Linra saat itu kemudian berpura-pura seperti tidak terjadi sesuatu di depan kedua orang tua Riota ketika menghidangkan beberapa masakan miliknya di ruang tamu.
" Papah, Mamah. Ini makanannya sudah aku siapkan. "
Mamah Riota tersenyum sambil membantu Linra menata beberapa masakan yang ia buat itu.
" Sini Mamah bantu. "
" Terima Kasih, Mamah. "
Kemudian mereka semua makan bersama dengan penuh kehangatan seperti keluarga pada umumnya.
Namun bagi Linra, hatinya masih gemetar dan takut dimana pasti Riota akan menanyakan banyak hal tentang dirinya.
Lalu secara mengejutkan tiba-tiba hujan turun dengan derasnya di siang menuju sore.
Linra saat itu yang sedang duduk di samping atas tempat tidur kamar Riota, dia kembali melamun dengan beberapa pikiran yang selalu mengintai dirinya.
Saat itu lah Riota masuk dan mengunci pintu.
" Hei. "
Linra langsung menatap Riota dengan wajah muram.
" Riota. "
Riota menghampiri Linra dan duduk bersama Linra di samping kirinya.
" Ceritakan semuanya ini ke gue dan apa sih yang terjadi selama gue gak ketemu loe beberapa tahun ini? "
Linra menatap ke arah jendela besar di depannya dimana sedang memperlihatkan suasana hujan yang terlihat deras dan begitu mendung awan di langit.
" Kamu pasti tau bukan sebelumnya diriku ini? "
Riota mengangguk.
" Iya. Loe itu dulu pendek, pendiam dan ya... laki-laki banget sih walau gak keliatan, karena loe gak suka berantem atau di ajak nongkrong. "
Linra pun tersenyum.
" Iya, dulu aku pendiam dan tidak suka berantem atau nongkrong. "
" Terus bagaimana setelah itu? "
Linra tertunduk dan memainkan kedua kakinya yang sengaja ia tidak menyentuh lantai itu.
" Setelah itu kedua orang tua ku menyuruh diriku untuk operasi kelamin dan suntik hormon dengan uang hasil pinjaman saudara yang jumlahnya tentu sangat besar. "
Riota lalu memotong tiba-tiba.
" Nah, kenapa orang tua loe ngelakuin hal tersebut? "
Linra kembali menapakan kedua kakinya di lantai dan melihat ke wajah Riota
" Saat itu mereka mengatakan untuk berbalas budi karena sudah di besarkan. Awalnya kata mereka ingin memiliki anak perempuan, namun setelah aku lahir dan tidak sesuai bayangan mereka, pada akhirnya mereka kecewa dan semenjak kecil, aku tidak pernah mendapatkan perlindungan dan kasih sayang. Apalagi dengan penyakitku ini. "
" Tapi kenapa mereka mau ngebesarin loe, bukannya mereka itu bisa buat anak lagi? "
Linra menjawab.
" Aku tidak tahu. Namun katanya mereka tidak bisa dan membesarkan ku juga atas terpaksa karena di tuntut oleh keinginan Kakek Nenek ku itu. Namun setelah mereka berdua telah tiada, aku sering di siksa batin dan mereka tidak peduli. Hingga setelah lulus itu dan Ayah ku tidak lagi bekerja. Aku di manfaatkan sebagai mesin penghasil uang mereka. "
Riota menatap serius Linra.
" Ok jadi begitu, terus ngerubah loe jadi begini untuk apa? Apa sebagai promosi atau agar loe mudah keterima kerja? "
Linra tersenyum kecut dengan air mata yang berlinang.
" Kamu ini.. Setelah menjalani terapi hormon dan sebagainya, lalu sudah terbentuk diriku yang sekarang, aku kemudian di jajahkan tubuhnya oleh para orang-orang besar. "
" Maksud mu? Sebagai pelacur? "
Linra mengangguk.
