Linra di dudukan di sofa single perlahan oleh Riota.
Mamah dan Papahnya Riota senyum-senyum dan Mamahnya memulai pembicaraan itu.
" Hei, Linra. Apa Riota terlalu kasar mainnya tadi? "
Sontak Linra dan Riota saling menatap.
Dalam Hati Linra berkata dengan kesal.
( Sudah aku duga mereka akan bertanya seperti itu, Riota bodoh.. )
Riota pun juga berkata dalam hatinya, namun bukan sebuah kekesalan.
( Akhirnya mereka bertanya demikian, hahaha. )
Riota lalu tersenyum sambil menggenggam kedua tangan Linra.
" Ehhh... Itu tentu privasi dan Linra juga terlihat menikmatinya, Mamah. "
Linra memasang wajah meringis dimana masih merasakan nyeri di area bawahnya dan kelelahan.
" Aku terpaksa tau. "
Papahnya Riota tersenyum dan meminum air mineral yang sudah ada di meja ruang tamu sebelum Linra dan Riota datang.
" Kamu jangan terlalu memaksakan dirinya, Riota. Walau Papah sebagai laki-laki paham dengan hasrat itu, tetapi ingat lah kalau istri kamu tidak sebesar badan kamu. Lembut lah sedikit. "
Linra sungguh merasa canggung dengan perbincangan hal tersebut.
Namun terlihat wajah dari Riota tidak sekalipun merasa bersalah dan bahkan seperti menikmatinya hingga membuat Linra bingung.
Malam pun tiba dimana masih terdengar rintikan hujan.
Setelah makan malam bersama di rumah Riota dengan keluarganya, mereka pun pulang dan meninggalkan Riota bersama Linra.
Namun setelah kejadian gila itu berlalu bagi Linra, Linra tidak marah dan terkesan berdiam diri serta melamun.
Riota yang benar-benar belum memahami pikirannya itu mulai penasaran dan bertanya-tanya ketika Linra sedang duduk melamun di ruang tamu bawah menghadap ke televisi.
" Hei, kenapa loe kembali terus melamun. "
Linra menengok perlahan ke arah Riota berada di sampingnya dan menatap sayu dirinya.
" Riota... Apa kamu menikmati apa yang telah kamu lakukan kepadaku tadi itu? "
Riota tersenyum dan menjawabnya dengan santai.
" Jujur sih iya, sebelum gue lakuin hal gila itu, gue udah menikmati ciuman di bibir loe. "
Linra pun kembali menghadap televisi dan bersandar dengan kondisi masih lemas dan merasakan nyeri.
" Akan tetapi, apakah kamu tidak memikirkan apa yang aku pikirkan saat dirimu melakukan hal itu kepada ku? Walau tubuhku tidak lagi seperti laki-laki pada umumnya dan ini adalah hasil operasi, apakah kamu memikirkan hal tersebut dan diriku? "
Senyum Riota perlahan hilang dan merasa dirinya kebingungan menjawab pertanyaan dari Linra itu.
" Ehhh.. Gue... Entah lah... Emangnya apa yang loe pikirkan saat itu? "
" Aku bertanya kepada kamu, kenapa kamu tanya balik? "
" Gue bingung jawabnya, karena begitu aja mengalir, ya ada kesempatan auto masuk lah, lagian udah nikah juga. Jadi gak ada salahnya kan. "
Linra kemudian menatap Riota dengan serius dimana dirinya masih lemas.
" Bukan tidak ada salahnya, melainkan ada salahnya. Yaitu aku ini dasarnya adalah seorang laki-laki, paham? "
Riota menjawab.
" Gue tau, tapi ya yang gue lihat dan karena hasrat sudah menggebu-gebu, mau apapun gue lakukan, apalagi tubuh loe itu wangi dan bagi gue cukup lumayan, dimana kulit loe putih, mulus dan yaaa terawat, jadi gue gak masalah. "
Linra menghela nafas panjang dan berkata kepada Riota.
" Hufff... Kamu ini benar-benar tidak bisa di bilangin baik-baik yah. "
" Ya intinya kan sama-sama menikmati, jadi gak usah di bahas juga kali. "
Linra menjawab sambil memegang satu tangan Riota.
