Ketika seminggu lebih Riota tidak masuk kerja karena sakit.
Tiba-tiba ketika di kantor tempat dirinya bekerja, Derta menatap serius Riota sambil memegang sebuah amplop putih.
Riota dan Derta yang sama-sama tinggi itu saling berhadapan dengan wajah serius di depan area ruang kerja.
Derta menyerahkan amplop putih itu kepada Riota dengan tangan kanannya.
" Ini untuk kamu. Baca lah nanti. "
Riota mengambil amplop putih yang di berikan oleh Derta secara cepat dan membukanya langsung dengan tangannya.
Ketika Riota melihat isi amplop itu, ia sangat terkejut dengan apa yang ia baca itu.
Sontak Riota marah.
" Apa-apaan ini!! Gue seminggu itu bilang ke loe kalau gue dalam kondisi sakit dan gak bisa kerja. Sekarang gue dapet ginian tanpa SP ? Loe gila ya. "
Gio yang mendengar suara keras dari Riota langsung menghampiri dirinya.
" Ada apa sih, Ta. "
Riota menaruh kertas itu di dada Gio dengan menepuk dirinya.
" Loe baca ini. Manajer goblok itu memecat gue karena alasan gak jelas. "
Gio sontak ikut kaget mendengar kalau Riota di pecat.
" Hah!! Serius loe?? "
Gio mengambil surat itu dan membacanya.
Derta lalu berbalik arah ke Riota yang sedang kesal karena surat edaran dirinya itu.
" Selama seminggu itu, banyak complain yang datang dan kamu belum menyelesaikan yang sebelumnya hingga aku dan tim mu turut saya libatkan. Direktur sendiri tidak mau nama perusahaan kita jelek karena kamu yang semenjak menikah menjadi tidak fokus dan konsisten sampai banyak yang complain dan menumpuk. Maaf, tapi itu keputusan yang atas, saya tidak bisa menolaknya. "
Riota benar-benar tidak habis pikir dan merasa bingung, bagaimana dirinya bisa mendapatkan hal seperti itu.
Bagi Riota, ucapan Derta itu yang mengungkit pernikahan dirinya tidak sekalipun terbukti, karena dengan menikah, dirinya sangat menikmati pekerjaan itu dan secara, Riota yang memiliki ilmu tertinggi di atas tim mau pun tempat kantornya itu, tidak pernah mengecewakan Client dan selalu perfect dalam pengerjaannya.
Namun entah kenapa dirinya setelah menikah selalu bermasalah di kantornya.
Riota melihat sekeliling area kantornya yang dimana semua mata tertuju pada sosok seorang laki-laki yang di anggap perfectionist akhirnya jatuh.
Kedua tangan Riota mengepal dan seakan ini semua ada yang janggal hingga membuat dirinya sangat marah.
Namun Riota ingat kalau dirinya masih bisa mencari pekerjaan dan di sampingnya ada Linra, sosok perempuan yang sudah di anggap seperti seorang perempuan seutuhnya bagi Riota.
Perlahan rasa amarahnya meredam dan Riota pergi keluar ruangan dengan cepat.
Gio pun mengikutinya dari belakang.
" Ta.. Ta.. "
Ketika berada di lorong menuju lift, Gio berkata.
" Ta, loe gak apa-apa di pecat gini sama tuh Manajer. "
Riota menjawab tanpa melihat Gio.
" Gue masih bisa mencari pekerjaan lain dan dapat Manajer lebih baik dari si goblok itu. Gue ngerasa ada banyak ke anehan memang setelah gue nikah sama Linra. "
Gio pun berfikir demikian.
" Gue juga sama, Ta. Tapi loe yakin mau di pecat begini? Secara ini udah mapan kedepannya. "
Riota menghentikan langkah kakinya dan menghadap Gio sambil tersenyum.
" Karena gue masih punya Linra, sesuatu yang jauh lebih berharga di bandingkan pekerjaan yang di bawahi Manajer tolol itu yang memang dari awal gue nikah, pastinya dia gak suka karena gue nikahin Linra, itu doank yang bisa gue ambil kesimpulan. "
" Riota. "
Tiba-tiba Gio ikut tersenyum dan menepuk bahu kanan Riota.
( Pukk.. )
" Ternyata pernikahan itu membuat loe sedikit lebih dewasa, Ta. Tadinya gue berfikir kalau loe pasti mengajak ribut Manajer loe itu, tapi nyatanya berbeda. "
Riota lalu memeluk tubuh Gio yang gempal itu sambil tersenyum lebar.