" Iyah... Namun bukan yang seperti kebanyakan pelacur pada umumnya yang menyewa 1 atau 2 jam, melainkan beberapa hari hingga 1 bulan lamanya, dan juga ..... "
Riota sedikit shock mendengarkan hal itu.
" Dan juga ?? "
Linra kembali menerus kan pembicaraanya dan air matanya jatuh.
" Mereka tidak sendiri, melainkan aku di paksa melayani beberapa orang yang tidak aku kenal. Banyak di antara mereka melakukan sesuatu padaku dengan fantasi gila mereka, hingga pernah, aku baru boleh makan kalau sudah mereka terpuaskan dimana ketika itu pun makanan yang di sediakan untuk ku itu sudah ternodai dengan sebuah kenikmatan mereka. "
Sontak Riota makin kaget.
" Serius loe di gituin? "
Linra menyeka air matanya.
" Iyah.. Itu yang terjadi. Karena aku tidak bisa hamil dan di sewa untuk kepuasaan mereka yang durasinya cukup lama, pada akhirnya juga aku tercuci otaknya dan sekarang aku jadi bertingkah seperti layaknya perempuan. Terkadang saat mengingat kejadian yang tidak mengenakan itu bisa sampai ke dalam mimpi. "
Riota paham kenapa Linra saat itu mengigau hal yang aneh.
" Jadi begitu. Pastinya uang hasil kerja loe itu buat obat juga kan? "
Linra mengangguk.
" Iyah... Hanya pengobatan itu dan lainnya. Namun setelah menjalani terapi hormon itu, ada penyakit yang membuat diriku harus meminum obat lebih banyak untuk menunjang kehidupan normal ku ini. "
Riota awalnya lupa menanyakan penyakitnya yang misterius itu, namun ia seperti nya paham jalurnya kenapa Linra bisa mendapatkan penyakit itu setelah operasi dan terapi hormon.
" Jadi itu... Penyakit yang misterius kamu derita? "
Linra mengangguk.
" Iyah. Mungkin aku tidak ingin menutupi ini lagi, karena kamu sudah tahu dimana aku tidak bisa kembali seperti laki-laki yang sempurna. Sekarang yang kamu lihat ini hanya sesosok manusia yang cacat dan berpenyakitan. "
Riota memegang kedua tangan Linra.
" Jangan bicara begitu. Loe itu bagi gue cukup sempurna dan bisa melengkapi apa yang selama ini gue inginkan, walau sekedar sandiwara. "
Linra pun melepaskan pegangan tangan dari Riota dan berkata.
" Sepertinya setelah aku menceritakan semua ini, aku tidak ingin lagi melakukan hal yang aneh untuk dirimu. "
Riota menatap serius.
" Kenapa? Loe seneng bukan dengan gue yang memperhatikan loe ini? "
Linra menjawab dengan menatap kembali ke arah jendela.
" Jujur memang demikian, tapi satu hal yang masih aku pegang walau diriku telah berubah adalah, aku ini seorang laki-laki. "
Riota tiba-tiba mendorong tubuh Linra ke tempat tidur dan Riota berada di atasnya, sedang menatap serius Linra.
" Gue tau loe laki-laki, gue juga paham hal itu, tapi gue gak bisa melupakan wajah dan diri loe yang ini. "
Linra memalingkan wajahnya ke sisi kanan dimana kedua tangan Riota sedang menyanggah tubuhnya di atas Linra terbaring telentang.
" Aku yang tidak bisa kembali ini tentu tidak ada gunanya lagi berpakaian seperti laki-laki. Alasan terbesarku ialah tubuhku ini. Namun jiwa ku tetap lah seorang laki-laki. "
Riota mencengkram seprai tempat tidur nya dengan menatap serius Linra yang sedang memalingkan wajahnya ke samping.
" Ihhkk... Linra... "
Riota kesal dan marah.
Sepertinya ia ingin sekali Linra berpura-pura seperti perempuan, namun setelah dirinya tau dan Linra juga kukuh.
