Derta kembali bicara kepada Riota.
" Saya memesan katering milik istri mu dengan cara tanpa memberi tau mu dan istrimu agar jangan bilang kalau saya yang memesan setiap hari jum'at. "
Riota melirik ke arah Derta yang tersenyum itu.
" Jadi loe yang mesen terus di hari jum'at? Tapi kemana loe kirimnya? "
Derta menciun pipi Vanessa.
" Mchh.. Saya kirim ke sekolahnya, agar Vanessa bisa merasakan masakan yang dahulu seperti Mamah nya buat, tentu murid-murid kelasnya dapat dan dari pihak sekolah juga mendukung dan akhirnya seperti yang kamu pasti tau, kalau katering istrimu jadi pesanan rutin untuk makan siang mereka makan di hari jum'at. "
Sontak Riota merasa telah bersalah dengan menuduh Derta dibalik semua masalah itu sampai dirinya di pecat.
" Jadi loe bantu dengan cara seperti itu? Emang gue liat kalau dia selalu ada pesanan di hari jum'at, tapi gue gak pernah tanya, karena itu bisnisnya dia sendiri dan gue gak mau ikut campur, kecuali jika ada masalah. "
Gio menatap Riota.
" Kabar istri loe gimana, Ta? "
Riota balik bertanya kepada Gio.
" Tunggu dulu, loe berdua tau dia di rawat di sini dari siapa? "
Gio menjawab.
" Dari Mamah loe, Ta. Gue hubungin Mamah loe dan bertanya kehidupan loe sekarang, ternyata Mamah loe ngabarin kalau Linra di rawat karena gak bangun-bangun dan memberikan alamatnya ke gue, tapi gue bilang juga kalau Lia telepon Mamah loe, pura-pura aja baik-baik aja, takutnya dia ngambil kesempatan ini untuk lakuin lebih jauh dari apa yang dia lakuin ke loe. "
Riota tersenyum.
" Ternyata loe pinter juga ya, gendut. "
Derta lalu bicara Kembali.
" Boleh kami melihat kondisi dia di dalam? "
Gio terlihat penasaran juga dengan keadaan Linra.
" Gue juga ingin liat kondisinya, Ta. Kalau loe ijinin. "
Riota tentu mempersilahkan masuk setelah mendengar sebuah kenyataan pahit kalau Lia yang ada di balik semua ini.
" Silahkan masuk. Tidak perlu sungkan bicara, karena Linra benar-benar sudah tidak bangun hampir satu minggu. "
Gio dan Derta terkejut.
Gio berdiri dari tempat duduknya.
" Hah!! Serius loe gak bangun dari seminggu lalu? "
Derta menatap serius Riota.
" Dia kenapa? "
Riota lalu berdiri dan mempersilahkan masuk mereka berdua.
" Masuk lah. Kita bicara di dalam. "
Gio dan Derta ikut masuk ke dalam kamar tempat Linra di rawat.
Vanessa, anak Derta di gendong olehnya.
Terdengar suara mesin penditeksi detak jantung.
( Pip... Pip... Pip.. )
Gio dan Riota melihat ke arah Linra yang sedang terbaring lemah di ayas tempat tidur tanpa bergerak, hanya gerakan nafasnya saja yang terlihat dari perutnya.
Derta menatap dalam ke arah Linra.
" Dia benar-benar mirip sekali dengan dirinya saat tidur. "
Vanessa pun bicara juga sambil menunjuk.
" Itu seperti Mamah. "
Gio dan Riota melihat Vanessa.
Riota lalu bicara sambil melihat ke wajah Linra yang kedua matanya terpejam.
" Apa karena alasan anak loe ini juga kenapa loe tiba-tiba mau rebut dia dari gue? "
Derta melirik ke arah Riota dan Vanessa yang sedang di gendongannya pun ikut melihat wajah Riota.
" Benar sekali. Lihat reaksinya saat baru pertama kali melihat istrimu ini. Tidak mungkin aku tanpa alasan merebut sesuatu dari orang lain dengan cara tidak sehat. Walau memang kenyataanya dirinya sudah tiada dan yang ada di depan ku ini adalah orang lain. "
Gio lalu duduk di sofa dan menaruh bingkisan makanan yang ia bawa.
" Makan dulu yuk loe berdua, gue udah beli nasi padang. Vanessa juga ikut Om makan yuk. "
Riota merasa senang dengan kedatangan Gio, karena dia sudah seperti sahabat dekatnya walau terkadang suka ngerepotin dirinya.
" Gue seneng loe dateng, Gio. Pagi ini ada suasana yang berbeda dan otu buat gue senang di tengah ke khawatiran Linra yang belum bangun. "
Gio tersenyum.