" 3 Tahun menghabis waktu bersama loe dan Lia membuat gue cukup senang, sekarang loe harus usaha lebih keras tanpa gue. Gue akan berpisah di sini dan gak akan pernah lagi mau menginjakan kaki gue di perusahaan ini, kalau mau ketemu gue, loe kunjungi aja rumah gue itu yang hasil dari 3 tahun bekerja di sini. "
Gio memeluk balik Riota dan sedikit bersedih karena Riota walau terkadang suka marah ke dirinya, tapi sering membantu dan jarang untuk menolak, apalagi dalam hal pekerjaan.
" Gue seneng banget bisa bertemu loe, Ta. Gue benar-benar udah anggap loe sebagai seorang sahabat yang selalu ada Ketika gue butuh dalam pekerjaan atau uang. Gue benar-benar sangat senang loe bisa jadi ketua tim ini yang terbilang loyal kepada gue dan Lia yang sedikit selalu buat masalah. "
Riota melepaskan pelukannya itu dan tersenyum.
" Gue juga udah menganggap loe itu sebagai seorang sahabat gue, Gi. Walau berpisah di sini, kita masih bisa ketemuan di luar. Gue pergi dulu dari kantor ini. "
Riota kembali berjalan dimana Gio terdiam dengan wajah tersenyum lebar.
" Ta!! Kalau loe butuh apa-apa nanti, gue dan Lia siap bantu loe dan keluarga kecil loe itu. "
Riota melambaikan tangannya tanpa menengok ke arah Gio yang ada di belakang nya.
" Salam ya buat Lia. Gue apresiasi perkataan loe itu, tapi gue sudah ada persiapan, jadi loe fokus aja dengan pekerjaan loe di sini, gak perlu mikirkan gue, karena gue ada Linra. "
Gio melambaikan tangannya walau Riota tidak melihatnya.
" Dasar loe!! Mentang-mentang udah nikah. Kabarin gue nanti kalau anak loe lahir yang entah belum tau kapan loe buatnya. "
Riota ingin tertawa karena perkataan dari Gio itu.
" Hehehe.. Ya.. Nanti gue kabarin loe itu kalau anak gue lahir, walau belum tau kapan gue bisa punya anak. "
Riota sedikit kecewa dan sedih, karena seharusnya dirinya sudah menikmati pekerjaan nya tersebut dan ingin membuat rencana lainnya bersama Linra, akhirnya kandas.
Walau Riota memiliki banyak simpanan dan memang sudah di persiapkan untuk kemungkinan terburuknya, tapi ia harus kehilangan tim yang berharga yang selama ini ada untuknya.
Ketika Riota pulang dimana hari belum siang.
Riota yang memarkirkan sepedah motornya di depan gerbang itu melihat Linra dengan sekumpulan Ibu-ibu yang di pekerjaan olehnya sedang berbincang dan tertawa sambil memasak.
Melihat wajah Linra itu, membuat tenang dari dirinya yang masih kesal dan sempat menggerutu di jalan menuju arah pulang.
Linra yang melihat Riota langsung menghampiri dirinya sambil bertanya.
" Kok udah pulang kamu? Bukannya baru malam? "
Riota tersenyum sambil membuka jasnya.
" Gue di pecat karena alasan tidak jelas dan karena sakit gue itu. "
Tentu Linra terkejut.
" Hah! Di pecat?? Kok bisa begitu? Kamu sudah izin dan faktanya memang kamu sakit, tapi kenapa bisa. "
Riota menarik tangan Linra untuk masuk ke rumahnya dan meminta Izin kepada Ibu-ibu yang sedang bekerja itu.
" Ibu-ibu.. Saya pinjam dia dulu ya. "
Serentak Ibu-ibu itu menjawab dengan senyuman di wajah mereka.
" Yaaa!! "
Tentu yang namanya Ibu-ibu kalau sudah berkumpul, pikiran mereka satu ketika Riota menggandeng Linra ke dalam rumahnya, apalagi pengalaman mereka sudah di atas Linra.
Padahal, Riota hanya ingin cerita di dalam sambil di temani Linra.
Riota pun mengajak Linra ke lantai atas mereka berdua tidur dan Riota menyuruh Linra duduk lalu ia mengunci pintunya.
" Linra, loe pasti tau Manajer gue yang waktu itu datang ke sini bukan? "
Riota lalu duduk di samping kanan Linra berada.
" Aku belum pernah melihat Manajer kamu itu. "
Riota baru ingat kalau Linra saat itu pingsan sampai acara pernikahan selesai, bahkan sampai ke pagi esoknya.
" Oh iya.. Gue lupa, loe pingsan waktu itu. "
" Memangnya kenapa dengan Manajer kamu? "
Riota menatap serius Linra dan menjawab.
" Manajer gue itu kayaknya merasa dendam ke gue karena berhasil menikah dengan loe. "
Linra merasa bingung, karena kenapa ada sangkut pautnya dengan dirinya.
