Chereads / Malkist Cinta ( Kisah Cinta Aneh ) / Chapter 25 - Malkist Duapuluh Lima : Kepolosan Linra sebagai Perempuan

Chapter 25 - Malkist Duapuluh Lima : Kepolosan Linra sebagai Perempuan

Malam menjelang dini hari itu, Linra terbaring bingung dengan Riota yang sedang duduk di pinggir tempat tidur dan sedang mengelus-elus tangan kanannya Linra.

Sontak Linra bicara atas sesuatu yang terjadi itu.

" Hei, Riota. Apa iya aku ini sekarang perempuan? "

Riota tersenyum dan mengelus dahinya Linra.

" Dokter Martha tadi udah bilang kalau loe itu perempuan, kenapa loe kayaknya gak senang gitu sih? "

Tentu Linra tidak menyangka dengan apa yang terjadi dengan tubuhnya, karena sesuatu itu sangat sekali mustahil.

" Kamu tidak merasa ada yang aneh apa tentang semua ini? Tidak mungkin aku perempuan, itu mustahil. "

Riota mendekatkan wajahnya ke wajah Linra dengan tatapan lembut.

" Emangnya gue gak percaya, Gue juga awalnya demikian, tapi saat gue rasain sendiri payudara loe dan melihat bagian bawah loe itu, gue sontak gak peduli dengan perasaan gak percaya tadi. "

Linra perlahan bangun dari tidurnya dan tubuh Riota perlahan mundur untuk memberi ruang Linra untuk bangun.

" Tidak pernah ada kasus seperti ini di dunia, Riota. Aku sekarang jadi takut. "

Wajah Linra khawatir jika sewaktu-waktu dirinya akan di teliti.

Namun Riota menjawabnya dengan biasa.

" Loe gak perlu cemas juga kali, Dokter Martha doank yang tau kalau loe adalah seorang laki-laki awalnya. Jadi santai aja, lagian Doraemon aja biasa aja gak di ganggu. "

Linra melihat jengkel Riota sambil mengambil bantal dan memukul wajah Riota yang senyum-senyum itu.

( Pllkk... )

" Kamu pikir aku ini Doraemon? Dalam khawatir begini akunya, kamu masih saja bercanda. "

Riota mengambil bantal yang di pukul ke wajahnya itu oleh Linra.

" Gak perlu khawatir sih, ada gue ini. "

Kemudian Riota berdiri dan memaksa Linra membaringkan tubuhnya dengan cara memegang kedua bahunya.

" Sekarang loe istirahat dulu dan jangan pikirkan masalah ini, loe baru juga bangun dan selang yang tadinya untuk masukan makanan sudah di lepas oleh Dokter Martha, jadi loe istirahat dulu dan pulihkan kondisi. "

Linra terbaring dan dirinya memang masih membutuhkan banyak istirahat karena masih lemah.

" Kamu benar, Riota. "

Riota kemudian mendekatkan tubuh dan wajahnya ke tubuh Linra yang sedang terbaring itu, kemudian dia menggenggam erat tangan kanannya Linra sambil mencium bibirnya dengan tatapan lembut.

" Mcchh... Lin... Sekarang loe adalah seorang perempuan, mungkin gue akan lebih dari ini, apa loe siap? "

Linra menatap khawatir ke arah Riota.

" Kamu ingin aku lebih dari sebelumnya? Aku pasti akan pingsan, aku ini lemah, kenapa kamu sangat mementingkan kepuasan kamu itu, tolong jangan memaksa. "

Sontak Riota merasa jengkel, karena salah di artikan perkataanya.

" Bukan itu yang gue maksud, goblok!!! Gue juga punya hati... Yang gue maksud adalah, gue akan memperlakukan loe layaknya perempuan 100%, itu yang gue maksud... Ngerti gak loe?? "

Linra bingung.

" Memang sebelumnya kamu belum 100%? "

Riota benar-benar jengkel, namun perlahan ia tahan dan meredamnya, kemudian dia memeluk tubuh Linra yang kurus dan lemah itu.

