Saat mereka berdua sedang berada di mobil, kedua orang tua Riota berbincang di ruang tamu dimana mereka duduk di sofa panjang dan membicarakan tentang Linra.
" Pah, Mamah dari awal melihat perempuan itu rasanya tidak terlalu meyakinkan. "
" Apa Mamah masih menginginkan Cucu yang banyak dari anak laki-laki kita itu? "
" Tentu saja, Papah. Mamah kan yang mengusulkan perjodohan itu untuk memberikan anak kita keturunan yang banyak. "
" Mamah ini. Kalau begitu doakan saja kalau Istrinya Riota itu bisa mendapatkan banyak keturunan dari Riota, tidak ada yang tau kan Mah nanti kedepannya. "
" Papah benar, Mamah hanya bisa berdoa dan memohon yang terbaik dari dirinya. "
" Kita harusnya bersyukur kan Mamah, dimana akhirnya dia dapat pujaan hati walau ya seperti yang kita sudah ketahui. "
" Riota memang benar-benar memiliki sifat seperti kamu, Pah. Jadi ingat saat Mamah sakit-sakitan dahulu, dimana Papah selalu ada di samping Mamah. "
Mamah Riota tersenyum saat bercerita hal itu.
Papah Riota juga tersenyum mengingatnya.
" Waktu itu Mamah membuat Papah khawatir tau, tapi alhamdulillah Mamah sembuh dan bisa menjaga Riota lagi. Itu saat Riota baru lahir kan, Mamah. "
Mamahnya Riota mengangguk.
" Iyah, setelah melahirkan Riota. "
Papahnya Riota lalu merangkul Istrinya itu dan menyandarkan tubuhnya di tubuh dirinya.
" Papah yakin Riota benar-benar akan menyayangi perempuan itu, sama seperti Papah menyayangi Mamah. "
Mamah Riota tersenyum dan menggenggam telapak tangan suaminya itu.
" Amin.. Semoga mereka langgeng seperti kita yah, Pah. "
Papah Riota mengecup kening istrinya dan tersenyum.
" Amin. Kita doakan yang terbaik untuk anak kita, Mah. Untuk urusan cucu, itu bisa belakangan. "
Kembali ke jalan dimana Riota dan Linra sudah sampai di tempat pembuatan spanduk.
Riota turun dari mobil dan langsung menghampiri Linra dan tiba-tiba langsung merangkul bahunya dengan tangan penuh ototnya itu.
" Yuk... "
Linra merasa malu.
" Jangan rangkul aku seperti ini, aku malu tau. Lagi pula tangan kamu berat karena otot-otot besar mu itu. "
Riota tersenyum dan melepaskan rangkulannya.
" Kalau begitu pegang tangan gue, kita kan udah menyandang status suami istri... "
Linra memasang wajah jengkel.
" Kamu ya.. Demen banget godain aku seperti itu. Aku nolak untuk hari ini dan hanya fokus untuk mengambil spanduk itu. "
Riota menjawab dengan santai.
" Ingat ayo... Bisnis kita. "
Linra kesal dan kesal sekali harus terpaksa terus.
" Ihhhh... Baiklah-baiklah... "
Pada akhirnya Linra menggandeng tangan Riota dan raut wajahnya Riota terlihat senang.
" Gitu donk, istri gue yang cantik. "
" Dasar tidak waras kamu. Gara-gara belum kesampaian seperti ini nih, ibaratnya ada niat tapi tidak ada usaha. Hasrat mu itu sudah mendahului mu di depan. "
" Tidak masalah, selama gue bisa merasakan dan menyalurkan itu ke diri loe, gue udah merasa puas kok dan tau, ternyata seperti ini rasanya memiliki perempuan yang di sayangi, dimana bisa di ajak kemana pun dan di ajak sayang-sayangan. "
Linra kembali kesal.
" Dasar mesum... Sudah tau kalau aku ini.... A.... Hmm...hmnn.. "
Riota membekap mulut Linra.
" Udah ayo jalan, dasar istri cerewet. "
" Mmnnmm.... Mnnnnn... "
Riota dan Linra berjalan bersama dimana kedua bibir Linra di bejap oleh tangan besarnya Riota.
Mereka berdua duduk di kursi yang sudah tersedia dan saat duduk itu, Linra menendang kaki Riota.
( Bugg.. )
" Aduhh... Loe kok nendang kaki gue. Duhhh... "
" Itu balasannya, dasar mesum. "
Riota tersenyum dan lagi-lagi menggoda Linra, dimana dirinya sebenarnya sedang bahagia sekali, seakan berada di mimpi yang nyata, dimana hasrat kasih sayangnya itu bisa tersalurkan juga.