" Apa iya seperti itu? "
" Ehh.. Salah kah gue? "
Linra pun mengungkapkan isi hatinya ketika Riota melakukan hal tersebut kepadanya.
" Salah besar. Karena aku bersandiwara seperti apa yang aku lakukan dahulu, dimana aku di paksa melayani nafsu bejat dari beberapa orang yang menyawaku dari kedua orang tuaku itu. "
Linra pun meneteskan air matanya kembali.
" Kamu tahu, saat kamu melakukan hal itu, aku sungguh takut, terlepas dari kontrak kita, aku takut kalau misalkan aku menolak, kamu akan berbuat kasar kepadaku dan aku memilih bersandiwara walau hasilnya seperti yang kamu lihat akibat dirimu yang terlalu melakukan hal gila dengan tubuhku, namun beruntungnya, tidak ada siksaan atau cacian. "
Riota melihat lirih Linra yang sedang sedih itu di sampingnya.
" Gue memang gak tau apa yang loe pikirkan, tetapi saat itu gue mencoba membuat loe nyaman dan mungkin bagi kaum laki-laki, itu wajar. "
Linra menjawab dengan kedua pipinya yang basah akibat lelehan air matanya.
" Kamu benar-benar terbutakan oleh nafsu mu yang mungkin sudah tidak tertahankan selama ini, karena aku juga laki-laki. Kamu tau betapa jijiknya aku melihat dan di masukan apa yang sebelumnya aku punya? Namun perbedaanya dengan waktu aku di paksa untuk mencari uang adalah, karena kamu memberiku tempat bernaung yang nyaman. "
Linra pun bersandar di pundak Riota dan meneruskan pembicaraanya.
" Andai aku dari dulu adalah seorang perempuan, pasti aku akan menikmatinya seperti yang kamu rasakan itu. Namun jika aku perempuan dengan kondisi yang sama seperti ini, pastinya aku sudah di perkosa oleh Ayah kandungku sendiri dan fatalnya bisa hamil dan melahirkan anak terlarang. "
Riota kemudian mengangkat kepalanya Linra sebentar dan merangkul bahunya sambil mencium kepalanya.
" Mcch... Gue berharap memang loe bisa jadi perempuan utuh. Andai kata semisal itu terjadi sekarang, gue pasti akan jauh lebih senang dan sangat gembira. "
Linra menundukan kepalanya dan menyeka air matanya.
" Itu mustahil... Sungguh ini adalah kisah cinta yang aneh dan pastinya tidak akan bisa di mengerti oleh orang biasa saja. "
Riota tersenyum.
" Gue juga berfikir demikian, kenapa gue bisa ada rasa cinta seperti itu, padahal loe itu laki-laki. "
Linra lalu menghadap Riota dengan tatapan sayu sambil berkata dengan lembut.
" Kalau begitu, bisakah kita bersandiwara seperti sepasang kekasih yang bahagia? "
Riota tersenyum.
" Dari awal sebenarnya gue udah bahagia, loe tinggal serahkan semuanya ke gue. "
Linra seperti membuka sedikit pintu hatinya untuk Riota walau memang hubungan itu termasuk hal yang terlarang, namun Linra saat itu memastikan Riota tidak melakukan hal itu lagi dengan alasan penyakitnya.
Setelah kejadian itu.
Riota memasang spanduk di depan rumahnya dengan di bantu Linra.
Bisnis Kuliner Linra mulai berjalan di bantu oleh tetangga yang mengajukan diri, dimana mereka semua adalah Ibu-ibu rumah tangga yang berjumlah 3 orang.
Ketika itu di hari Sabtu yang cerah.
Linra mendapatkan pesanan untuk acara Aqiqah salah satu anak kompleks di area perumahan Riota berada, namun mereka hanya memesan lauk dasarnya saja dan tidak lauk utamanya, dimana lauk utamanya di buat sendiri oleh sang pemesan, dimana tentu acara Aqiqah menggunakan daging kambing.
