Hari itu adalah dimana Riota di pecat secara sepihak yang dimana Derta menurutnya telah menyalah gunakan kuasanya akibat karena tidak bisa menikahi Linra.
Namun satu sisi, Linra membuat Riota merasa dirinya tidak masalah di keluarkan secara sepihak seperti itu, karena Riota paham, kalau Linra jauh lebih apa yang ia ingin gapai dari posisi dirinya yang dahulu ingin menjadi manajer perusahaan.
Ketenangan raga dan Bantin Riota sudah dirinya dapatkan dimana selama ini ia ingin gapai, tetapi selalu gagal karena ulahnya sendiri.
Walau Linra bukan perempuan sempurna dan Riota sudah tahu asal mula dirinya berubah seperti itu, namun Riota tetap menganggap dirinya perempuan.
Hari itu Linra full istirahat karena melakukan hal dengan Riota dimana Riota tentu tenaganya melebihi dirinya dengan tubuh dan ototnya yang besar.
Riota kemudian memantau pekerjaan Ibu-ibu yang bekerja itu di area garasi dan membantu untuk mengemas kotak makan yang saat itu ada pesanan.
Malamnya.
Hujan kembali turun.
Riota saat itu sedang duduk di depan komputer dan bermain sebuah game dimana dirinya sudah mengenakan pakaian santai dan celana pendek.
Sementara Linra masih terbaring lemah di atas tempat tidur dan tidak berbusana.
Linra bangun perlahan dari tidurnya dan duduk di atas tempat tidur sambil melihat ke arah Riota.
" Kamu sedang bermain game? "
Riota menengok ke arah Linra berada dan tersenyum.
" Iya, gue mau refresing tubuh dan pikiran gue, apalagi gue baru sembuh dari sakit. "
Linra kemudian mengambil Dressnya yang tergeletak di samping kanan dirinya berada dan memakainya tanpa dalaman.
" Kamu sudah makan? "
Riota menjawab sambil bermain game di komputer.
" Udah kok. Ibu-ibu yang tadi kerja kan masak lebih dari arahan loe. "
Tiba-tiba Riota berdiri dari kursi komputernya dan menghampiri Linra, lalu duduk di samping Linra.
Riota menggenggam kedua tangan Linra sambil menatap dalam dirinya.
" Loe mau gue ambilin makan? Masih terasa lemas? "
Linra benar-benar melihat kasih sayang Riota semisal dirinya mungkin mendapatkan perempuan asli dan bukan dirinya, pasti mereka akan tau betapa Riota itu sangat penyayang walau suka melakukan hal gila.
Linra tersenyum lembut dan menggenggam balik tangan Riota.
" Tidak usah, aku sudah baikan kok, Riota. "
Riota lalu mendekat ke diri Linra dan bicara dengan nada kesal.
" Romantis dikit kenapa, manja-manja kek gitu, jangan sok-sok kuat, ini lagi suasana romantis dengan di iringi hujan, gak peka banget sih loe jadi perempuan. "
Linra tersenyum dan tidak marah.
" Apaan sih, kamu ini... Aku ini laki-laki dan aku sudah ceritakan semuanya ke kamu.. Udah deh, aku tidak apa-apa. "
Riota menatap serius Linra.
" Bodo amat dengan masa lalu loe, sekarang coba loe manja-manjaan di depan gue atau apa kek kayak perempuan pada umumnya, gue butuh itu. "
Linra kembali tersenyum sampai tertawa dan menganggap Riota itu lucu.
" Hahahaha.. Kamu lucu yah.. "
Riota memasang wajah bingung.
" Malah ketawa.. Dasar manusia gak peka loe ah. "
Linra lalu sedikit menggenggam lebih erat kedua tangan Riota dan tersenyum manis ke dirinya.
" Kalau begitu, bawakan aku makanan dan suapi aku yah. "
Perlahan senyum Riota kembali tampak dan hatinya begitu senang.
" Gitu donk ahhh... Gue kan tambah seneng kalau loe manja-manjaan, tapi jangan setiap hari juga. Nanti loe manfaatin gue lagi. "
Linra melepaskan genggaman tangannya itu dan menepuk pelan pipi Kanan Riota sambil tersenyum.
" Aku Manja-manjaan ini juga karena di paksa oleh kamu tau... Aku juga tidak mau terus bersandar di sisi kamu, karena diriku masih ada laki-laki yang kuat dahulu. "
Riota mengelus kepala atas Linra dan tersenyum.
" Iya-iya gue paham kok, Makanya peka sedikit kalau lagi situasi begini, dasar.. "
Linra benar-benar merasa lucu dengan tingkah Riota itu.