" Mesum apa sih, kan loe udah jadi istri gue, baru kemarin kita nikah loh, wajar kalau gue mau lakuin apapun dengan diri loe. "
Linra kesal.
" Tapi jangan di jalan juga. "
Seketika beberapa orang laki-laki mau pun perempuan yang ada di sana dan pegawai toko tersebut merasa berfikir yang tidak-tidak dengan perkataan Linra yang sebenarnya artinya adalah, jangan godai dirinya di tempat umum.
Namun orang lain yang ada di sekitarannya salah mengartikannya dan malah senyum-senyum.
Linra melihat ke mereka yang sedang senyum-senyum itu, sementara Riota masih tersenyum sambil melihat dirinya.
Riota benar-benar sukses membuat perhatian di sana, dimana memang tujuannya seperti itu.
" Terus loe maunya di mana lakuinnya? Di area rumah? "
Linra mulai merasa curiga dengan pembicaraan yang salah arti itu bagi orang lain.
" Kok jadi kayak aku yang merasa di bodohi sama kamu yah. Udah jangan bahas ah. "
Riota tertawa dan karena Linra menyadarinya itu semakin lucu.
" Hahahaha... Dasar... "
Linra benar-benar jengkel dengan Riota yang seperti di mabuk asmara dengan tubuhnya itu.
Lalu pegawai laki-laki datang menghampiri Riota dan Linra.
" Mas yang waktu itu yah. Spanduknya sudah jadi Mas. "
Riota lalu melirik ke arah pegawai laki-laki itu dan tersenyum.
" Iya Mas. Kami mau ambil spanduk tersebut. "
" Ok. Saya ambilkan dulu yah Mas. "
Pegawai itu kembali ke dalam dan sedang mengambil spanduk pesanan Riota.
Linra yang kesal menginjak kaki Riota dengan sepatu karetnya.
( Plkk... )
Namun tidak terasa oleh Riota.
" Tenaga loe itu kayak kucing yang lewat di kaki gue tau gak. "
Tiba-tiba Riota merangkul tubuh Linra dan membungkam mulutnya sambil mencium kedua pipi Linra.
" Hhhmnnn.... Hmnnn... "
" Muchh.. Muchh.. Kena ka loe.. Jangan main-main sama gue... "
Linra mencoba melepaskan rangkulan dan bekapan mulutnya dari tangan Riota.
" Mnn..mnnn.... Hmmmmnnn.... "
Sontak orang yang ada di sana memperhatikan mereka berdua dengan tingkah aneh mereka dengan tersenyum dan bahkan ada yang tertawa laki-laki mau pun perempuan.
" Hmmnn... Hmnnn... "
" Gak akan gue lepasinn.. Minta maaf dulu ke gue dan cium kedua Pipi gue di sini sekarang juga kalau loe mau lepas. "
Linra sontak langsung memasang wajah kesal dan meremas-remas wajah Riota, bahkan sampai menjambak rambutnya.
" Aduhhh... Oi... Jangan tarik rambut gue goblok... Nanti ke gantengan gue turun.. "
" Hmnnnnnnnnnnn... "
Linra sangat kesal saat itu dan akhirnya Riota melepaskan rangkulannya dan bekapan dari tubuh Linra.
Kemudian suasana kembali kondusif dan rambut Riota acak-acakan karena di tarik-tarik oleh Linra yang malah jadi seperti orang setres dan membuat orang sekeliling tertawa.
Begitu pun Linra.
" Rambut kamu jadi acak-acakan seperti orang gila kecebur got. Hihihi.. "
" Gak lucu ah. Loe tau kan rambut gue ini pake pengeras, kalau udah acak-acakan begini susah kalau gak di sisir dan di kasih air dulu. "
" Habisnya kamu godain aku terus. "
Lalu pegawai laki-laki itu datang membawa spanduk yang di buat seperti gulungan besar dengan tersenyum.
" Ini Mas spanduknya... Mau di lihat dulu. "
Riota melirik dan melihat pegawai itu.
" Boleh. "
Pegawai itu malah tertawa.
" Hehehe... Sa-Saya buka dulu gulungannya. "
Linra merasa puas saat itu dan Riota sekarang jadi bahan godaan dirinya.
Lalu terlihat sebuah tulisan dan gambar yang persis seperti yang di buat oleh Riota.
Linra terkejut dengan hasilnya jadi sangat bagus.
" Bagus sekali hasilnya. "
Riota menjawab.
" Jelas lah, gue gitu loh. "
" Bisa gak sih kamu gak nyaut terus pembicaraan ku. Gak bisa lihat aku tenang apa. "
Riota tersenyum dan masih mencoba menggoda Linra walau rambutnya sudah acak-acakan seperti itu.
" Loe tenangnya cuma di ranjang doank. "
Linra langsung menatap kesal Riota dan mencubit kedua pipinya sambil mengoyak kesana kesini wajah Riota.
