Lalu malam tiba dan Riota datang dengan menaiki taksi online yang ada dia pesan lagi untuk pulang.
Linra sudah menunggunya di depan teras untuk menceritakan semuanya kepada Riota.
Dengan suasana yang dingin akibat hujan yang terus turun.
Riota dan Linra saling berhadapan dengan berkata bersamaan.
" KITA HARUS BICARA... "
Mereka berdua terkejut dengan apa yang mereka katakan bersamaan itu.
Riota langsung menarik tangan Linra untuk masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya, lalu duduk di sofa ruang tamu berdampingan.
" Gue bicara duluan. "
Linra pun bicara.
" Aku dulu, ini masalahnya gawat... Gawat... "
" Gue juga demikian, bodoh. "
Mau tidak mau, Linra mengalah untuk Riota.
" Baiklah, kamu duluan. "
Riota dengan wajah serius dan menatap dalam Linra, tiba-tiba dirinya mengatakan sesuatu hal yang tidak di sukai oleh Linra.
" 3 hari dari sekarang, gue akan nikahin loe, TITIK. "
Linra shock mendengarnya.
" Hah!!! Kamu gila yah? Tadi sebelumnya aku di awal duluan bicara dengan kamu untuk mencari perempuan asli yang bisa melahirkan keturunan kamu. Kedua orang tua kamu itu bicara tentang Cucu, Bayi dan Anak. Mereka akan meminta kamu untuk memberikan mereka 5 cucu, bayangkan 5 cucu. Apa kamu bisa bayangkan bagaimana bersandiwaranya dengan hal seperti itu? Terus kamu bilang mau menikahi diriku? Kamu benar-benar sudah gila. "
Riota pun terkejut mendengar hal itu.
" Hah!! 5 Cucu? Orang tua gue bilang begitu ke Loe? Ya ampun... Pusing gue... "
Linra menatap serius Riota.
" Hei, di sini aku yang pusing, bukannya kamu. Aku sudah menyuruh kamu untuk mencari perempuan asli untuk kamu nikahi, kenapa jadinya kamu tiba-tiba ingin menikahiku. "
Riota menjawab dengan telapak tangan yang seakan ingin mencengkram sesuatu karena saking rumitnya permasalahannya itu.
" Ahhrrkk... Manajer gue, dia katanya akan menikahi loe secara paksa kalau gue gak nikahin setelah 3 hari dari hari ini. "
Linra benar-benar bingung dengan perkataan dari Riota itu.
" Hah??? Kok bisa?? Kamu apakan dia sampai tiba-tiba ingin menikahi ku. "
Riota menatap tajam dan mendekati wajahnya Linra dengan sangat dekat.
" Gue gak tauuu... Jangan-jangan loe naro pelet di salah satu makanan yang tadi pagi loe buat ya? "
Linra pun kesal dengan tuduhan tersebut dan balik menatap tajam Riota.
" Hahhh??? Pelet?? Apa kamu gila?? Aku tidak berani melakukan hal itu, semuanya yang aku masak murni tanpa hal begituan, aku saja takut sama hantu, apalagi begituan. Jaga omongan kamu. "
" Lalu kenapa itu Manajer gue tiba-tiba ingin menikahi loe saat gue kasih makanan yang loe buat untuk promosi?? Guee kaget tau gak dengernya. Kalau Manajer gue tau loe laki-laki, muka kebanggan gue mau taruh dimana coba?? Gue udah umbar-umbar kalau sekarang gue punya gebetan dan gak dalam mode serius, sekarang itu mau di rebut sama Manajer gue... Belum orang tua gue nanti yang lagi-lagi harus cari jodoh untuk gue, gueeee gaaakkkk maaaauuuu itu terjadi lagiiii... "
Riota berdiri dan mengacak-acak rambutnya dengan wajah penuh amarah dan kesal.
Linra mencoba menenangkan Riota dan berusaha untuk tenang.
" Ok.. Ok... Kita tenang dulu dan duduk santai sambil minum... "
" Baiklah. "
Linra pun menyediakan minuman sirup jeruk dingin untuk Riota dan dirinya.
Mereka berdua minum dan perasaan mereka sedikit tenang karena minuman sirup dingin tersebut.
Linra pun bicara terlebih dahulu.
" Ok, jadi permasalahannya di kamu itu adalah, kamu tidak ingin lagi di jodoh-jodohkan dan karena terlanjur mengumbar tengah punya pacar, sekarang kamu tidak bisa mundur dan mencoba menghindari itu semua dengan cara menikahi ku? "
Riota menjawab.