" Tunggu dulu, kenapa aku ada sangkut pautnya dengan dirinya? "
" Ya karena dia kesal sama gue akibat bisa nikahin loe kurang dari 3 hari. "
" Kenapa Manajer kamu seperti ingin sekali dengan diriku? Atau kenapa dirinya bisa melakukan hal sejahat tersebut hingga memecatmu, padahal dirimu sedang sakit dan sudah izin. "
" Loe cepat tanggap rupanya. Awalnya dia berkata kalau ini semua gak ada tanggung jawabnya di pekerjaan gue, tetapi nyatanya itu terbukti omong kosong dan gue di pecat. "
Linra memegang tangan kirinya Riota dan merasa sangat bersalah kepadanya.
" Maaf jika aku yang salah dengan semua ini, hingga kamu di pecat. "
Riota menatap lembut ke arah Linra dan balik menggenggam tangan kirinya yang di genggam oleh Linra.
" Ini bukan salah loe kok. Gue tau memang kehadiran loe itu merubah ketenangan gue, tapi satu sisi, gue ngerasa nyaman aja ketika saat pulang ke rumah dan makan masakan loe yang enak itu setiap hari, dimana gue gak harus makan Mie Instan berlendir itu lagi. "
Linra tersenyum tipis dengan melirik ke wajah Riota dengan malu-malu.
" Kamu ini.. "
Lalu Linra balik menatap lembut Riota sambil berkata.
" Apa pekerjaan yang berat setelah menikah itu juga ulah dari Manajer kamu? "
Riota tersenyum.
" Sepertinya dia menyabotase pekerjaan gue, entah caranya bagaimana, tetapi tiba-tiba banyak complain dari Client yang gue tangani, padahal jujur saja, gue itu sempurna dan jarang mengecewakan Client, tapi baru kali ini selama 3 tahun gue seperti di tampar keras pakai baja sampai sekarat. Itu yang bisa gue ambil kesimpulan untuk saat ini. "
" Aku tidak terlalu paham dengan urusan proggramer atau komputer, tapi ibaratnya seperti masakan ku itu, ada yang menambahkan sesuatu agar rasanya tidak enak yah. "
" Mirip seperti itu, maka itu gue merasa aneh dan tertekan saat gue kembali kerja, bahkan hampir 4 bulan gue harus begadang untuk memperbaiki pekerjaan gue yang secara tiba-tiba teracak seperti puzzel. Sumpah itu rasanya benar-benar beda banget sebelum dan sesaat gue nikahin loe. "
" Maaf yah. "
Riota merasa dirinya tidak mengatakan kalau Linra sepenuhnya bersalah, namun Linra malah membuat dirinya bisa mengendalikan diri secara emosi sekarang.
" Gak usah minta maaf terus ke gue, ini bukan salah loe, inget. Jadi tolong loe jangan minta maaf, karena gue juga gak menyalahkan loe. "
Kemudian tiba-tiba hujan turun dengan deras dimana langit gelap di iringi beberapa suara dan kilatan petir.
( Drrrr... )
Linra memeluk tubuh Riota dimana dirinya ketakutan dengan suara petir itu.
" Kya. Ya ampun. "
Riota tersenyum dimana Linra memang semenjak dulu memang takut dengan suara petir dengan kilatnya, namun berbeda takutnya dengan sekarang
" Hahaha.. Loe masih seperti kayak dulu. "
Riota melepaskan pelukan Linra dan berdiri dari tempat duduknya untuk berjalan ke arah jendela kamarnya yang besar itu dan menutup gordengnya.
Linra masih terlihat takut dan suara hujan teriringi suara petir itu terkadang masih terdengar.
" Gak perlu takut, loe aman di kamar ini. "
Lalu Linra tiba-tiba menghampiri Riota dan kedua tangannya melingkari leher Riota sambil sedikit menjinjit dan menatap lembut Riota.
" A-Aku ingin membuat pengecualian di hari ini. "
Riota menatap bingung dengan tiba-tiba Linra datang mendekatkan tubuhnya ke arah dirinya.
" Pengecualian apaan sih, mau apa loe emang hari ini. "
Dengan suasana yang sedikit gelap di kamar utu karena gordeng jendelanya di tutup, Linra lalu menempelkan kepalanya di dada Riota dengan menghadap samping kanannya dan memeluk pinggangnya sambil berkata.
" Hari ini aku izinkan kamu untuk menjamah tubuhku sesukamu. "
Detak jantung Riota berdegup kencang tiba-tiba dan itu di rasakan oleh Linra yang kepalanya sedang bersandar di dada Riota yang penuh otot itu.
" Loe yakin mau gue lakuin itu je loe sekali lagi? "
Linra lalu menghadap ke wajah Riota yang ada jauh di atas kepalanya, karena dirinya yang pendek.
Linra mengangguk dengan kedua pipi memerah terlihat di wajahnya.