" Gue jadi makin sayang kepada loe. Lin... Sekarang loe yang seutuhnya perempuan membuat gue ingin terus ada di samping loe. "

Linra kembali merasakan kehangatan pelukan Riota yang tubuhnya besar itu.

" Riota.. "

Riota melepaskan pelukannya dan tersenyum.

" Sekarang loe tidur, walau kita gak bisa merayakan hari tahun baru ini, tapi gue senang dengan kondisi loe yang seutuhnya perempuan. "

Linra tersenyum dan perlahan memejamkan kedua matanya, karena memang dirinya masih mengantuk.

Perlahan dirinya tertidur kembali.

Riota melihat Linra dengan merasa senang dan tidak menyangka juga doanya terkabul.

Riota sangat-sangat tidak menyangka kalau seseorang yang ada di depannya dulu cacat tubuh dengan tidak asli perempuan, sekarang tiba-tiba semua yang ada di tubuh dan dalamnya asli perempuan.

Sebuah keajaiban yang sangat berarti bagi kehidupannya sekarang. Riota tidak lagi harus mencari yang lain dan mencoba untuk ada dulu di samping Linra, sampai jika memang benar Linra asli perempuan, tentu Riota tidak perlu khawatir tidak bisa memiliki momongan dari Linra.

Karena Riota juga masih mengantuk, dia kembali ke sofa dan tidur dengan wajah berseri.

Kemudian paginya.

Suasana di luar berawan gelap dengan angin sedikit kencang.

Linra terbangun lebih dahulu dan merasakan badannya sudah lebih baik dari sebelumnya.

Namun kemudian, tiba-tiba Linra merasakan ada sesuatu yang membasahi bagian bawahnya.

Linra membuka selimut yang menutupi bagian bawah tubuh nya dan terkejut ada noda darah cukup banyak yang ada di selimut dan seprai tempat tidur itu.

Wajah kaget Linra tampak dan tangannya gemetar.

" Da...Darahh... "

Linra kemudian teriak karena ketakutan.

" Kyaaaaaa!!!!!!! "

Sontak Riota langsung bangun dari tidurnya yang pulas dan mengiggau seakan mengajak bertengkar.

" Apa!! Apa!! Ayo kalau loe berani?? Ehh.. Ahh.. "

Sontak Linra teriak ke arah Riota dengan wajah khawatir.

" Riota... Riota... A..Ada darah.. "

Riota yang masih terkantuk dan bangun secara tiba-tiba itu langsung sadar.

" Gila loe ya teriak-teriak histeris pagi-pagi.. Bikin gue kaget goblok... "

Linra lalu meringkuk dan terlihat dirinya benar-benar ketakutan sampai Riota yang tadinya marah langsung menghampiri Linra dengan wajah khawatir.

" Linra... Loe kenapa.. "

Linra di peluk oleh Riota dan Linra memeluk erat tubuh Riota.

" A-Aku takut... "

Riota melihat darah yang begitu banyak di bawah kaki Linra sampai menodai yang ada di area tempat tidur itu.

" Loe ngerasain sakit gak? Ada yang sakit gak? Bilang aja, ini masih di rumah sakit. "

Linra menatap sedih wajah Riota yang sedang begitu dekat di pelukannya.

" Aku tidak merasakan apa-apa... Tapi aku takut darah kalau sebanyak ini.. "

Riota bingung.

" Hah!! "

Linra pun menutup kedua matanya dan masih berpelukan di tubuh Riota.

Riota merasakan tubuhnya Linra yang saat itu berbeda dan terlihat sangat normal kalau dirinya takut dan memeluk tubuhnya.

Riota mengelus punggungnya dan dia sudah tidak perlu lagi memikirkan sesuatu, karena Linra sekarang adalah perempuan.

" Cup..cup..cup... Gue ada di sini, Mungil Sayang.. "

Sontak Linra membuka kedua matanya dan malu-malu.

" Ri-Riota.. "

Riota tersenyum dan rasanya sangat senang bisa memanggil sebutan Sayang kepada Linra.