Ketiga Ibu-ibu itu sudah akrab dengan Linra dan selalu berbincang denagn dirinya ketika sedang memasak bersama di dalam garasi.
Salah satu Ibu-ibu bertubuh gemuk yang bernama Ibu Wani bicara kepada Linra dimana wajah dan rambutnya kejawaan sangat lekat kepadanya.
" Hei Linra, bagaimana hidup mu bersama seorang yang tubuhnya lebih besar di bandingkan dengan kamu yang kecil dan kurus ini? "
Linra tersenyum dan menjawabnya.
" Seperti orang pada umumnya kok, Ibu Wani. "
Linra sebenarnya jarang bicara, tetapi yang namanya Ibu-ibu, pastinya ada saja yang di bahas.
Kemudian Ibu Hanif yang tubuhnya sedikit lebih kurus dari Ibu Wani dengan rambut sedikit panjang sepunggung atas lurus ikut bicara ketika sedang menanak nasi.
" Pasti kamu merasa puas ya di dalam hubungan. Kalau di bayangkan sih, wah, kamu termasuk perempuan yang beruntung, apalagi mendapatkan kepuasaan yang secara lahir dan batin, Kamu pasti paham kan. "
Linra tersenyum tipis dan tau arah pembicaraan itu kemana.
" I-Iyah... Hehehehe.. "
Namun Linra iyakan saja, karena Emak-emak pasti sulit untuk di ajak debatr.
Memang pada dasarnya Linra itu bukan seorang perempuan.
Lalu Ibu Dian ikut bicara dimana tubuhnya hampir sama seperti Ibu Hanif dengan rambut pendeknya sebahu berikal.
" Kalau kalian berdua memang terlihat saling melengkapi, itu sangat bagus loh, suami kamu itu besar dan kamu kecil, wajar saja sih jika saling timbal balik. "
Perbincangan itu terus bergulir selama proses masak itu belum selesai.
Kemudian di Kantor tempat Riota bekerja.
Riota masuk karena ada Urgent dari pekerjaanya dan mengharuskan dirinya masuk, karena beberapa hari ini memang dirinya sangat sibuk hingga kurang tidur.
Hanya tim Riota yang datang bersama Manajer.
Namun Riota baru kali ini merasa ada yang aneh dan bingung dengan pekerjaanya.
Entah apa yang terjadi, namun secara tiba-tiba banyak pekerjaan yang datang kepadanya dan juga banyak complain juga ke dirinya, sampai dirinya merasa pusing.
" Kenapa pekerjaan gue jadi mumet begini, padahal awalnya baik-baik aja. "
Gio yang juga ikut mumet datang kepada Riota.
" Ta.. Kok baru kali ini ada masalah sampai sebegitu banyaknya yah. Gue juga mumet ini perbaikin formulannya. "
Lia pun juga datang ke bilik Riota.
" Ta, bantuin gue donk, itu banyak banget complain dan gue benar-benar lagi pusing juga, apalagi ada masalah keluarga. "
Riota menghela nafas dan bersandar di kursinya.
" Ini hasil program gue semua kenapa banyak masalah yah.Loe berdua juga bikin gue pusing sebenarnya. "
Gio dan Lia saling menatap.
Gio pun bicara.
" Sorry ya Ta. Gue jujur benar-benar belum bisa banyak ngebantu loe selama berada di tim loe. "
Riota kemudian berfikir untuk menghandel semua program miliknya itu yang di kerjakan oleh Gio dan Lia agar tidak terlalu merembet keluar.
" Gio, Lia. Tinggalin aja itu dan biar gue yang handel semua pekerjaan, bagaimana pun gue yang salah, mungkin ada keteledoran sedikit dan gagal fokus. "
Gio tersenyum bersama dengan Lia.
Gio menepuk pundak kanan Riota dan berkata.
" Makasih ya, Ta. Terus gue sama Lia ngapain? "
Riota tersenyum dan menjawab dengan mudah.
" Beliin gue makanan dan minuman yang enak sebagai penggantinya. "
Gio dan Lia tersenyum, dimana Lia yang paling senang.