" Ihhhhh.... Bisa gak sih gak bicara yang bisa di salah artikan sama orang lain... Rasakan ini... Rasakan.... Uhhhh.... "
Riota malah kesenangan dirinya di perlakuan seperti itu dan membuat beberapa orang tertawa lepas.
Linra akhirnya pergi ke mobil dan masuk ke dalam.
Riota di tinggal bersama pegawainya itu.
" Mas beruntung sekali dapet perempuan seperti itu. Ngambeknya itu lucu dan gemesin karena kecil tubuhnya. "
Riota dengan sombongnya menjawab ke pegawai itu.
" Jelas donk, gue gitu loh... Itu anak emang lucu dan gemesin. "
Lalu pegawai itu berkata.
" Pasti nanti anak Mas dan dia lucu. "
Riota tersenyum dan ketika itu ia tidak ingin bicara masalah tersebut.
" Hehehe, mungkin. "
Riota mengambil spanduk itu yang sudah di gulung dan sudah di bayar saat awal memesan.
Riota memasukan spanduk itu di bagian tengah mobil dan melihat Linra sedang memainkan 'Smart Phone' miliknya di kursi dekat kemudi.
Riota pun masuk ke dalam dan menyalakan mobilnya.
" Kita pulang... "
Linra masih merasa kesal dan diam.
Mobil itu pun berjalan menuju arah pulang dengan kecepatan rendah.
Riota saat itu melirik-lirik ke arah Linra yang terdiam.
" Loe kenapa? Marah? "
Linra menjawab singkat.
" Gak.. "
Kemudian tiba-tiba Riota kembali menggoda Linra dengan cara menyikap bagian bawahnya sedikit dengan tanganya dan terlihat celana dalam Linra yang berwarna putih polos berenda.
" Oh, loe pakai putih berenda. "
" Hiiii... Mesum... Riotaaa... "
Linra pun memukul-mukul lengan kiri Riota yang sedang mengemudi.
" Aduh woi.. Jangan pukul-pukul. Gue lagi nyetir ini. "
Linra langsung menatap kesal dan duduknya lebih kesamping mendekat pintu mobil yang ada di sebelahnya.
" Kamu kesambet apa atau kenapa sih... Aku jujur takut sekarang karena tingkah kamu ini... "
Riota tersenyum.
" Gue cuma seneng dan bahagia aja. Karena gue akhirnya bisa merasakan apa yang ingin gue lakukan ketika udah punya gebetan, tapi sekarang malah jadi istri. "
" Aku ini laki-laki dan aku jijik tau kamu lakukan hal tersebut... "
Namun saat itu Riota sekilas tidak melihat ada tonjolan seperti laki-laki pada umumnya di bawahnya Linra saat bagian bawahnya di singkap olehnya, malah celana dalam yang ia pakai itu seperti terlihat tipis dan ada bentuk yang berbeda.
" Ehh.. Tadi saat gue nyingkap Dress loe itu, kok gak ada tonjolan kayak gue? "
Linra tiba-tiba gugup.
" Ehh.. Ahh.. Ehh.. Cuma perasaan kamu saja.. "
Riota sekilas-sekilas melihat Linra sambil bicara dan fokus menyetir.
" Mana bisa cuma perasaan, goblok. Laki-laki itu auto inget pas ngeliat yang begituan walau sekilas. Kalau ingatan gue bisa di masukin alat printer, pasti jelas tuh apa yang gue lihat tadi. "
Linra membuang muka dan melihat ke arah jendela yang ada di sampingnya.
" Lupakan... Jangan bahas itu lagi.. "
Riota namun masih bicara.
" Oh iya. Gue inget, emang gue gak pernah lihat bagian bawah loe itu saat pagi menonjol kayak yang gue rasakan sampai terlihat jelas. Loe pasti paham maksud gue kan. "
Linra tentu paham hal tersebut lalu menjawabnya dengan gugup dan malu.
" I-Iyah... Aku paham kok.. Me-Memangnya harus banget aku perlihatkan gitu ya ke kamu? "
Riota tersenyum.
" Loe pasti sering lihat gue kan, karena satu kamar dan loe juga pernah melirik-lirik gitu ke bagian bawah gue. Ayooo... Loe mulai gak normal ya... "
Linra gugup.
" A-Apaan sih kamu... Udah ah jangan bicara itu lagi. Nanti malah masuk ke pembicaraan vulgar lainnya... Cukup yah, Riota. "
Riota tersenyum dan bicara sambil kembali menyikap Dress Linra.
" Iya gue gak akan bahas lagi. Tapi gue liat lagi bagian bawah loe yang mulus itu. "
Linra marah.
" Riotaaaa!!! "