Akhirnya Riota kembali melakukan hal gila lainnya.
" Kalau begitu, gue akan buktikan. "
" Hah.. "
Sontak Linra terkejut dengan apa yang di lakukan Riota di dalam kamarnya itu.
Dengan Otot-otonya yang besar dan tenaga yang maksimal, Riota melakukan yang tak seharusnya di lakukan di perjanjian tersebut dengan tubuh Linra.
###########
Hujan pun masih mengguyur deras di sore hari itu.
Mamah dan Papah Riota yang sedang duduk di sofa panjang ruang tamu sambil menonton televisi merasa bingung dengan tidak adanya Linra dan Riota.
Mamah Riota memulai pembicaraan itu.
" Sudah hampir menjelang sore Riota dan Linra tidak tampak setelah berkata ingin bicara di kamarnya. "
Papah nya Riota tersenyum.
" Tidak perlu khawatir, Mamah pasti paham jika kedua insan itu di kamar sedang melakukan apa. "
Mamah Riota tersenyum.
" Papah tau saja deh kalau soal begituan. "
Papah Riota tersenyum dan mencubit lembut kedua pipi Istrinya tersebut.
" Anak siapa dulu. Apalagi sedang hujan yang bisa membuat gairah meningkat. "
Mamah Riota tersenyum.
" Semoga saat itu juga Mamah di berkahi cucu dari Riota yah, Pah. Amin. "
Papah Riota pun mengaminkan.
" Amin. "
Mereka berdua saling bersandar satu sama lain dengan wajah berseri-seri.
Namun di kamar Riota.
Linra terlihat terbaring lemas berselimut dengan keringat memenuhi dahi dan lehernya.
Semua pakaiannya telah tersebar di area lantai kamar, begitu juga Riota yang hanya mengenakan celana pendek hitam dan sedang duduk di tempat tidur sambil memainkan 'Smart Phone' miliknya.
Kedua mata Linra meneteskan air mata dimana dirinya sedang tidak berdaya di atas tempat tidur dengan hanya berselimut.
" Uhhh... Apa kamu puas dengan apa yang kamu lakukan ini? "
Riota melirik ke arah Linra yang terlihat sedang kelelahan itu dan Riota balik bertanya.
" Gue tanya balik diri loe. Tadi gue merasakan tidak ada perlawanan kepada diri loe itu dan .... Kenapa loe seakan pasrah gue perlakuan seperti gue mau? Apa loe menikmati nya juga? Apalagi suara loe itu kayak terkesan manja. Kenapa dengan diri loe. "
Linra perlahan bangun untuk duduk dan melihat wajah Riota yang sedang kesal itu.
" Aku melakukan semua itu dan tidak melawan karena aku takut.. Aku takut... Aku takut dirimu akan melakukan hal lainnya yang lebih berbahaya dan membuang ku dengan kondisi tidak berdaya ini. Hiks.. Aku ingin hidup normal walau tidak bisa, aku melakukan itu karena aku paham kalau aku tidak ingin membuatmu marah atau apapun itu, karena aku sangat berterima kasih kepada kamu yang telah memperlakukan sebaik ini kepadaku. "
Linra menangis karena akhirnya dirinya sedikit mendapatkan secercah harapan untuk hidup dan bekerja dengan normal.
Karena Riota lah semuanya bisa terlaksana.
Apalagi dia memang orangnya baik dan berani memberikan modal kepada Linra untuk buka usahanya.
Riota lalu memeluk lembut Linra ke tubuhnya dan berkata.
" Loe itu terlalu baik, sifat diri loe itu yang masih sama seperti yang dulu. Itu lah kenapa loe dulu sering di jailin oleh teman kelas dan gue. Maafin gue karena gue berbuat seperti ini dan agak kasar. Karena loe harus tau, kalau gue merasa terlengkapi dengan adanya diri loe ini. Tapi ketika loe ngomong begitu, gue merasa marah dan tidak terima. "
Linra menangis di dekapan tubuh Riota yang besar itu dan bicara lirih.