Riota mencoba melepaskan pelukannya Linra yang erat itu untuk memanggil Dokter Martha.

Namun Linra malah tidak ingin Riota lepaskan.

" Jangan lepaskan pelukanku, aku takut.. "

Riota tersenyum.

" Loe bagaimana? Gue mau ke Dokter Martha, kalau loe meluk gue kayak begini, bagaimana gue bisa jalannya. "

Linra lalu perlahan melepaskan pelukannya dan memejamkan kedua matanya..

" Ba-Baiklah... "

Riota membaringkan tubuh Linra perlahan di atas tempat tidur.

" Loe tunggu dulu di sini sampai gue datang bersama Dokter Martha. "

" Iyahhh... Tapi cepat... "

Riota tersenyum karena melihat Linra yang ketakutan, namun dirinya juga khawatir karena tiba-tiba Linra berdarah.

Riota bergegas ke luar dan menuju tempat Dokter Martha berada.

Selama menunggu itu, Linra tidak membuka matanya.

Lalu hujan deras turun di pagi awal tahun baru.

Dokter Martha yang sempat masih tidur di ruangannya langsung terbangun saat Riota datang dengan panik.

Riota menceritakan semuanya dan Dokter Martha langsung bergegas.

Sesampainya di kamar dan di cek bagian bawah Linra untuk mengetahui asal usul darah itu, ternyata.

Dokter Martha tersenyum.

" Dia mengalami menstruasi seperti layaknya perempuan, tapi karena mungkin pertama dan ya seperti yang kamu tau, darah yang keluar cukup banyak. "

Sontak Riota terdiam sejenak.

" ... Hah? Menstruasi? "

Dokter Martha melipat selimut yang terkena noda darah itu dan membuka seprai tempat tidur yang sedang di tiduri oleh Linra.

" Iya, datang bulan. Hal normal bagi perempuan untuk membersihkan rahimnya setiap bulan. Itu lah kenapa dia tidak merasakan sakit apapun. "

Linra di bantu bangun oleh Dokter Martha dan di buka Dress itu lalu memberikan handuk untuk menutupi tubuhnya.

Riota langsung menghampiri Linra yang sedang berhanduk itu dan menemaninya duduk di sofa.

Ketika itu Riota bertanya kepada Dokter Martha.

" Kalau dia bisa menstruasi seperti layaknya perempuan normal, artinya dia bisa hamil ya Dokter Martha? "

Dokter Martha sibuk membenahi tempat tidur itu dengan wajah tersenyum.

" Ya sudah pasti bisa, asal kamu buahi dia. Tapi jangan saat keadaan dirinya menstruasi. Tidak di sarankan. "

Sontak Riota melirik ke arah Linra yang tambah cantik dan manis itu.

Linra balik melirik jengkel Riota.

" Kenapa kamu lirik-lirik begitu ke aku? "

Riota tersenyum.

" Loe budeg gak denger perkataan Dokter Martha? Loe itu bisa hamil... Ngerti gak?? Di perut loe itu ada rahim untuk menapung bayi tumbuh... Peka kenapa sih loe. Goblok banget lama-lama. "

Linra pun mencubit kesal pinggang Riota dengan kuat.

" Uhhhh!!! Kamu yahhh... Aku cuma masih belum percaya.. "

" Aaaduhhh... Sakittt... Goblokk... Lepasinnn... Aaaahhh.. "

Linra melepaskan cubitan itu dan menatap kesal Riota.

" Kamu tuh bikin emosi aku tau gak, aku masih bingung... Masih bingung... "

Riota mengelus pinggangnya yang di cubit oleh Linra.

" Aduhhh.. Gila loe nyubit sekeras itu... Aduhh.. Goblokk.. "

Dokter Martha tersenyum dan berkata kepada Riota..

" Riota.. Sebaiknya kamu ubah cara bicaramu itu kepada dia, terlalu kasar jika menyebutnya seperti itu, apalagi dia sekarang kan perempuan dan istrimu. "

Sontak Riota merasa benar dengan perkataan Dokter Martha, apalagi terlihat memang Linra sudah seperti sepenuhnya perempuan.

