Malamnya.
Riota sedang bermain game di 'Smart Phone' miliknya, dimana dirinya sedang duduk santai di ruang tamu dengan duduk menyila di atas sofa single.
Sementara Linra belum sadar dari pingsannya.
Namun Linra perlahan sadar dan membuka kedua matanya secara perlahan.
" Hhhh... Dimana ini... "
Riota langsung melirik ke arah Linra dan menaruh 'Smart Phone' nya di meja.
" Loe bangun juga akhirnya. Ayo makan dulu. Gue udah delivery makanan nasi goreng. "
Tiba-tiba Linra terbatuk-batuk.
" Uhukk...uhukk... "
" Loe kenapa? "
Linra langsung berjalan cepat dengan wajah pucat menuju ke garasi luar.
" Jangan ikuti aku... Uhukk..uhukk.. "
Riota hanya melihat Linra pergi dan menuruti perkataanya.
" Ok.. "
Riota lalu makan duluan nasi goreng yang di pesannya itu.
Kemudian beberapa jam berlalu dan Linra tidak kunjung kembali untuk makan.
Riota merasa khawatir hingga pada akhirnya dia mendatangi garasi rumahnya tersebut yang ada di samping rumahnya.
Dengan wajah cemas, Riota bergegas dan ....
Linra sedang tidur di kasur lipatnya dengan terlihat berkeringat deras di seluruh tubuhnya.
" Linra... Loe kenapa... "
Riota langsung masuk ke dalam garasi dan mengangkat sebagian tubuhnya Linra yang penuh keringat tersebut.
Linra membuka matanya perlahan dan tersenyum menatap Riota.
" Aku tidak apa-apa... Hanya butuh istirahat... Bagaimana dengan belanjaan yang tadi kita beli? "
Riota tentu merasa kesal, dimana dia malah bertanya tentang belanjaanya.
" Loe tuh goblok ya? Masa khawatirin belanjaan. Itu udah gue taruh semua di kulkas, sekarang loe harusnya khawatir dengan diri loe yang penuh keringat begini. "
Linra lalu mencoba bangun sendiri dan melepaskan dari pelukan Riota.
" Ini biasa, kalau aku telat minum obat efeknya seperti ini. Kamu tidak perlu cemas. "
Riota melihat Linra dengan wajah yang terlihat sayu dan rambut panjangnya itu sampai menempel di bagian wajah dan bahunya karena keringat.
Apalagi dirinya sedang memakai Dress tanpa lengan.
" Udah loe Sekarang pindah ke kamar gue. Gue itu takut kalau loe terjadi sesuatu. "
Linra langsung melirik ke arah kirinya dan berkata kepada Riota.
" Jangan gila deh kamu. Tidak mungkin aku mau tidur sekamar dengan dirimu itu. "
Riota seketika langsung menggendong tubuh Linra yang kecil dan enteng itu di atas dadanya.
" Udah, sekarang loe istirahat di kamar gue. "
Linra kaget dan bagian bawahnya langsung di tutupi oleh tangannya, karena Dress yang ia kenakan sangat pendek.
" Kyaa... Apa yang kamu lakukan... Turunkan aku.. Bagian bawah ku pasti terlihat... Riotaaa... "
Riota tidak peduli dan langsung pergi ke lantai dua kamarnya.
Perlawanan Linra sia-sia dan pada akhirnya ia di bawa ke kamar Riota dan langsung di taruh di ats tempat tidurnya yang besar dan nyaman tersebut.
" Kamu gila yah. "
Riota lalu mengunci pintu kamar dan duduk di hadapan Linra.
" Kenapa kamu kunci? "
" Gue ingin tau masalah loe itu sebenarnya ada apa? Tubuh loe itu kayak sakit-sakitan dan jujur gue takut ada apa-apa sama loe, bukan tanpa alasan. Tapi gue takut kena hukum. "
" Hah? Hukum? Aku tidak akan menuntut kamu kalau terjadi apa-apa kepadaku. Intinya aku tidak apa-apa dan cepat buka pintunya. "
Riota lalu memegang kedua lengan Linra dan wajahnya mendekat.