" Ok Ta. Gue sama Gio kalau begitu keluar dulu ya buat beliin loe makanan dan minuman. "
Riota tersenyum.
" Silahkan. Awas loe ya kalau gak enak. Gue gak handel kerjaan loe berdua. "
Gio dan Lia pergi dengan gembira dimana mereka akhirnya bisa santai.
Dalam ruangan itu, hanya Riota dan Manajernya yang berada di dalam ruangan khusus.
Ketika Itu Derta datang dari ruangan khususnya dan menghampiri Riota yang sedang serius bekerja di biliknya.
" Wah seperti biasa, sang Perfectionist Programmer bekerja keras. "
Riota menatap jengkel Derta.
" Ngapain loe keluar? Gue lagi fokus ngerjain complain yang Client ajukan. "
Derta tersenyum.
" Saya cuma melihat-lihat saja kok, tidak perlu emosi begitu. "
Sebenarnya Riota merasa ada kecurigaan kepada Derta, Manajernya itu.
Namun tentu baginya hal tersebut tidak penting bagi dirinya, dimana sekarang hidupnya telah tersempurnakan dengan adanya Linra yang mengurus semua keperluan rumah dan birahinya.
Tentu ketika Riota menerapkan hidup sehat dan selalu berolah raga tentu manusia ada batasannya.
Beberapa hari berlalu dan Linra melihat Riota terus pulang sedikit lebih lama di banding sebelumnya dan ketika pulang pun, dia kembali bekerja dan Linra tidak berani menganggunya, bahkan sampai larut malam pun, Riota masih bekerja.
Hampir beberapa bulan berlalu dan Linra mulai khawatir.
Saat Riota sedang duduk di kursi komputernya di kamar dimana dirinya sedang bekerja, Linra menyelimutinya dan memberikan selau makanan sehat yang ia masak khusus untuknya.
" Ini untuk kamu dan selimut. "
Riota tersenyum dengan wajah yang terlihat sedikit kelelahan.
" Terima Kasih yah, Linra. "
Linra duduk di saping tempat tidur ke arah Riota berada dan berbincang mengenai pekerjaan yang sekarang jauh terlihat lebih berat di banding sebelumnya.
" Aku khawatir dengan kondisi kamu yang pulang telat dan bekerja sampai larut malam. Apa pekerjaan mu itu lagi sibuk-sibuknya? "
Riota menjawab sambil memakan makanan yang di bawakan oleh Linra.
" Entah lah, gue juga gak tau. Tapi banyak Problem yang terjadi dan itu rumit dimana gue juga yang harus turun tangan. "
" Maaf aku tidak bisa bantu kamu. Ilmu ku hanya sekedar memasak saja. "
Riota tersenyum.
" Tenang aja, gue juga gak butuh bantuan loe kok. Udah tidur sana, tubuh loe gak seberapa di bandingkan tubuh gue ini. "
Linra menarik selimut dan memang tidak ada yang perlu di khawatirkan olehnya, karena Riota memang sehat orangnya.
" Baiklah, aku tidur duluan yah. "
Malam itu pun Linra lagi-lagi tidur duluan dan Riota masih fokus mengerjakan pekerjaanya.
Paginya Riota terlihat oleh Linra sedang tertidur di atas meja komputernya dengan selimut di punggungnya yang menyelimutinya.
Linra seperti biasa membangunkan dirinya untuk bekerja, dimana alaram tidak bisa lagi membangunkan diri Riota.
" Riota, bangun, hei. "
Riota perlahan bangun dengan kondisi lelah dan kurang tidur.
" Hmm... Udah pagi... "
" Kamu tidur larut lagi yah? "
" Begitu lah, permisi, gue mau langsung mandi dan siap-siap. "
Linra terlihat merasa khawatir dengan kondisi Riota yang memaksakan diri dan takut terjadi sesuatu kepadannya.
Kemudian yang di takutkan Linra terjadi.
Beberapa bulan memaksakan diri, Riota jatuh sakit dimana dirinya pingsan tiba-tiba dan keluar darah dari hidungnya di hari sebelum dirinya bekerja di hari senin.