" Gue juga senang bisa ketemu loe lagi, Ta. Makan bareng yuk. "
Mereka lalu makan bersama di pagi hari yang mendung itu.
Saat sedang makan nasi padang itu, Derta bicara kepada Riota.
" Gue berusaha untuk masukin lagi loe ke perusahaan gue, doain aja gue bisa. "
Riota tersenyum dan merasa kalau itu tidak perlu lagi di pentingkan.
" Gue udah gak peduli mau di keluarin juga, yang sekarang gue harap cuma mau liat Linra bangun dari tempat tidur nya. "
Gio menepuk pundak kiri Riota sambil menelan makanan yang ada di dalam mulutnya.
" ..... Ya, gue sih berharap loe bisa masuk lagi, tapi kayaknya emang loe sekarang mikirin dia. "
Riota tersenyum.
" Iya, rasanya saat menemukan sebuah ketenangan hati, di saat itu lah seperti seberat apapun masalah hilang. Ibaratnya seperti menemukan rumah yang ideal dimana di rumah itu loe bisa dapatkan sesuatu yang nyaman dan terasa dunia ini kecil. "
Derta ikut tersenyum.
" Waktu saya bersama dirinya juga sama seperti yang kamu rasakan ini, apalagi saat dia dalam keadaan mengandung Vanessa. Itu puncak penuh kasih sayang. "
Mendengar hal itu, Riota seperti berharap juga demikian.
" Begitu kah? Gue juga mau merasakannya. "
Gio kembali menepuk pundak kiri Riota.
" Loe harus terus berdoa, Ta dan sabar. Gue mendoakan loe agar kembali seperti dulu. "
Riota tersenyum.
" Loe emang temen gue yang paling gendut dan bisa menghibur gue, Gio. Terima Kasih. "
Derta menepuk pundak kanan Riota.
" Saya juga mendoakan agar dirinya bisa kembali seperti dulu. "
" Terima Kasih. Derta. "
Gio dan Derta di rumah sakit itu sampai malam dimana mereka melihat tahap Linra ketika harus di beri makan melalui selang khusus karena sudah pasti dirinya tidak bisa makan melalui mulutnya.
Namun karena mereka ada kegiatan masing-masing, Riota memakluminya dan tau kalau Gio juga sedang mencari jodohnya.
Derta karena sudah memiliki anak, jadinya tentu ada acara tersendiri juga bersama keluarga besarnya.
Lagi-lagi Riota sendiri di kamar itu sampai tahun baru tiba.
.........
Beberapa jam sebelum tahun baru yang merah di pagi yang berawan.
Riota terduduk di bangku menghadap jendela di kamar Linra di rawat, dimana ramai orang-orang di jalan dan suasana kendaraan lebih lenggang.
Riota melihat ke arah Linra sambil memegang tangan kanannya.
" Ketika semua orang sedang senang, gue dan beberapa orang lainnya yang juga sama posisinya seperti gue lakukan ini. Dimana harap-harap cemas dengan keadaan loe. "
Riota mengelus kepala Linra dengan lembut.
Kemudian Dokter Martha datang dari balik pintu.
" Riota. "
" Dokter Martha. "
Dokter Martha mengajak Riota untuk melihat kembang api di saat menuju pukul 12 sebelum pergantian tahun di atap atas.
" Malam nanti, bagaimana kalau kita lihat kembang api sebelum pergantian tahun di atap? "
Riota merasa itu bukan sesuatu yang cocok ia lakukan untuk saat ini.
" Sepertinya gue gak ikut dan memilih jaga dia di kamar. Maaf. "
Dokter Martha menghampiri Linra.
" Baiklah jika memang itu keputusan dirimu. Tidak perlu meminta maaf, karena aku hanya ingin menghibur dirimu saja. "
Riota benar-benar sudah tidak merasa bahagia saat Linra masih dalam keadaan seperti itu.
" Mungkin itu memang membuat diri ini menghibur, tapi saat melihat wajah Linra, singkat secara tiba-tiba rasa putus asa dan sedih kembali membanjiri hatiku ini. "
Dokter Martha merasakan kalau Riota benar-benar serius walau tau kenyataanya.
" Kau terlihat seperti menyukai dirinya melebihi apapun, tetapi kamu juga butuh refresing sedikit. "
Riota tetap menolaknya.
" Kalau begitu silahkan anda saja yang pergi. "
Dokter Martha tersenyum dan perlahan berjalan ke arah pintu keluar.
" Kalau begitu Baiklah. "
Pintu kamar itu di tutup dan Riota kembali memandang wajahnya Linra.
