Kemudian Dokter Martha datang dan langsung mengecek kondisi Linra dengan peralatan tes kesehatan yang di bawa oleh Dokter Martha menggunakan koper berwarna putih.
Riota dan kedua orang tuanya hanya bisa melihat Linra di periksa.
Beberapa menit telah berlalu dan Dokter Martha menyudahi pemeriksaan kepada tubuh Linra.
" Semuanya tampak normal, tapi memang dirinya terlihat seperti tidur normal pada umumnya. "
Riota yang sedang duduk di kursi komputernya bicara.
" Tapi tidurnya itu tidak wajar, Dokter Martha. Sudah 3 hari ini dia hanya bangun di waktu malam saja saat aku sedang tidur, itu pun dia langsung meminta untuk minum obatnya setelah aku menyuapinya makan walau sedikit, setelah itu dia kembali tidur. "
Dokter Martha pun bingung.
" Saya sendiri juga tidak terlalu banyak informasi kalau hanya pemeriksaan luar saja. Apa sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit untuk di ronsen bagian dalam tubuhnya? "
Mamahnya Riota bicara dimana dia sedang duduk di antara kaki Linra dan sedang memijat-mijat kakinya.
" Mamah juga berfikir seperti itu. Sebaiknya kita bawa dia untuk pemeriksaan. "
Kemudian tiba-tiba Linra perlahan bangun dari tidurnya dan mengejutkan semuanya yang ada di kamat itu, termasuk Riota.
" Linra... Linra... "
Linra membuka matanya perlahan dan mencoba bangun.
Mamah Riota tersenyum lebar.
" Alhamdulillah dia bangun. "
Linra bangun dan melihat di kamarnya itu sudah ada kedua orang tua Riota dan seorang Dokter perempuan.
" Ri..Riota.. "
Riota langsung menghampiri Linra dan memeluknya.
" Loe kenapa tidur terus sih, Linra.. Linra.. "
Linra seperti orang yang bangun dari tidur dan bersikap biasa, namun masih lemah.
Akan tetapi suaranya jauh lebih kecil di banding sebelumnya.
" Ada apa, Riota? "
Riota melepaskan pelukannya dan memegang kedua bahu Linra, menatap khawatir dirinya.
" Loe yang ada apa? Gue tuh khawatir banget dengan kondisi loe yang tidur terus, suara loe juga kecil banget. "
Dokter Martha memegang pundak kanan Riota dan mengambil kesempatan untuk menanyakan lebih jauh dengan Linra.
" Linra, apa yang kamu rasakan sebenarnya, tolong jujur, karena kami semua khawatir. "
Linra melihat Dokter Martha dengan tatapan sayu dan bicara dengan nada lemahnya.
" Yang aku rasakan? Yang aku rasakan hanya lemas dan rasa kantuk, seperti aku telah beraktifitas melebihi kapasitas tubuhku ini... Rasanya sangat lelah... Lelah sekali... "
Riota memegang pinggang Linra dan melihat kalau Linra mulai terlihat memejamkan matanya.
" Linra, bangun dulu... Linra.. "
Dokter Martha menampar-napar lembut pipi Linra untuk di sadarkan dan jangan tidur dahulu.
" Linra.. Sadar Linra... "
Linra kembali membuka matanya perlahan dan bicara.
" Aku lelah... "
Riota saat itu benar-benar khawatir dengan kondisi Linra dan takut terjadi sesuatu.
" Loe jangan tidur dulu, makan dulu ayo.. "
Dokter Martha bicara.
" Linra, apa benar kamu hanya merasakan rasa lelah yang teramat sangat dan kantuk? "
Linra mengangguk lemas.
" I-Iyah... Rasanya sangat lelah dan kantuk... "
Dokter Martha terus mengambil kesempatan kesadaran Linra untuk terus bertanya kepada dirinya.
" Sebelumnya kamu pernah seperti ini? "
Linra menggelengkan kepalanya.
" Ti-Tidak... Hmnnnm.. "
Tubuh Linra mulai lemas dan Riota merasakan tubuhnya memang mulai lemas karena dirinya merasakan kalau pinggangnya Linra semakin mulai turun ke belakang.
" Linra... Bangun dulu. "
Dokter Martha benar-benar bingung.
" Jujur hanya itu yang kamu rasakan? Apa tidak ada yang sakit atau sejenisnya? "
Linra mengangguk dan kepalanya sudah tertunduk.
"Ti..tidak ada yang aku rasakan kecuali rasa lelah dan kantuk."
Riota memegang wajah Linra dan mencoba mendangakannya, tetapi Linra benar-benar seperti sudah ingin kembali tidur.
" Linra... Hei.. Bangun dulu... Linra.. "
Linra tertidur kembali dan Riota memeluk tubuhnya.
Dokter Martha pun masih bingung.
