Mamah Riota tiba-tiba ada di waktu yang sama ketika Linra sedang berbelanja untuk keperluan bisnisnya.
" Riota, siapa perempuan yang ada bersama kamu itu? Kenapa baju kamu juga ada yang basah. "
Riota langsung melirik ke arah Linra dan wajahnya seperti mencoba berbelas kasih kepada Mamahnya itu untuk menggoda Linra kembali.
" Itu Mah, dia galak, masa gak mau akui aku sebagai pacarnya. "
Linra langsung menatap tajam dengan kembali menyiram air ke wajahnya Riota.
" Uhhh... Kamu yah... Bohong Tante, dia yang duluan ngaku-ngaku sebagai pacar, padahal aku cuma sebagai teman bisnis dia saja, tapi selalu saja menggodaku untuk seperti berpura-pura pacar dirinya, bahkan aku di suruh gandeng tangannya. "
Mamahnya Riota menghadap ke arah wajah Riota dan menghampirinya.
" Hah? Kamu berbisnis dengan dia? Bisnis apa yang sedang kamu jalani? Apa kamu berbisnis yang tidak-tidak? "
Riota langsung mengerutkan dahinya dan mendesis.
" Ssss.. Bukan yang seperti Mamah bayangkan. Hanya bisnis kuliner saja kok. Itu buktinya ada di belanjaan kami. "
" Lalu bagaimana dengan kamu yang mengaku-ngaku pacarnya dia? Apa kamu sedang main-main? "
Linra pun bicara.
" Lagi pula sebenarnya aku juga ini ---- "
Tiba-tiba lagi-lagi Riota membungkam mulutnya Linra.
" HMNNN.... HMNNN... HMMM.. "
Riota berbisik kepada Linra di telinga kanannya.
" Kalau loe bilang sebenarnya, gue akan tarik semua modal yang gue berikan ke loe dan gue anggap itu sebagai hutang, sekarang loe gue pinta jangan berkata identitas loe. "
Linra melihat wajah Riota yang sangat dekat itu di samping telinga kanannya dan mengangguk.
Tentu karena di ancam seperti itu dan terikat kontrak juga, akhirnya Linra mau tidak mau ikuti.
" Hmmmnnn.. "
Perlahan bekapan tangan dari mulut Riota yang di bibir Linra di lepaskan perlahan.
Mamahnya Riota menatap tajam mereka berdua.
" Kalian berdua ini kenapa? Jangan-jangan kalian sudah melakukan sesuatu hubungan sebelum pernikahan yah. Riota, Kenapa kamu berani-berani memegang perempuan itu? Mamah sudah bilang, kamu boleh mengenal perempuan, tetapi tidak boleh sampai pegangan segala seperti yang di bilang perempuan tersebut. Kalau sampai sudah kelewat batas, Mamah dan Papah tidak akan segan-segan menikahkan kamu langsung agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak di inginkan. "
Saat itu Riota tersenyum lebar dan melihat ke arah Linra.
" Hehehe.. "
Linra merasakan sesuatu yang tidak enak di balik senyuman dan tawa Riota itu.
" Ehh.. Aku memiliki perasaan yang tidak enak. "
Tiba-tiba Riota merangkul Mamahnya dan berbicara secara empat mata di sebuah tempat tanpa Linra bisa melihat dan mendengarnya di parkiran.
Setelah Riota dan Mamahnya kembali, Tiba-tiba Mamahnya ingin ikut pulang dengan Riota namun berbeda motor, dimana tatapan kepada Linra berubah yang jadi seperti mengamati lebih dalam dari sebelumnya dengan kedua matanya tersebut.
Linra bingung dan tidak berani banyak tanya. Karena urusan pribadi.
Mereka pun pulang dengan menaiki motor, dimana Mamahnya ikut bersama mereka dari belakang.
Dalam perjalanan menuju pulang itu, Linra mengambil kesempatan untuk bertanya kepada Riota.
" Apa yang kamu bicarakan tadi pada Mamah kamu? "
Riota menjawab dengan singkat.
" Nanti loe juga tau. "
Linra benar-benar jengkel saat di jawab seperti itu.
" Rese ah, bawa-bawa orang tua kamu, aku jadi khawatir tau. "
Riota hanya senyum-senyum saja.
Ketika sampai mereka semua di rumah Riota dan sudah turun dari motor lalu berdiri di depan garasi, Riota berkata dengan tegas sambil merangkul bahu Mamahnya.
" Mamah, dia tinggal di garasiku bersama dengan ku untuk mengurus bisnis kuliner ini bersama, jadi menurut Mamah, apakah ini sudah keterlaluan? "
Mamahnya terkejut dan seakan tidak percaya melihat sesuatu yang tidak di pikirkan sebelumnya, di tambah Riota berkata demikian.