" Gue harap loe bangun dan melewati awal tahun dengan keadaan kita seperti sebelumnya. "
Namun Riota lebih baik tidur dari pada harus melihat gemerlap langit malam yang terhiasi kembang api berbagai macam warna.
Karena itu akan membuatnya jauh lebih sedih melihat kenyataan dirinya menunggu seseorang yang bagi banyak orang akan mengangggap dirinya palsu.
Namun hati Riota tidak bisa di bohongi.
" Gue lebih baik tidur. "
Riota menutup gordeng jendela dan tidur di sofa seperti biasa yang ia lakukan saat menjaga Linra.
" Hmnn.... Selamat tidur, Linra. "
Riota perlahan memejamkan Kedua mata nya dan berusaha tidur.
........
Dalam senyap dan samar-samar suara dari ledakan kembang api di atas langit terdengar di kedua telinga Riota dan itu menandakan kalau pergantian tahun sudah di mulai.
Riota membuka matanya sedikit akibat suara tersebut, namun ia tidak ingin bangun dan melihat kemeriahan itu dari jendela yang gordengnya terbuka.
Sontak Riota merasa ada yang janggal karena tiba-tiba gordeng nya terbuka dan membuka kembali kedua matanya sambil membangunkan tubuhnya.
" Gue perasaan udah tutup. Lagi pula ruangan ini kedap suara dari luar. "
Riota membuka kedua matanya dan melihat ke arah ranjang tidur yang ada di depannya, dimana secara mengejutkan, Linra sedang terduduk di tempat tidur sambil melihat ke arah kanan yang dimana jendela itu terbuka sedikit.
" Haaaa.... "
Riota membuka kedua matanya lebar-lebar dan mengedipkannya beberapa kali, merasa apa yang dia lihat di depannya itu bukan sebuah mimpi atau ilusi saat bangun tidur.
" Hah... Ini gue lagi gak mimpi kan? "
Kemudian Linra melihat ke arah Riota, dimana Linra terlihat ada yang berbeda.
" Riota... Apa ini di rumah sakit? "
Riota langsung bergegas bangun dan menghampiri Linra yang sudah bangun itu.
" Loe... Loe bangun... Linra? "
Linra tersenyum.
" Iya, aku bangun. Ada apa yah di luar sana itu? Kok banyak petasan di langit, apa ada perayaan sesuatu ? "
Riota sangat-sangat terkejut sampai-sampai dirinya langsung memeluk tubuh Linra dengan erat.
" Bodoh... Loe tau kalau malam ini adalah malam tahun baru, memangnya loe gak sadar kalau udah gak bangun hampir 2 minggu? Gue khawatir.... "
Linra masing bingung dengan kondisinya yang di ceritakan oleh Riota.
" Masa sih? Perasaan baru kemarin kok aku rasanya bangun. "
Riota tiba-tiba menangis di pelukan Linra dengan terlihat kembang api yang berwarna-warni dari jendela itu.
" Hiksss.. Akhirnya loe bangun juga, Linra... Hikss.. "
Linra merasakan tubuh Riota gemetar seperti orang yang memang sedang menangis.
Linra memeluk balik dan masih bingung.
" Kamu kok nangis... Ya ampun.. Sudah aku bilang kalau aku cuma kelelahan. "
Riota menjawab dengan suara tangis.
" Loe goblok yah... Hikss... Kelelahan itu ada batas wajarnya, loe itu tidur dan gak bangun lagi hampir 2 minggu.... Hikss.. Gue berencana untuk mengajak loe bersama orang tua gue liburan di vila di Sukabumi, tapi gagal... Dasar loe... Mungil... "
Linra sedikit merasa kesal sekaligus malu.
" Kok aku jadi yang salah, kalau kamu mau pergi ya pergi aja. "
Riota melepaskan pelukannya dan memegang erat kedua bahunya Linra.
Linra melihat derasnya air mata masih mengalir di kedua bola matanya Riota.
" Kamu benar-benar gak cocok banget nangis.. "
Tiba-tiba Riota mencium bibir Linra sambil memegang bagian kepalanya dan juga pinggangnya.
Samar-samar suara kembang api itu mulai semakin ramai dan menghiasi langit malam.
Cahaya dari ledakan kembang api itu sampai terlihat dari jendela kamar itu.
Linra melihat wajah Riota yang begitu dekat tersinari kilatan ledakan kembang api yang berasal dari jendela yang berwarna-warni.
Riota juga melihat wajah Linra yang tersinari ledakan kembang api itu.
Perlahan ciuman bibir itu di lepaskan oleh Riota.