" Kalau dia jujur, berarti memang kondisinya seperti yang dia demikian cerita tadi. "
Mamahnya Riota bicara kepada Dokter Martha.
" Tidak mungkin jika seperti itu saja, Dokter Martha. "
Dokter Martha menyilakan kedua tangannya di atas dadanya dan bicara.
" Pemeriksaan luar dirinya normal dan memang tidak ada kejanggalan dengan suhu tubuhnya, ada satu kemungkinan kalau tubuhnya itu sedang memperbaiki dirinya secara alami. "
Riota melirik ke arah Dokter Martha berada yang ada di samping kanannya.
" Memperbaiki? Apa maksudnya? "
Dokter Martha melirik Riota.
" Tidur itu adalah bagian dari regenerasi alami tubuh, itu lah kenapa ketika kita tidur di waktu yang tepat bisa memulihkan kondisi tububmh kita dan membuat segar bugar. Dalam kasus yang seperti ini, ada memang beberapa faktor dan penyakit aneh, tapi berhubung Linra ini memiliki riwayat sakit yang tidak biasa juga dengan leukimianya, artinya ada sesuatu yang sedang terjadi secara alami di tubuhnya ini, tapi tentu tidak tahu apa. "
Papahnya Riota ikut bicara dimana dirinya sedang bersandar di dinding dekat lemari pakaian.
" Tapi jika dia terus tidur, tentu tidak ada asupan gizi yang masuk ke tubuhnya. "
Dokter Martha pun setuju dengan perkataan Papahnya Riota itu.
" Memang benar, maka itu sebaiknya dia di bawa ke rumah sakit dan rawat inap agar aman. Saya tentu pasti akan memberikan infusan cairan untuknya agar tidak kekurangan di tubuhnya, untuk nutrisinya, saya juga akan salurkan lewat perutnya dengan selang khusus untuk memasukan makanan. "
Riota benar-benar tidak habis pikir dengan keadaan diri Linra itu.
" Hah? Selang khusus? "
Dokter Martha melirik Riota.
" Iya, untuk jaga-jaga, karena jika dia tidak bangun secara lama hingga tidak bisa makan, maka itu harus di lakukan. "
Riota benar-benar bingung dan takut.
" Dokter Martha... Apa dia bisa secepatnya sembuh? "
Dokter Martha terlihat datar menjawab pertanyaan Riota.
" Hanya dirinya sendiri yang bisa, karena yang tau kondisinya adalah dia dan Dokter tentu bukan sepenuhnya sebagai juru selamat seperti yang di anggap banyak orang, kami hanya melakukan usaha untuk membantu manusia sembuh, semua itu tetap di tangan tuhan. Jadi berdoa saja. "
Riota yang mendengar itu terasa jatuh mentalnya dan takut terjadi hal yang tidak di inginkan.
Mamahnya Riota lalu berdiri dan melihat ke arah Dokter Martha.
" Kalau begitu usahakan dia bisa bertahan dengan kondisi tertidur seperti yang Dokter ucapkan itu sampai dirinya kembali siuman. "
Dokter Martha bicara ke Mamahnya Riota.
" Itu sudah pasti, sekarang sebaiknya kita bawa dia ke rumah sakit tempat ku bekerja. "
Pada akhirnya Linra pun di bawa oleh Riota untuk ke rumah sakit dengan menggunakan mobil milik Papah nya.
Saat Riota berada di tengah dalam mobil dan memeluk tubuh Linra yang terbaring lemas itu, Riota mengelus-elus tangannya sambil mencium bibir dan pipinya.
" Linra... Bangun donk... Jangan tidur terus begini.. Mchh.. "
Mamahnya Riota melihat kalau Riota benar-benar menyayangi Linra, bahkan hampir beberapa kali dirinya memeluk dan mencium pipinya sambil bicara dimana Linra tertidur.
" Kamu sabar yah, Sayang. Mamah tentu mendoakan kesembuhan istri kamu itu. "
Riota lalu mencium keningnya Linra.
" Mcchhh.. Bangun donk, Linra.. Ayo.. Bangun... "
Linra tidak merespon dan layaknya seperti seorang yang tidur secara pulas.
Ketika sampai di rumah sakit besar di kota jakarta, Linra di berikan kursi roda untuk dirinya duduk.
Papahnya Riota langsung memesan kamar rawat inap yang di berikan petunjuk oleh Dokter Martha.
Untungnya karena mengenal Dokter Martha, semuanya langsung di siapkan dan Riota patungan dengan Papahnya untuk melunasi semua Administrasi dan membayar untuk satu minggu rawat inap itu dengan semuanya yang di siapkan khusus.
Tentu itu bukan biaya yang kecil dan Riota menggunakan tabungannya untuk membeli mobil yang sebelumnya jauh lama ia rencanakan.