" Loe inget saat sore? Ketika loe nangis-nangis di pelukan gue sampai loe pingsan? "
Linra baru mengingat kejadian itu.
" Lupakan soal itu. Cepat lepaskan aku dan buka pintunya. "
Tiba-tiba Riota mendorong tubuh Linra ke tempat tidur dan mencium bibirnya Linra singkat.
" Mcchh... "
Linra langsung terdiam dengan wajah memerah.
" ... "
Riota menatap dalam Linra.
" Gue cuma butuh penjelasan dari loe tentang masalah yang ada di dalam diri loe ini. Gue sekarang ini udah menganggap loe sebagai perempuan yang sangat-sangat lemah, walau memang gue tau loe itu laki-laki, tapi mata ini benar-benar terilusi dengan kecantikan loe, sampai gue berani mencium bibir loe. "
Linra mencoba bangun, namun kedua lengannya di tahan di atas tempat tidur oleh Riota yang sedang berada di atas tubuhnya.
" Lepasin aku... Lepasin.. Riota... "
Riota menatap tajam Linra yang masih keras kepala itu.
" Gak akan gue lepaskan sebelum loe bicara tentang tubuh loe yang aneh ini. Sekarang loe bicara atau gue akan rejeng loe dan melakukan hal yang tidak di inginkan di kamar ini, karena loe tau, perbedaan tubuh dan kekuatan kita terlihat jelas. "
Linra pun tiba-tiba menangis dan mengeluarkan air matanya.
" Aku mohon... Lepaskan aku... Aku tidak mau membicarakan ini kepada kamu... Hikss.. "
Riota terus memegang erat lengan Linra sampai ke bawah tempat tidur dan urat di tangan Riota sampai terlihat.
Riota memaksa Linra untuk bicara.
" Gue gak akan lepasin loe... Gak usah nangis segala, katanya loe laki-laki, kenapa loe nangis? Jawab pertanyaan tadi gue tentang tubuh loe ini. "
Linra pun menangis.
" Hikss... Hikss... Lepasin aku... Aku tidak ingin membicarakan ini kepada kamuuu... Cukup.. Hikss.. Lepasin... Aku mohooonnn... "
Namun Riota masih menggenggam erat lengan Linra yang sudah tidak lagi meronta dan terkesan pasrah dengan menangis di tempat tidur.
" Gue cuma butuh jawaban itu, kenapa loe keras kepala banget. "
Riota melihat air mata mengalir deras dari kedua pipi Linra yang putih dan lembut tersebut.
Tubuhnya yang wangi dan kecil itu memang telah membutakan penglihatan Riota, dimana Linra adalah seorang laki-laki.
Riota melihat pundak dan bagisn tubuh atasnya yang benar-benar putih bersih dengan banyak keringat dan rambut yang menempel di beberapa bagian, membuat aura keseksian dan perempuannya seketika tampak walau tidak memiliki payudara.
" Loe benar-benar seperti perempuan. "
Linra menjawab dengan nada lirih.
" Lepaskan akuuu.... Hikss... "
Riota lalu melepaskan genggaman erat lengan Linra secara perlahan dan mendudukan Linra lalu berbalik memeluk dirinya.
" Maaf, gue memaksa loe. "
Linra lalu melepaskan pelukannya itu dan berkata dengan lirih.
" Kamu tidak perlu meminta maaf, aku juga yang salah dan mungkin membawa pengaruh buruk untuk mata dan pikiran kamu. Sekarang biarkan aku pergi... Aku mohoonnn.. "
Riota bingung harus bagaimana membuka mulut dari Linra ini yang sangat keras kepala menyembunyikan sesuatu dk tubuhnya.
" Kenapa loe sebegitunya gak mau cerita sama gue tentang tubuh loe itu? Kalau loe gak mau bicara, kontrak kita --- "
Tiba-tiba Linra menyela perkataan Riota.
" Aku sakit... Tubuhku ini sakit... Sudah sakit... Puas kamu!? "
Riota terdiam sejenak.
" ... "
Linra lalu mencengkram kerah baju Riota yang sedang memakai kaos oblong berwarna putih polos.