Riota pun bangun ari duduknya dan keluar untuk membawa makanan yang akan di berikan kepada Linra, tentu Riota akan suapi.
...........
Riota membawa nampan besar dimana ada sepiring nasi yang cukup banyak, mangkuk sayur bening berisi daging Ayam, kentang pakai Cabai di piring kecil lalu air mineral dan obat-obat Linra.
Linra melihat Riota yang sedang menaruh beberapa piring itu di atas meja samping dekat tempat tidur.
" Tidak salah kamu menaruh nasih di piring itu "
Riota tersenyum sambil menyendokan sayur dan lainnya di atas piring yang berisi nasi itu.
" Makan loe harus di banyakin lah, biar loe itu sedikit berisi, siapa tau kan payudara loe tumbuh. "
Linra memasang sedikit wajah jengkel ketika Riota mengatakan hal tersebut.
" Kamu masih saja mesum. "
Riota melirik.
" Mesum? Loe yang mesum, tadi yang ngajakin begituan pertama siapa? Loe kan? Loe yang mesum sebenarnya yah tapi di pendam. "
Linra memasang wajah kaget dan malu.
" H...Hah?? Aku mesum? A-Aku tadi hanya menawari kamu... Ehhh... Kalau kamu tidak mau tadi menereima tawaran ku, tentu aku juga tidak akan marah. Weee.. "
Riota selesai menyendokan beberapa lauk di atas piring itu dan duduk di sampin Linra.
" Udah loe jangan pura-pura, sebenarnya loe ada hasrat juga kan sama gue? Waktu gue main itu, tubuh loe gak bisa di tutupi, bahkan loe terus nempel di tubuh gue seakan loe ingin di sayang sama gue sambil gue main. "
Linra semakin malu ketika membahas hal tersebut.
" H...Heeeeee..... A-Aku... Aku... "
Riota tersenyum dan mengarahkan sendok yang sudah ada nasih dan lauk di atasnya ke bibir Linra.
" Udah deh jangan malu-malu kucing, buka mulut loe. "
Linra terdiam sejenak dan kemudian berkata.
" Bisa kamu ambilkan minum dahulu? Aku haus. "
Riota menaruh sendok itu di atas piring dan mengambilkan gelas pelastik besar yang sudah terisi air mineral.
" Ini, minum aja dulu. "
Linra mengambil gelas itu dari tangan Riota dan meminum air tersebut perlahan.
Ketika sudah minum, Linra menaruh gelas itu di atas meja di samping temppat tidur dan Riota menyuapi Linra dengan perlahan.
Linra dan Riota saat itu benar-benar menikmati masa berdua di kamar dengan di iringi hujan yang ada di luar.
" Buka mulut loe lagi. "
" A... "
Linra kembali membuka mulutnya dan makan makanan yang di sendoki oleh Riota.
Saat sedang di suapi itu, Linra melihat kalau wajah Riota lebih segar dari sebelumnya, dimana waktu itu di kejar pekerjaanya, sekarang dia terlihat sedikit berbeda dan seperti lepas beban yang mungkin selama ini dia pikul.
Tidak terasa Nasi yang di bawa oleh Riota habis di makan oleh Linra.
" Abis juga kan tuh nasi yang gue bawa banyak, bilang aja kalau loe laper banget. "
Lagi-lagi Riota menggoda Linra.
" Bukan begitu, sayang kalau tidak di makan. "
Linra tersenyum dan faktanya memang dirinya demikian seperti itu.
" Terserah loe dah. "
Lalu Riota mengambil semua obat yang begitu banyak dari pelastik putih itu dan menaruhnya di atas tempat tidur.
Saat itu Linra menggenggam kedua tangan Riota dan berkata sambil menatapnya.
" Untuk minum obat ini, biarkan aku sendiri. "
Riota melirik ke arah Linra dan menatap dalam kedua bola matanya. Riota tahu kalau Linra tidak enak kalau minum obatnya harus di suapi juga.
Riota menaruh obat itu dan bicara.
" Hei, apa rasanya setiap hari harus minum obat sebanyak ini? "
Linra tersenyum dan tau kalau Riota ini seperti sedang berbelas kasih kepadanya.
" Rasanya semuanya pahit dan beberapa ada yang manis, yang manis aku sisakan di akhir. Kamu tidak perlu berbelas kasihan kepada diriku karena hal ini, aku sendiri sudah terbiasa meminum obat yang cukup banyak tersebut. "
Riota mengelus pipi kiri Linra dan itu membuat Linra malu.