" Gue sangat bersyukur loe bisa bangun kembali, Linra. "
Linra memerah kedua pipinya.
" Riota... "
Tiba-tiba Riota melihat sesuatu yang berbeda di bagian dada Linra dimana ada dua tonjolan besar di balik Dress nya.
" Li..Linra.. Dada loe kok menonjol. "
Linra kemudian membuka baju atas Dress itu sampai ke area perutnya dan memperlihatkan sesuatu yang tidak bisa di percaya.
" Aku tidak tahu, tetapi secara tiba-tiba ini tumbuh dan saat aku rasakan, rasanya kenyal seperti bagian kulitku. "
Riota melihat sesuatu yang di miliki oleh seorang perempuan, dimana bentuknya terlihat cukup besar dengan bagian lingkaran imut berwarna merah muda menonjol di atas tonjolan itu yang tau fungsinya untuk apa.
" Itu... Itu... Boleh gue rasakan? "
Linra dengan santai menjawabnya.
" Silahkan. "
Kedua telapak tangan Riota berada di dada Linra yang tiba-tiba menonjol itu dan mencoba meremasnya perlahan.
Ketika itu tiba-tiba Linra mengeluarkan suara desahan.
" Ahh.. "
Sontak Riota kaget dan melepaskan kedua tangannya dari dadanya Linra.
" Kenapa loe goblok.. Bikin gue kaget aja. "
Linra merasa malu dan merasakan saat sedang di sentuh dadanya itu, terasa terangsang seperti area bawahnya yang di rangsang.
" A..Aku merasakan terangsang saat kamu menyentuhnya.. Aku gak tau rasanya hampir sama dengan rangsangan di bagian bawah. "
Riota benar-benar bingung dan mencoba kembali memegang dadanya Linra.
Linra memejamkan kedua matanya dan tangannya mencengkram seprai tempat tidur menahan rasa rangsangan itu saat Riota merabah dan meremas-remas nya dengan tangan besarnya.
" Ahhh... Hmnnn... "
Riota melihat kalau itu bukan di buat-buat dan Linra memang terlihat seperti sedang terangsang.
" Gue gak percaya ini bisa terjadi. "
Linra memegang kedua tangan Riota dan membuka kedua matanya dengan wajah menahan rasa rangsangan itu.
" Bi-Bisa kamu lepaskan... Uhh... Darahku seperti naik... Kyuuhh... "
Tiba-tiba Riota melepaskan tangan kirinya dari dada Linra dan mengarahkan ke pinggang Linra lalu mencium bibir Linra sekali lagi sambil meremas-remas dada kanannya.
Linra merasakan tubuhnya lebih terasa terangsang dan sensainya jauh lebih besar sampai dirinya merapatkan kedua kakinya.
" Mnn... Nmm.... "
Riota terus meremas-remas dada Linra sambil mencium bibirnya.
Sementara Linra pasrah dan merasa kalau itu sangat enak bagi tubuhnya dan sensainya juga berbeda jauh.
Suara penditeksi detak jantung itu terdengar cepat dimana memang detak jantung Linra Tiba-tiba cepat akibat terangsang.
Linra lalu bersandar di tubuh Riota yang dimana Linra seperti merasakan kalau ada yang keluar dari area bawahnya.
Riota melepaskan tangannya dari dadanya Linra dan juga ciumannya.
" Kenapa loe? "
Linra menjawab dengan lirih.
" Kayaknya aku keluar... "
Riota lalu menyikap bagian bawah Dress Linra yang tertutup selimut dan melihat sesuatu yang kembali mengejutkan dirinya.
" Linra... Linra... Bagian bawah loe.. "
Linra bingung.
" Ada apa dengan bagian bawahku? "
Riota lalu membuka Dress itu sampai ke perut Linra hingga Linra melihat bagian bawahnya yang berbeda.
" Loe liat punya loe itu? Itu seperti yang di miliki oleh seorang perempuan. "
Linra sontak terkejut.
" Bagaimana bisa? Ini berbeda dari sebelumnya... dan aku bisa merasakan kalau ini benar-benar berfungsi. "
Jantung Riota berdegup kencang dan tangan kanannya merabah bagian bawah Linra yang telah berubah dan terlihat imut dengan ada warna merah muda cerah.
Lagi-lagi Linra mendesah sambil merapatkan kedua kakinya sampai menjepit tangan Riota yang sedang merabah area bagian bawahnya itu.
" Haaa.. Uhhmm.. "
Riota merasakan kalau itu memang asli dan dari reaksi Linra, dia terangsang.