Bagi Riota sekarang, Linra adalah hal yang utama.
Sebenarnya Papahnya ingin menanggung semuanya, tapi Riota menolak dan memilih untuk patungan saja, karena Linra adalah tanggung jawab nya sekarang.
Papahnya Riota saat itu memyadari kalau anaknya terlihat lebih dewasa setelah menikah dan merasa bangga.
Linra pun di baringkan di ruangan rawat inap khusus dan beberapa kabel khusus penditeksi detak jantung terpasang di dadanya yang rata itu dan infusan juga masuk ke tangan kirinya Linra.
Ruangan itu berada di lantai 3 paling atas dan terkesan sepi di lorongnya, karena memang di khususkan untuk ruangan rawat inap khusus.
Riota membuka gordeng jendela di ruangan itu dan membuat terang hingga menyinari tubuh Linra yang sedang terbaring lemah di tempat tidur.
" Linra.. "
Dokter Martha tiba dan langsung menyiapkan operasi kecil di tempat itu dengan peralatan yang di bawa oleh perawat perempuan lainnya menggunakan semacam meja dorong berwarna silver seperti yang di pakai banyak rumah sakit.
Dokter Martha ini benar-benar seperti sudah sangat berpengalaman dalam membedah, karena dia saat itu membuka Dress Linra dan mengguntingnya dari atas.
Jari-jarinya mencoba menerawang perut Linra yang kecil itu dan menandakan dengan plester.
Riota dan kedua orang tuanya sementara di suruh untuk keluar sebentar dari ruangan tersebut dan membuat lagi-lagi Riota panik.
Dokter Martha dan perawat perempuan itu berada di dalam kamar tersebut cukup lama, hingga menjelang sore.
Riota yang sedang duduk dengan perasaan khawatir itu bicara ke Papahnya.
" Pah, kalau Papah dan Mamah ingin liburan dengan keluarga adikku di Sukabumi seperti yang selalu kita lakukan di setiap acara menyambut tahun baru, maka lakukan tanpa Riota. "
Papahnya yang juga sedang duduk di ruangan tunggu dekat dengan Riota duduk itu bicara.
" Kenapa kamu berkata seperti itu? "
Mamahnya Riota bicara dimana ia duduk di samping suaminya sambil berpegangan tangan.
" Kami jauh lebih khawatir dengan kondisi Linra, tidak mungkin kami bersenang-senang saat kamu dan istri kamu sakit, apalagi kamu tidak bekerja. "
Riota menatap serius mereka berdua dan berkata dengan yakkn.
" Linra adalah tanggung jawab ku sekarang, Mamah, Papah. Kalian silahkan liburan dan bersenang-senang dengan keluarga adikku itu, tapi tolong jangan memanjakan Riota seperti ini, Riota hanya ingin melewati masa ini dengan Linra, kalian cukup berdoa, itu yang Riota dan Linra butuhkan. Biarkan Riota yang merawat Linra di sini, kalian jangan mengecewakan adik ku juga, karena dia juga anak kalian. Tentu Mamah juga ingin bermain dengan cucu-cucu Mamah dari adik ku itu kan? Jangan memaksakan diri, karena di sini ada Riota. "
Papah dan Mamah Riota saling senyum dimana mereka melihat kalau Riota telah berubah dan mencoba ingin mandiri dengan keluarga kecilnya itu.
Mamahnya Riota bicara.
" Mamah akan selalu mendoakan kamu. Kamu benar-benar telah banyak berubah, tapi tidak apa jika kami batalkan acara itu. "
Papah Riota ikut bicara.
" Benar, kami lebih memilih untuk tidak ikut juga dan memilih untuk menunggu istri kamu siuman. "
Saat itu Riota terlihat kesal dan merasa kalau mereka tidak paham perasaan adiknya nanti.
" Apa Mamah dan Papah tidak memikirkan perasaan adik ku yang selalu menunggu hari-hari ini yang hanya satu tahun sekali? Apalagi dengan anak-anaknya, Riota memaksa kalian untuk menemani dirinya liburan di sana. Tolong biarkan Riota saja yang merawat dan menunggu Linra. "
Papahnya Riota melihat keseriusan itu dan menggenggam erat tangan istrinya itu.
" Sepertinya memang dia itu ingin melewati masa berduanya, Mamah. Sebaiknya kita jangan ganggu dan cukup berdoa saja. "
Mamahnya Riota mau tidak mau menerima hal itu dimana memang terlihat Riota setius dengan perkataanya.
" Kalau kamu benar-benar serius, Baiklah. Mamah dan Papah ikut tanpa kamu dan istri kamu, kami akan mendoakan kesembuhan untuk istri mu itu, Sayang.. "
Riota tersenyum dan bersyukur bisa di pahami niatnya itu.
" Terima Kasih, Mamah, Papah. "