" Bukan begitu, gue gak bisa bayangin aja ada orang yang harus minum obat sebanyak itu setiap hari 3 kali sehari. Tapi memang iya, gue melihatnya kasihan. "
Linra tersenyum dimana pip kirinya masih di elus oleh Riota.
" Sudah aku bilang jangan berbelas kasihan kepada ku. "
Riota lalu menggenggam tangan Linra yang sedang menggenggam bungkusan obat itu dan menatap lembut Linra.
" Gue kasihan karena loe itu ternyata banyak penderitaan ketika hidup di dunia ini, yang paling buat gue sangat ingin loe gue perhatian dan gue sayangi adalah, karena loe itu berbeda sifatnya dari kebanyakan orang pada umumnya yang mendambakan ketenaran diri atau semacamnya di depan banyak orang, gue ngeliat loe tuh kalem dan memang gak tertarik dengan dunia perempuan yang penuh gaya atau fashion, tapi dengan dandanan simple aja loe bisa cantik, apalagi loe sekarang statusnya adalah Istri gue di buku Nikah, jadi gue wajar perhatian dan berbelas kasih kepada loe, karena loe itu Istri gue. "
Mendengar hal yang tidak biasa itu dari mulut Riota, Linra terdiam sejenak dan kedua pipinya memerah.
" Ehhh... "
Riota lalu merangkul tubuh Linra dan perlahan mendekatkan tubuhnya Linra itu ke tubuhnya Riota dan akhirnya di peluk lembut oleh Riota.
" Gue semakin lama semakin sayang kepada loe, entah kenapa perasaan ini datang setelah beberapa bulan ini kita melakukan sandiwara pernikahan. Gue merasa ingin selalu ada di dekat loe dan memeluk tubuh loe yang kecil ini. Waktu gue kerja pun ketika itu, gue berusaha untuk memperbaiki secepat mungkin agar bisa ketemu sama loe dan bisa peluk, tapi nyatanya gak bisa dan gue malah sakit karena mungkin juga karena banyak pikiran itu juga. "
Linra pasrah di peluk oleh Riota dimana kepala belakangnya sedang di pengang oleh tangan kanannya yang besar.
" Riota.. "
Kedua tangan Linra perlahan ke arah pinggang Riota dan memeluk balik dirinya.
" Karena perasaan ini, rencana gue dan loe yang waktu itu ingin mencari perempuan lain untuk gue nikahin seakan runtuh tidak tersisa. Karena gue sangat nyaman ketika memeluk loe dan bicara dengan loe dan loe juga jarang marah ke gue, kalau pun marah itu pun malah terbilang sebagai loe mencari perhatian ke gue dan selalu berakhir dengan baikan dan pelukan. Gue jadi gak bisa melepaskan diri loe walau loe memang gue tau adalah teman laki-laki gue saat masih duduk di bangku SMK. "
Linra bingung harus menjawab apa, pada akhirnya Linra hanya tersenyum dan menikmati pelukan hangatnya itu.
Linra kemudian melepaskan pelukan Riota dan meminum obatnya satu-persatu di atas tempat tidur, dimana Riota melihatnya tepat di depan Linra.
Linra pun berbaring di tempat tidur setelah minum obatnya dan Riota masih duduk di samping Linra dan memainkan jari-jari dari tangan kiri Linra tersebut.
Riota kemudian berkata.
" Gue selalu berharap loe bisa menjadi perempuan seutuhnya. "
Mendengar hal itu Linra seakan sedih dan tidak mungkin hal tersebut bisa terjadi.
Namun dalam hatinya Linra, dia juga berharap demikian, namun pengharapannya itu hanya untuk Riota seorang dan tidak ingin ke lain lagi.
Diam-diam Linra menangkap rasa sayang dan cinta Riota yang selama ini ia tepis dengan mensugesti dirinya kalau faktanya dia adalah laki-laki dan bukan perempuan.
Namun setelah semua yang terjadi, Linra benar-benar di anggap perempuan seutuhnya oleh Riota walau dirinya tau kalau semuanya yang ada di tubuhnya adalah palsu dan bahkan bagian bawahnya.
Linra berharap ada seuatu keajaiban yang mungkin terjadi, dia ingin menjadi perempuan seutuhnya dan tentu setelah itu mungkin terwujud, pastinya ia akan terus berada di samping laki-laki yang menyayangi dirinya itu.
Yaitu hanya Riota seorang.
Linra rela memberikan anak berapa pun kalau Riota sanggup memang menghidupi mereka nantinya.
Namun mungkin itu hanya akan terjadi di dalam mimpi atau imajinasi Linra saja.