengan punggung tangannya.

Bulu kuduk Jenderal muda seketika berdiri saat jarak pangeran Arima dengannya kurang dari 1 meter.

"sampaikan pada para menteri, aku membutuhkan pelayan dan kasim di Istana dingin segera." pangeran Arima memberikan pesan dengan suara lirih seperti berbisik. Kemudian ia kembali berjalan ke Istana dingin.

Jenderal muda beserta tentara yang berada disana seketika bernafas dengan lega saat bayangan pangeran arima hilang di balik tembok yang berliku. Seakan ketakutan yang barusan mereka rasakan hanyalah sebuah kebohongan.

...............¤¤¤¤¤¤...............

Bekas jeratan tali masih terlihat jelas di leher Chen Xu dan Baili Tusu, dengan tubuh yang dipenuhi dengan luka mereka berjalan dengan terbelenggu tali diantara barisan para budak.

Ini adalah hari ke 29 mereka berjalan kaki, dari jauh terlihat sebuah bangunan raksasa hingga membuat semua mata para budak terbuka lebar-lebar saat melihat bangunan yang sangat besar. Bahkan puluhan kali lebih besar dari semua bangunan yang pernah mereka lihat seumur hidup. Jutaan budak mengerjakan bangunan tinggi, besar, kokoh dan indah didepan mereka. Meskipun terlihat sangat indah dan besar, bangunan itu tidak bisa disebut sebagai bangunan, lebih tepatnya itu adalah tembok yang sangat panjang hingga ujungnya tampak hilang di telan garis cakrawala.

"sudah sampai! " teriak pemilik budak untuk memberitahukan budaknya.

Kemudian pemilik budak melakukan transaksi dengan seorang pria gendut yang mengenakan setelan berbordir indah dan mewah.

Mata para budak bergerak kesana kemari mengamati pemandangan baru bagi mereka. Mereka menyadari bahwa seluruh masyarakat di Ibu Kota kekaisaran Samaratungga  semua menggunakan pakaian indah dan terlihat mahal, tidak ada satupun dari mereka yang menggunakan pakaian biasa saja. Bahkan tidak terlihat ada satupun rakyat Ibu kota Samaratungga yang miskin apalagi menjadi pengemis. Para budak hanya bisa gigit jari dan meneteskan air liur saat memimpikan diri mereka dalam posisi yang berbeda.

Seluruh lapisan masyarakat Kekaisaran Samaratungga sangat bersuka cita, bangga dan bahagia pada masa keemasan Kekaisaran Samaratungga ditambah lagi jutaan budak yang menjadi pekerja paksa untuk pembangunan tembok ke 6 diarea yang lebih luas dari tembok ke 5 untuk memperluas jangkauan wilayah Ibu Kota. Selain itu banyak orang-orang yang berbondong-bondong membangun pemukiman baru di dalam tembok ke 6 yang sedang dalam pembangunan.

"aku dengar Kaisar dari Kekaisaran Samaratungga memiliki seorang putra yang terkutuk. Tapi kenapa Kekaisarannya begitu makmur tak seperti Kekaisaran Yunnju? " gerutu seorang budak berjenggot dengan rambut yang hampir seluruhnya botak.

"aku juga tak mengerti... Mungkin kabar tentang musibah yang dibawa orang yang terkutuk itu hanyalah isapan jempol belaka." jawab budak berumur setengah baya dengan rambut menggimbal.

Para budak laki-laki dan wanita di pisah untuk diberi tugas yang berbeda dalam pembangunan tembok ke 6 dari Ibu kota Kekaisaran Samaratungga. Sedangkan para budak anak-anak dimasukkan dalam kandang kayu karena akan di jual kembali.

...............¤¤¤¤¤¤............

Sebuah ruang belajar yang berukuran sangat luas dipenuhi dengan ribuan lukisan yang tergeletak begitu saja. Lukisan-lukisan itu begitu indah bahkan bisa di bandingkan dengan pelukis paling terkenal di jamannya. Keindahan lukisan-lukisan itu tak diragukan lagi hingga membuat para kasim dan dayang yang dulu bekerja di Istana mempertaruhkan nyawa mereka untuk mencurinya dan menjualnya dengan harga yang sangat mahal dipasar gelap. Dipasaran, lukisan-lukisan itu sangat terkenal tapi tidak ada yang tahu nama pelukisnya. Meskipun begitu dalam setiap lukisan ada sebuah cap khusus yang menandakan bahwa goresan indah dari setiap lukisan itu adalah hasil karya satu orang.

Seorang kasim dengan kepala tertunduk dan tubuh gemetar berjalan dengan ragu memasuki Istana dingin membawa gulungan perkamen berwarna emas di tangannya. Ia menaiki tangga kayu dan tidak melihat siapapun disana,  kemudian ia memberanikan diri memasuki ruang tamu yang berukuran sangat luas dan kosong tanpa furniture apapun didalamnya. Ia menelan ludah dan mencari apakah ada orang di dalamnya, kemudian ia melihat beberapa lukisan tergeletak di lantai. Ia memunggut lukisan yang menanjakan matanya itu, kemudian ia mengambil lukisan-lukisan lainnya yang membuat matanya terpukau dan mengarahkannya pada sebuah ruangan luas yang dipenuhi dengan lukisan indah berserakan disana sini.

"?!!!!" Tiba-tiba kasim merasakan kehadiran seseorang dari arah belakang yang seketika membuatnya kaget dan menjatuhkan semua lukisan yang ada di tangannya. Matanya terbelalak saat mengenali pemuda yang di lihatnya. "p, p, pangeran terk.... " kasim menghentikan bibirnya mencegah kata yang tak pantas terlontar dari mulutnya. Kemudian ia memperbaiki ucapannya. "....p, pangeran Arima hamba kemari untuk menyampaikan Titah Kaisar.

"katakan. "

"a, anda harus bersujud untuk menerima Titah dari Kaisar. "

"katakan. " perintah pangeran Arima dengan tatapan yang mengintimidasi.

Kedua lutut kasim seketika terasa lemas seakan kehilangan kekuatannya, dengan tangan gemetar ia membuka perkamen berwarna emas yang berisi titah Kaisar dan mulai membacanya. "T, ti, titah... K, Ka, Kaisar.... " Belum selesai ia membaca Titah Kaisar, Pangeran Arima mengambil perkamen di tangannya. "?!....."

Pangeran Arima membaca sendiri isi dari perkamen yang berisi Titah Kaisar. Kemudian ujung bibirnya tertarik keatas melengkung membentuk sebuah senyuman menampakkan gigi taring dibalik bibirnya. "....apakah setakut itu ayah padaku? "

Kedua lutut kasim kini tak mampu menopang tubuhnya dan berlutut dilantai tepat dihadapan pangeran Arima. Ketakutan merajai hatinya, sambil bersujud ia meyakinkan pangeran Arima.  "p, pangeran Arima... pe,percayalah bahwa semua itu demi kebaikan anda..."

"......." pangeran Arima menatap kebawah dengan sorot mata dingin kearah kasim yang masih bersujud.

Kasim masih mersujud dengan tubuh gemetar ketakutan akan kematian.

Pangeran Arima menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan. "....baiklah,  aku terima Titah Kaisar. "

Mendengar itu perasaan kasim jadi sedikit lega.

"pergilah."

"h,hamba mohon undur diri." kasim itu merangkak mundur dan keluar dari ruangan dengan tunggang langgang.

Pangeran Arima mencengkeram perkamen berisi Titah Kaisar dengan kesal.