Namun Linra berkata.

" Tidak apa dia bicara seperti itu kepadaku, aku sudah biasa semenjak dulu juga. "

Namun Dokter Martha menyarankan agar jauh lebih akur.

" Tapi kamu kan sekarang perempuan, tidak baik nanti di panggil begitu, apalagi jika nanti kalian merasakan masa saat proses memiliki anak, mood kamu pasti bisa saja berubah dan marah loh saat misalkan kamu hamil dan itu bisa mempengaruhi pertumbuhan janinnya. "

Linra terdiam.

" Ehh... "

Riota lalu menatap Linra.

" Benar juga yang di katakan Dokter Martha. Mungkin loe masih biasa, tapi saat semisal udah ada janin di perut loe yang tumbuh, rasanya gue juga gak enak juga ngatain loe goblok begitu, sama aja kayak gue ngerendahin loe dan bayi itu, apalagi kalau sampai menganggu perkembangan janin dan nanti dia lahir, gue pasti akan sangat bersalah juga sebagai ayah nanti. "

Sontak Linra merasa malu dan melihat Riota dengan tersenyum.

Dokter Martha membawa seprai tempat tidur itu dan juga selimutnya untuk di cuci.

" Saya akan membawa ini untuk di cuci, kalian berdua tunggu dan jangan bertengkar. "

Ketika pintu itu di tutup dan Linra sudah terbebas dari semua alat di tubuhnya.

Riota merangkul tubuh Linra ke dekat tubuhnya dan mencium kepalanya.

" Mcchh.. Gue gak sabar ingin mencoba membuahi rahim loe itu, apakah bisa terbuahi. "

Linra memasang wajah malu tertunduk saat di pelukan tubuh besarnya Riota yang dimana dirinya hanya memakai handuk berwarna putih.

" Ehhh... "

Riota lalu turun dari sofa dan duduk di lantai sambil melihat wajah Linra yang malu itu.

" Loe gak seneng kalau misalkan loe hamil? Itu jadi dobel kebahagian untuk kita loh, Linra Sayang. "

Linra merasakan malu ketika dirinya di bilang Sayang oleh Riota.

" Ehh... Tapi apa iya.. "

Linra masih benar-benar belum bisa menerima kalau dirinya adalah perempuan yang bisa hamil, karena memang belum terbukti.

Riota dengan tenang kembali bicara sambil menggenggam kedua telapak tangan Linra.

" Ya loe harus yakin lah... Masa cuma gue doank yang yakin sih, Linra Sayang. Ini keajaiban yang mungkin cuma loe doank dapat loh, seneng sedikit lah, gue aja seneng banget loe bisa berubah begini. "

Tiba-tiba Riota teringat dengan kedua orang tua nya.

" Oh iya... Kedua orang tua gue gak perlu tau masalah ini, tetapi akhirnya yang mungkin Mamah inginkan akan terwujud tidak lama lagi. "

Linra lalu mengingat apa yang waktu itu Mamah nya Riota katakan dengan memberikannya cucu yang banyak untuknya.

Wajah Linra memerah dan semakin terlihat jelas kalau dirinya malu.

" Cucu? Anak? Bayi? "

Riota tersenyum dan mencium tangan Linra dengan perasaan kasih sayang.

" Mucchhh.. Iya, Cucu, Anak dan Bayi yang loe bilang. Kenapa loe nyebutnya beda, cukup satu aja kalee... "

Linra memalingkan wajahnya dan malu menatap Riota.

" Ehh.. "

Namun Riota mengarahkan pandangan Linra ke wajahnya dengan cara memegang dagunya dengan tangan kanannya dan menatap lembut Linra.