" Hikss.. Aku tidak paham dengan semua ini, namun semua ini telah terjadi. Aku hanya bisa memohon ke kamu, agar jangan lakukan ini lagi dan ini terakhir kalinya. "
Riota lalu seakan tidak ingin apa yang terjadi ketika itu adalah yang terakhir.
" Gue yang memutuskan sekarang, sekarang kalau loe mau hidup tenang dan bebas tanpa kontrak, gue akan ambil seluruhnya diri loe ini dan gue jamin hidup loe akan aman di tangan gue. "
Linra menatap lirih Riota Dimana kedua air matanya masih mengalir membasahi kedua pipinya dan Riota melihat balik wajahnya yang manis itu sedang bersedih.
" Kenapa kamu sampai seperti ini kepada ku? Aku hanya seorang perempuan yang cacat dan tidak sempurna. Kamu bisa mendapatkan seorang yang baik dan sempurna dari diriku ini. "
Riota lalu mencium bibir Linra dengan lembut dan membuatnya terdiam.
" Mccmm... "
Riota menjawab.
" Gue juga gak tau, tapi gue udah terlanjur suka dengan diri loe ini. Gue gak tau kenapa. "
" Riota... Tolong buka matamu. Kedua orang tua mu butuh perempuan yang bisa mendapatkan keturunan dari mu, bukan dari diriku yang aneh ini. "
Riota menjawab.
" Gue tau itu. Tapi kutukan gue terhadap perempuan itu gak bisa lepas dari apa yang namanya pikiran tersebut. Loe udah liat beberapa videonya bukan? Itu yang susah di hilangkan. Bagaimana gue bisa mendapatkan seorang perempuan. "
Linra terdiam dan melepaskan pelukan Riota.
" ... "
Linra memakai pakaian dalamnya dan lainnya dengan kondisi tertatih kesakitan di bagian bawahnya.
" Sshh... Ahh.. "
Riota pun merangkul tubub Linra dan membantunya.
" Gue bantu. "
Linra pun menerima hal itu dan tidak bicara.
Riota kemudian bicara.
" Kita kebawah dulu. Takutnya orang tua gue curiga. "
Linra menjawab.
" Tentu mereka pasti curiga. "
Riota memakaikan Dress pendek berwarna biru langit ke Linra sambil merangkul tubuh nya.
" Udah kita bahas ini nanti. Sekarang kita ke bawah dulu untuk menemui mereka. Gak enak lama-lama mereka di tinggal. "
Linra menghela nafas panjang dan mau tidak mau ikut kata Riota.
" Iyah... Tapi Pelan-pelan... "
Riota paham kenapa Linra mengatakan hal tersebut.
Setelah Linra hanya berpakaian Dress pendek dan di rangkul oleh Riota menuju ke arah lantai bawah.
Saat di tangga, Mamah dan Papahnya Riota melihat mereka berdua sedang menuruni tangga dengan perlahan.
Riota dengan sabar merangkul tubuh Linra yang sedang terlihat kesulitan berjalan.
" Pelan-pelan... "
" Iya iya.. "
Mamah dan Papah Riota tersenyum lebar dimana saat itu Riota lupa belum memakai pakaian nya dan hanya memakai celana pendek ketat hitam.
Mamah Riota berkata bisik kepada Suaminya.
" Seperti pertama kita dulu yah. "
Papah Riota pun bicara bisik kepada istrinya.
" Pasangan muda, tapi Papah tidak separah Riota. Riota pasti main berlebihan sampai istrinya terlihat sulit berjalan. Yah maklumi saja lah, karena dia sudah menahannya cukul lama. "
Linra menggenggam erat tangan Riota sambil terus mencoba berjalan dengan masih merasakan rasa ngilu dan nyeri di bagian bawahnya.
" Uhhh... "