" I-Iyah.. Aku izinkan... Karena aku juga bagian dari keluarga kamu, walau sandiwara, anggap saja ini sandiwara namun serius. Status kita juga demikian. "
Kedua tangan Riota tiba-tiba menggendong tubuh Linra sedikit ke atas dan Riota mencium bibir Linra sambil menggendong dirinya.
Kedua tangan Linra merabah bahu Riota dan melihat Riota Yang begitu dekat sambil merasakan kehangatan tubuh dan Bibir Riota yang sedang mencium bibirnya.
" Hmnm.. "
" Mchh... "
Riota berjalan ke arah tempat tidur dan menjatuhkan tubuh Linra di atas tempat tidur dengan wajah yang terlihat sudah merasa naik hasratnya.
" Gue akan lakukan, tapi gue tetap akan membuat loe nyaman saat gue lakukan apa yang ingin gue lakukan. "
Terlihat Dress bawah Linra sedikit tersingkap dan memperlihatkan celana dalam nya yang berwarna merah muda dengan berenda.
" Lakukan lah, Riota.. Dann.. Buat aku nyaman... "
Riota melepaskan satu persatu pakaiannya dan mulai menghampiri tubuh Linra yang kecil itu sedang terbaring di atas tempat tidur dengan suasana yang cukup dingin saat hujan.
" Gue mulai, loe gak perlu buka Dress loe itu. "
Di hari hujan itu, di kamar itu juga. Linra memberanikan diri menawarkan dirinya kepada Riota untuk sekali lagi bermain dengan tubuhnya.
Bukan berarti Linra ingin terus seperti itu, tapi ia mencoba untuk mungkin bisa meredam emosi Riota atau rasa kecewanya dengan menumpahkan seluruh tubuhnya ke tubuh Linra.
Linra pasrah dengan apa yang di lakukan Riota, dimana tubuhnya di bawa kesana kemari dengan kekuatan miliknya yang tentu otot-ototnya itu nembuktikan kekuatan dirinya lebih besar dari Linra yang tubuhnya kecil.
Terdengar samar dari kamar itu dengan iringan hujan deras suara meringis dan desahan milik Linra yang di tahan selama Riota masih melakukan hal dengan tubuhnya yang kecil itu.
Hampir menjelang pertengahan pergantian siang ke sore dan hujan mulai berhenti.
Namun langit masih mendung dan tetesan air dari genteng berjatuhan sisa-sisa air hujan dari atas.
Linra berlutut di bawah sambil tubuhnya di sangga di meja kecil sampai tempat tidur.
Nafasnya terengah-engah dan keringat mengucur di dahi dan seluruh tubuhnya.
Riota yang sedang berdiri belakang Linra yang sedang berlutut menghadap meja kecil itu melihat bagian punggung Linra yang putih dengan sedikit ada bercak bekas luka.
Riota yang tidak berbusana itu mengambil selimut dan menyelimuti tubuhnya Linra dari belakang punggungnya yang juga sudah tidak lagi ada sehelai pun pakaian di tubuhnya.
" Maaf membuat loe kelelahan. "
Linra di selimuti oleh selimut tebal tempat tidur dan tubuhnya di dekap oleh Riota sambil mengangkat dirinya untuk di peluk di atas lantai bersama Riota dan bersandar di pinggir tempat tidur.
Linra yang saat itu dengan wajah sayunya melihat Riota sambil tersenyum.
" Tidak apa-apa.. Aku yang memang memberikan izin ini. Uhh.. "
Riota memeluk erat tubuh Linra yang terselimuti selimut itu dengan Riota sendiri masih tidak berbusana.
Riota beberapa kali mencium pipi kiri Linra sambil memeluk sayang Linra yang sedang terselimuti selimut hangat itu di tubuhnya.
" Gue hari ini menumpahkan seluruh nya di dalam milik loe dan itu membuat gue bergairah hingga yang ketiga kalinya. Gue benar-benar gak tahan dengan loe yang mendesah dan bersikap pasrah di iringi manja-manja sayang ke gue. Itu buat gue gak peduli lagi loe dulunya apa. Gue puas main dengan waktu lama dengan loe. "
Linra tersenyum tipis dan kepalanya menyandarkan di bahu Riota.
" Hanya itu yang bisa aku lakukan, Riota. Walau sekarang aku sangat lelah, tapi jika itu bisa membuat mu tenang dan nyaman, maka aku siap untuk selanjutnya, asalkan kamu lupakan masalah hari ini. "
Riota mengecup kening Linra sambil berdoa dalam hatinya.
" Mcchh.. "
( Andai saja loe beneran perempuan sebelumnya, gue pasti akan minta loe untuk memberikan banyak keturunan dan yang gue keluarkan itu tidak sia-sia. )