" Iya. Gue juga gak mau loe di nikahin sama Manajer gue, karena kalau tau loe itu laki-laki, itu makin ancur dan image gue abis di situ. "
Linra mengerutkan dahinya.
" Tapi masalahnya, kedua orang tua kamu sangat berharap sekali ingin memiliki seorang Cucu dari kamu ini setelah menikah. Mereka pun membawa-bawa adik perempuan kamu yang sudah memberinya cucu. Jelas aku tidak bisa memberimu keturunan, aku ini laki-laki, Riotaaa!! "
Riota memegang dahinya dengan tangan kirinya dan bersandar di sofa panjang itu.
" Orang tua gue emang udah gak sabaran ingin meminang cucu dari gue, padahal gue usianya masih muda. Mereka berharap demikian terus. Tapi di satu sisi, gue itu gak bisa jadi diri gue sendiri saat dalam keadaan pendekatan terhadap perempuan, pasti mode perfectionist itu akan ganggu dan membuat perempuan lari karena omongan gue. "
Linra menatap lembut Riota.
" Sebegitu parahnya kah? "
Lalu Riota tiba-tiba mengambil Smart Phone miliknya dan membuka sebuah Video yang tersimpan, lalu di berikan kepada Linra.
" Loe liat sendiri kelakuan gue saat pendekataan itu. "
Linra memegang Smart Phone milik Riota itu dan menonton Video berdurasi pendek itu.
Dimana Riota sedang makan malam dengan seorang Perempuan berambut pendek dan Dress merah panjang dengan sepatu hak tingginya yang juga berwarna merah.
Dari Video itu, terdengar suara Riota.
" Rambut loe terlalu pendek kayak cowok, kalau bisa lain kali loe panjangin aja biar keliatan sempurna. Oh iya, gue juga gak suka loe pakai Dress gak seimbang begitu, apalagi warnanya merah, kayak darah tau. Hak loe juga jangan ketinggian, kalau jatuh, gue juga yang repot. Juga kalau ke toilet jangan lama-lama di dalem, kalau berak loe gak lancar, loe tinggal gue beliin obat sembelit di toko obat. "
Sontak Linra melihat itu bukan seperti pendekatan, melainkan seperti di tatar abis-abisan oleh Riota.
Lalu perempuan itu menyiram air ke wajah Riota dan menamparnya sambil berkata.
" Dasar Laki-laki Idiot. Loe itu mau cari pasangan atau cari peliharaan, segala bilang berak gue gak lancar. Yang namanya cewek pasti lama lah di toilet untuk dandan, Dasar Tolol Loe. Mending loe beli obat pencuci perut yang banyak dan loe minum, biar usus-usus loe kecuci sama ampasnya, sekalian kalau bisa otaknya juga turun ke usus Loe biar ilang sekalian, Goblok. "
Riota pun di tinggal oleh perempuan itu dan beberapa pengunjung restoran itu ada yang tertawa dengan pertengkaran dari mereka.
" Kamu sih ini sudah keterlaluan namanya, ya ampun. "
Riota menjawab.
" Udah gue bilang, pastinya akan terus terulang. Gue gak bisa mendapatkan seorang perempuan dengan waktu yang cepat. Maka itu sebagai waktu untuk istirahat dari semua itu, cuma loe doank jalan keluarnya, masa iya gue harus sewa banci yang gak gue kenal, mending sekalian loe aja gue nikahin. "
Linra pun mempar pipi kiri Riota.
( Plakk... )
" Aduhh.. "
" Jangan samakan aku dengan banci... "
Linra mengeluarkan air matanya dan berkata kepada Riota kembali.
" Aku terpaksa melakukan ini dan di paksa, sungguh sebenarnya aku tidak ingin menjadi seperti ini. "
Riota melihat wajah sedih Linra.
" Ya maap... Gue gak maksud... "
Linra menyeka air matanya dan mencoba tidak menangis, dimana ia harus fokus untuk menyelesaikan masalah yang ada dulu.
" Ehhh.. Kalau begitu, jalan keluarnya bagaimana? "
Riota menjawab.
" Ya gue gak tau. Semuanya ada plus minusnya masing-masing. "
Linra pun menghela nafas dan menatap lembut Riota.