" Hangat dan sedikit ada yang lengket. "
Linra menarik tangan Riota yang ada di bawah miliknya.
" He-Hentikan.. Riota.. Aku semakin merasa jauh lebih terangsang... Rasanya ini jauh berbeda. "
Seketika itu Riota tersenyum lebar dan mendekatkan tubuhnya ke tubuh Linra.
" Lin.. Loe tau gak, kalau kita bisa memiliki keturunan. "
Linra bingung.
" Kamu gila yah? Apa masih belum sadar kalau aku ini laki-laki? "
Riota memegang kedua pundak Linra dan menatap serius Linra.
" Gak... Sekarang loe adalah perempuan... Loe perempuan asli, Linra. "
Linra bingung.
" Hah? Apaan sih? Aku jujur tidak mengerti. "
Riota kemudian berjalan ke arah pintu dengan wajah tersenyum.
" Loe tunggu di sini, gue mau panggil Dokter Martha. "
Linra di tinggal begitu saja oleh Riota.
" Hei... Kok aku di tinggal.. "
Riota berlari ke arah menuju tangga yang mengarah ke atap untuk menemu Dokter Martha.
Ketika di buka, terlihat beberapa perawat, Dokter lainnya dan juga Dokter Martha sedang menikmati bakar-bakar di atas atap.
Riota langsung menghampiri Dokter Martha yang sedang berdiri di dekat pagar besi.
" Dokter Martha!! "
Dokter Martha berbalik arah dan melihat wajah Riota yang seperti menangis, namun dia tersenyum lebar.
" Riota? Kamu itu menangis atau gembira? Wajah mu tidak jelas sekali. "
Riota tanpa pikir panjang langsung menarik tangan kanan Dokter Martha.
" Dokter Martha... Cepat periksa istriku yang baru saja bangun dari tidurnya. "
Dokter Martha tentu terkejut saat dirinya di tarik oleh Riota menuju ke tangga.
" Apa? Dia sudah bangun?
" Nanti aja terkejut nya, sekarang periksa dia dulu. "
Dokter Martha awalnya berfikir memeriksa tubuhnya yang sudah ia ketahui.
Namun saat ia melihat ke tubuh Linra yang tiba-tiba berubah itu, Dokter Martha benar-benar lebih terkejut saat melihatnya.
" Luar biasa.. Tapi bagaimana bisa? "
Riota menatap serius Dokter Martha.
" Dokter Martha, coba cek apakah semuanya itu asli sampai dalamnya? "
Dokter Martha yang bingung itu lalu bergegas memeriksa tubuh Linra yang berubah itu.
Linra hanya diam ketika di periksa bagian intimnya dengan Dokter Martha.
Bahkan pemeriksaan nya itu sampai ke dalam dan mengecek bawahnya dengan alat untuk memastikan apakah bagian dalamnya juga berubah.
Dan hasil dari gambarnya cukup mengejutkan Riota dan Dokter Martha sendiri yang memeriksa nya.
" Aku tidak percaya, dia memiliki rahim yang baik dan bagian bawahnya masih tersegel, dadanya juga berubah menjadi payudara yang cukup baik. "
Riota sampai tidak pudar senyuman dari wajahnya itu.
" Artinya dia bisa hamil kan? Benar kan? Dia jadi perempuan kan? "
Dokter Martha benar-benar tidak percaya dan hanya memberikan jawaban mengangguk yang membuat Riota berkali lipat senangnya sampai memeluk erat tubuh Linra yang sedang terbaring di tempat tidur.
" Akhirnya... Linraaa... Harapan gue terwujud... Loe bangun dan tiba-tiba jadi perempuan... "
Linra masih bingung dan tidak percaya.
" Riota... Itu tidak mungkin... Lepaskan aku... Ya ampun... "
Dokter Martha lalu melihat Linra dengan serius.
" Itu mungkin, Linra. Karena kamu memiliki semua yang di miliki perempuan, termasuk rahim untuk mengandung. Kamu sekarang adalah seorang perempuan murni. Sungguh aku sendiri tidak percaya kalau struktur tubuhmu tidak ada yang cacat dan malah terbilang normal. Kamu perempuan. "
Sontak Linra sadar.
" A-Aku perempuan? "
Riota benar-benar senang.
" Akhirnya.. Akhirnya... Terima Kasih Tuhan... Sekarang loe adalah perempuan dan kita bisa memberi kan cucu untuk kedua orang tua gue itu yang sekaligus orang tua loe juga, Linra... Gue seneng banget.... Gue seneng..... "
Linra masih bingung dan merasa kalau ini pasti mimpi.
" Apa iya aku perempuan? Aku pasti sedang bermimpi. "