" Aku sakit... Aku ini manusia yang sakit-sakitan... Bahkan medis pun dan lainnya tidak tahu kenapa tubuhku seperti ini. Aku sakit Riota... Hanya itu yang bisa aku bicarakan ke kamu. Selebihnya biarkan itu menjadi rahasia. Pleaseee... "
Linra lalu memukul-mukul dada Riota sambil menangis, yang tidak satu pun itu menyakiti Riota.
Riota melihat kesedihan Linra itu yang dimana sangat membuatnya ingin membantu dirinya, tetapi dia sangat keras kepala.
" Kenapa loe sampai sebegininya menyembunyikan sesuatu itu dari gue? Karena gue ingin bantu loe. "
Linra menatap wajah Riota dengan wajah yang penuh kesedihan.
" Aku adalah manusia yang tidak perlu kamu kasihani, Riota. Aku kuat untuk menyelesaikan nya sendiri, bantuan kamu yang memberiku modal bisnis kuliner saja sudah membuatku sangat senang. "
Riota benar-benar merasa ingin kembali ingin merejang tubuhnya agar Linra ingin bicara, tapi ia tahu kalau kondisinya terlihat lemah dan takut membahayakan kesehatan dirinya.
Riota lalu berkata.
" Loe tau gak, kondisi loe yang seperti Perempuan, cantik, berambut panjang, putih bersih kulit loe, tinggi loe gak seberapa dan yang lebih dapet feel nya adalah, Dress tanpa lengan yang loe pakai ini menjadi daya tarik bagi kaum laki-laki lemah lembut seperti gue, tau gak. "
Linra menyeka air matanya dan bingung dengan apa yang di maksud oleh Riota.
Kemudian Riota kembali bicara.
" Kaum laki-laki termasuk gue itu, sangat pasti ingin membantu diri loe ini. Bayangin kalau ada perempuan kayak loe bangun tidur dengan rintikan hujan di luar rumah dan sang pacar tau kalau loe penyakitan, gak ada satu pun laki-laki yang gak bersimpati dengan diri loe ini, pasti dia akan memberikan rasa kasih sayangnya kepada perempuan itu, karena dia tau, perempuan itu sudah lemah, di tambah sebuah penyakit yang ada di tubuhnya yang cantik dan feminim banget, mana ada laki-laki yang sudi menelantarkan perempuan seperti itu di rumahnya? Itu yang gue rasain sekarang. "
Linra bingung dan benar-benar bingung.
" Aku jelas seorang laki-laki, jadi jangan pernah anggap aku seperti itu. "
Riota lalu memegang kedua bahu Linra dan menatap lembut dirinya.
" Loe benar-benar gak paham isi hati laki-laki yang ada di depan loe ini? Rasa proteksi diri ke perempuan itu aktif secara alami, bodoh. Mata gue ini tertipu dengan penampilan loe dan seperti apa yang tadi gue bilang, loe itu adalah seperti bagian sempurna dari kisah atau yang ada di Novel-novel percintaan dengan Kekasihnya yang sakit-sakitan, bedanya loe itu laki-laki. Tapi tetap saja, yang ada di luar itu yang membuat loe bisa menipu mata seorang laki-laki seperti gue ini. "
Riota kembali memeluk tubuh Linra dan berkata.
" Gue itu bukan homo, gue itu normal. Melihat sosok fisik yang ada di depan gue ini dimana memiliki tubuh yang lemah membuat jiwa ke laki-laki an gue bergejolak ingin terus ada di samping loe, apalagi dari atas sampai bawah, loe itu benar-benar sangat mirip seperti perempuan, itu yang menipu gue. "
Linra terdiam dan merasakan kehangatan pelukan dari Riota tersebut, kemudian ia lalu bicara.
" Lalu apa yang harus aku lakukan untuk membuat dirimu tidak lagi tertipu? Akan aku rubah penampilan ku besok agar kamu tidak lagi menganggap ku seorang perempuan. "
Riota lalu melepaskan pelukannya dan menatap tajam Linra.
" Gak.. Loe gak boleh merubah penampilan loe. Biarkan gue bersandiwara dengan diri loe sebagai pasangan tanpa berhubungan, titik. Gue ingin merasakan kenyamanan ini dengan cara menumpahkan ke diri loe. "
Linra benar-benar tidak mengerti apa yang sedang di pikiran oleh Riota ini.