" Kalau begitu bagaimana kalau aku ikut saran kamu itu. Menikah dan setelah itu kamu harus cari perempuan untuk kamu nikahi lagi, lalu aku akan pergi dari rumah kamu membawa ini semua dengan sisa uang 10 juta yang masih ada di kamu. Artinya itu akan jauh lebih banyak waktu untuk kamu dan aku juga bisa selamat dari identitas asliku ini. "
Riota terkejut mendengar ide yang brilian dari Linra itu.
" Jenius loe... Jadi loe mau sandirawa menikah sama gue. "
" Karena kondisinya seperti ini, jelas aku terima. Sekarang masalah itu selesai, lalu untuk persiapannya? "
Riota tersenyum dan menelepon seseorang.
" Kalau soal itu, serahkan ke gue, intinya jalan keluarnya udah di atas tangan. Gue telepon Mamah dulu dan Teman gue yang sekarang usaha di bagian percetakan. "
Linra lalu tersenyum dan berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
" Syukurlah kalau kamu bisa melakukan persiapannya. "
Masalah itu pun selesai seperti yang di bicarakan oleh Linra dan mereka berdua makan bersama dengan tenang.
Linra melihat Riota saat itu sangat sibuk bicara tentang undangan dan percetakannya melalui telepon, lalu di teruskan bicara dengan Mamahnya.
Riota lalu memberi kode kalau semuanya telah beres ia lakukan.
Kemudian malamnya di kamar Riota dimana ada Linra juga.
Riota menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur dengan wajah yang begitu terlihat lega.
" Akhirnya masalahnya selesai juga.. Ahhh.. Sekarang gue bisa tidur dengan tenang dan menikmati hawa dingin ini dengan santai. "
Linra bersandar di pintu kamar Riota dan berkata.
" Kenapa jadi begini situasinya, padahal aku hanya ingin menjalankan bisnis ini tanpa ada masalah lainnya, tapi malah jadi begini. "
Riota pun tersenyum dan menatap Linra dari atas tempat tidur.
" Nikmati aja dulu, semua masalah ini kan sudah beres, tinggal di eksekusi aja. Loe juga gak perlu nikahin Manajer gue yang entah kenapa itu, intinya identitas dan semua sandiwara ini beres karena ide dari loe tadi. "
Linra melihat wajah Riota dengan wajah yang sedikit muram.
" Tapi... Jujur aku tidak ada niat untuk melakukan hal ini, apalagi sampai menikah, itu bisa melanggar hukum dan lainnya. "
Riota pun menjawab.
" Tenang aja, semuanya gue yang atur, asalakan ada uang, semuanya beres. Intinya loe ikutin aja arah kemana gue jalan. "
Linra menghela nafas panjang dan tertunduk.
" Kalau begitu baiklah. "
Tiba-tiba Linra terbatuk kembali.
" Uhukk.uhukk.. Uhukk..uhukk.. "
Riota saat itu langsung melihat tajam Linra yang membuka pintu itu dan pergi dari kamar Riota dengan tergesa-gesa.
" Gue lupa cek obat-obatan apa yang dia minum aduh... Gara-gara keasikan pamer pacar dan liat kecantikan dia jadi lupa gue untuk pergi ke rumah sakit. "
Riota lalu bangun dari tidur dan menyusuli Linra yang mungkin ke garasinya untuk meminum obat.
Saat sudah berada di dalam garasinya, terlihat Linra sedang terbaring dengan penuh keringat di kasur lipatnya, dimana hujan masih rintik-rintik turun.
Riota benar-benar merasa iba dengan keadaanya tersebut.
" Hei, Linra. Loe pindah tidur di kamar gue lagi sana. "
Linra pun menjawab dengan nada lemah.
" Tidak usah, lagi pula aku sudah terbaring di sini, jadi kamu pergi saja dan tutup pintu garasinya yah, tolong. "
Riota tentu tidak mau menuruti apa yang di inginkan Linra dan ia masuk lalu menggendong tubuh Linra yang kecil dan enteng itu.
" Udah loe sekarang tidur di kamar gue, di sini dingin tau. "
" He-Hentikan.. Jangan lagi kamu gendong aku seperti ini... Aku malu... Cepat turunkan aku.."
Riota tidak peduli dengan perkataan Linra.
" Berisik loe, udah diem aja deh. Kita tuh lagi kerja sama biar bisa saling melengkapi kehidupan tenang ini, jadi loe diam aja dan ikuti gue. "
Linra hanya pasra dengan hal itu dan akhirnya dirinya tidur kembali di kamar Riota.
" Dasar kamu. "