" Hei.. Loe jangan berpaling, ini sekarang kenyataan, Lin.. Loe perempuan... Loe bisa memberikan gue Bayi dari hasil hubungan cinta kita ini. Loe pasti merasakan puncak saat rasa cinta itu datang di hubungan kita di kamar itu kan? Sekarang kita bisa memetik buahnya dengan hubungan di puncak itu, yaitu seorang bayi hasil dari hubungan cinta kita yang dalam puncaknya cinta itu kita rasakan, Lin. Akhirnya hubungan cinta kita di puncak itu nanti akan mungkin bisa memberikan benih dari hasil itu dan tumbuh janin di perut loe. Itu hasil cinta kita yang di titik puncak. "

Linra merasa malu-malu dan wajahnya memerah kembali.

" Puncak hubungan cinta kita akan membuat benih yang tumbuh menjadi bayi? "

Riota tersenyum lebar.

" Iyah.. Ketika itu tiba, gue dan loe tidak akan lama lagi akan menjadi Ibu dan Ayah bagi anak yang ada di dalam perut loe yang tumbuh itu, apa loe gak senang? "

Linra melirik-lirik sambil tersenyum.

" Aku.. Jadi Ibu... Ya ampun... "

Riota benar-benar senang jika itu terjadi..

" Iya.. Kita berdua bisa memiliki anak tanpa harus ini itu. Apa kamu paham sekarang di posisi dirimu sebagai perempuan dan istriku. "

Linra berfikir sejenak dan mengingat tentang keinginannya dan membalas kebaikan dari Riota yang memberikan tempat bernaung yang tenang dan usaha yang selama ini ia inginka.

Linra perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Riota yang tubuhnya sedang duduk di lantai itu lalu mencium bibirnya sambil memejamkan kedua matanya perlahan.

" Mccchhh... "

Linra memegang pipi kiri Riota dan Riota juga memegang pipi kiri Linra.

Linra melepaskan ciuman singkat itu di bibir Riota dan dirinya tersenyum sambil berkata dengan wajah yang memerah karena malu.

" Riota... Aku siap jika itu yang kamu inginkan... Setelah ini, kamu bisa membuahi ku dan aku akan mencoba siap untuk menjadi perempuan seutuhnya, lalu.... Melahirkan buah hati hasil cinta kita yang memuncak itu. "

Mendengar hal itu, Riota tersenyum lebar bahagia dan Linra akhirnya paham posisi dirinya.

" Akhirnya loe bisa memahami situasi ini... Gue sangat sayang-sayang kepada loe, Linra.. Gue sayang banget ke loe dan ini jujur dari hati gue.. "

Linra tersenyum dan mengelus-elus kedua pipi Riota dengan tatapan lembut.

" Riota... Aku juga sungguh Sayang kepadamu. Sekarang aku bisa mengungkapkan kebenarannya di sini saat aku benar-benar menjadi perempuan seutuhnya. "

Riota lalu berdiri dan mendorong tubuh Linra hingga jatuh ke sofa dan mencium bibirnya sambil meremas payudara nya dan handuknya yang menutupi area vital Linra terbuka.

Riota dan Linra akhirnya bisa saling menyempurnakan cinta yang ketika itu masih terhalang dinding yang hampir tidak bisa tertembus.

Hingga akhirnya keajaiban datang dan membuat perubahan besar.

Dokter Martha yang perlahan membuka pintu kamar itu sekilas melihat Linra dan Riota sedang bermain di sofa panjang itu.

Dokter Martha perlahan menutup kembali pintu itu dan tidak ingin mengganggu kesenangan kedua pengantin muda itu.

" Sungguh ini keajaiban yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.. Selama menjadi dokter, baru kali ini aku melihat sesuatu yang mustahil terjadi. Kamu sangat beruntung, Riota. Semoga kamu di berikan anak yang baik dan tidak mengecewakan Papah dan Mamah mu. Aku akan selalu bantu nanti dan ini akan menjadi rahasia kita. "

Hujan dan hawa yang dingin itu membuat kehangatan tiba-tiba di kamar rawat inap itu, dimana Linra dan Riota sedang melakukan hal yang di lakukan oleh antara suami istri yang sudah sah.