" Apa kamu benar-benar yakin ingin melakukan hal tersebut? Jujur sebenarnya aku tidak ingin. "
Riota lalu mencium kening Linra.
" Mcchh.. Loe mau tinggal dan usaha dengan tenang atau loe pergi dari rumah ini dan bayar hutang loe yang sudah loe belanjain dengan uang gue itu? "
Linra lagi-lagi tidak bisa menolak dengan apa yang di katakan Riota.
" Baiklah, aku akan ikut lagi apa yang kamu katakan. Tapi jangan ada hubungan di tempat tidur atau lainnya. Itu benar-benar gila jika kamu lakukan. "
Riota tersenyum.
" Jelas gak lah. Gue masih normal, yang gue butuhin cuma fisik loe doank. "
" Lalu tentang pernikahan itu? "
Riota pun menjawab.
" Gue akan minta Mamah untuk menyelenggarakan secara sederhana aja. Agar gak malu-malu in banget. Lagi pula ini cuma sandiwara. "
Linra menghela nafas panjang.
" Huuffff... Terserah kamu saja, intinya aku hanya ingin memfokuskan untuk berbisnis dengan kamu. "
Terlihat Riota dengan senang ekspresi dan tingkah lakunya.
" Yess.. Gitu donk... Mulai sekarang loe adalah kekasih sandiwara gue, apapun yang ingin gue lakukan, loe gak boleh protes, tapi dengan catatan, tidak sampai vulgar. "
Linra menjawab.
" Apa cium bibir termasuk? "
Riota menjawab.
" Jelas gak lah. "
Linra memalingkan kedua matanya ke bawah dan wajahnya memerah.
" Ba-Baiklah.. Dasar Aneh.."
Malam itu Linra di paksa oleh Riota untuk tidur di kamar miliknya.
Tidak sampai larut malam, Riota melihat sosok perempuan dari luar yang sedang tidur cantik di samping dirinya berada dengan wajah yang tenang dan cantik itu.
Tentu sebagai seorang laki-laki, Riota beruntung jika mendapatkan perempuan yang seperti Linra ini.
Beberapa faktor telah mengecoh pikirannya terhadap Linra itu.
Tutur kata aku kamu yang lembut, tingkah yang feminim, begitu juga dandanannya, namun yang paling utama adalah fisiknya.
" Andai kata loe itu perempuan utuh dan kita bertemu di waktu sekolah, gue udah pasti akan menjadikan loe istri gue sekarang, apalagi dengan kondisi loe yang sakit, siapa yang tidak rela laki-laki melepaskan berlian di depannya, walau di dalam berlian itu ada gumpalan hitam, tapi tidak menurunkan nilainya dan malah menjadi sesuatu yang langka untuk di miliki. "
Linra di ibaratkan seperti yang Riota bilang.
Saking senang dan bisanya Riota mengelus dan memeluk tubuh Linra, itu menjadi pelajaran besar untuk dirinya.
Karena dalam setiap perjodohan yang selalu di paksa oleh kedua orang tuanya, Riota selalu berfikir ke dalam mode serius, hingga akhirnya seperti bingung dan tidak tau bersikap kepada lawan jenisnya.
Alasan itu lah yang menguatkan Riota untuk Linra bersandiwara sebagai kekasihnya, dimana pikirannya bisa leluasa dan tidak ke dalam mode serius.
Perasaan selama ini yang ia inginkan sekarang terwujud walau dengan seorang perempuan yang memang tidak sempurna.
Sudah sangat lama Riota ingin mencium dan memeluk perempuan secara pikiran aslinya itu, yang dimana hanya kepada Linra ia bisa ungkap kan walau mungkin memang terkesan aneh jika di lakukan di mata laki-laki.
Riota pun mengelus kepala Linra yang sedang tidur menyamping ke arah dirinya berada dan menyelimutinya.
Riota pun mematikan lampu penerangan kamarnya dan menyisakan lampu tidur yang redup itu untuk di nyalakan.
Lalu ia pun tertidur sambil menghadap Linra yang juga sudah tidur lebih awal sambil menggenggam telapak tangannya.
" Selamat tidur, Linra. "