" Kamu tinggal dengan dia satu atap dan mengelola bisnis ini bersama, ini sudah jauh dari keterlaluan dan bisa menimbulkan salah paham. "
Linra melihat Mamahnya Riota yang seperti shock.
" Ehhh.. "
Lalu Mamahnya Riota melihat Linra sambil berkata.
" Jadi kamu yang waktu itu datang mencari anak ku? Ini yang kamu rencanakan? "
Linra menjawab dengan bingung.
" Eh? Rencana? "
Mamahnya Riota menghampiri Linra dan melihat wajahnya.
" Riota bilang kalau kamu memang butuh pekerjaan dan ingin berbisnis kuliner, dimana kamu juga di katakan tidak lagi mempunyai tempat tinggal, hingga akhirnya kamu memohon-mohon kepada anak ku ini? "
Sontak Linra yang sekarang terkejut, padahal dia tidak sekali pun sampai memohon.
" Apa! Me-Memohon?? "
Linra langsung menengok ke arah wajah Riota yang ada di belakang Mamahnya dengan mata menatap tajam.
Sementara Riota mengisyaratkan mengedipkan satu matanya sebagai cerita yang benar dari dirinya.
Padahal aslinya tidak seperti itu.
" Hm.. hmm.. hmm.. "
Linra mau tidak mau lagi-lagi harus menganggukan kepalanya secara terpaksa.
" Ehh.. I-Iyah.. "
Riota tersenyum dan mengelus dadanya seakan lega dengan jawaban Linra.
Mamahnya Riota lalu menatap serius Linra.
" Mamah sudah mendengar dari Riota, dimana kamu ahli memasak dan serius membuka bisnis ini bersama dirinya, kalau begitu dalam waktu dekat ini, kalian berdua akan di ikat oleh pernikahan. "
Sontak perkataan terakhir itu membuat Linra shock berat.
" Aaa-Apaaa??? Me-Menikah??? "
Sementara Riota tersenyum dan kegirangan.
" YEEAAAAA!! Akhirnya.. "
Mamahnya Riota tersenyum dan kembali bicara.
" Artinya Riota tidak perlu lagi di jodoh-jodohkan oleh kami dan karena katanya kamu memiliki kelebihan dari semua perempuan yang ada, sampai Riota berkata kalau kamu type nya, Mamah tentu senang. Tidak perlu lama-lama, langsung menikah saja. "
Linra bingung harus bicara apa.
" Ahh.. Ehh.. Uhh.. Mmmmnn.. "
Saking bingungnya Linra tidak bisa bicara apa-apa.
Sore itu benar-benar mengejutkan Linra.
Ketika Mamahnya Riota pulang dengan wajah senang mendengar anaknya punya pacar sesuai type dan omongan lainnya yang tidak di ketahui oleh Linra.
Linra langsung melemparkan sepatu kanannya yang ia pakai ke arah kepala belakang Riota.
( Plukkk.. )
" Aduuhh... Loe gila ya nimpuk gue pake sepatu? Untung sepatu loe karet, bukan sepatu hak tinggi. "
Linra menatap marah Riota yang tubuhnya jauh lebih besar sampai-sampai harus mendangakan wajahnya untuk melihat wajah dirinya itu.
" Kamu yang gila? Sadar gak sih yang tadi di ucapkan oleh Mamah kamu itu? Ini semua tidak ada di rencana kontrak bisnis kita. "
Riota mengambil sepatu Linra yang ada di luar pagar rumahnya dan tersenyum.
" Maksud loe tentang pernikahan itu? Santai aja lagi. Gue jelasin dulu kenapa gue begini. "
Linra menjawab dengan nada marah.
" Karena otak kamu ilang sebelah atau kamu nelen spirtus sampai sel-sel otak kamu hancur berkeping-keping. Dasar tidak waras kamu itu. "
Riota memasukan motornya dan setelah terparkir, ia menutup gerbang dan berjalan sampai ke tempat duduk teras depan rumah.
" Sini duduk dulu, gue jelasin. "
Linra pun ikut duduk dengan wajah yang masih marah.
Kemudian Riota mulai bicara alasannya.
" Gue lakuin ini untuk kabur dari perjodohan yang selalu orang tua gue ini siapkan setiap mau akhir bulan karena gue sebenarnya masih belum siap untuk berumah tangga, lagi pula umur gue masih muda, apalagi gue itu memiliki kecanggungan kepada perempuan dan gak bisa ambil sikap antara perkejaan dan harus santai. Jadi saat perjodohan itu terjadi, otak gue tiba-tiba ke set type Perfectionist dan menuntut banyak sampai perempuan yang di jodohkan itu jadi terlihat muak sama gue karena gue orangnya terlalu perfectionist, padahal entah kenapa tiba-tiba main set gue begitu. "
Linra menatap serius sambil mendengarkan dengan seksama cerita dari Riota.
" Terus? "
" Ya terusnya begitu. Gue kayak bukan seperti orang yang cari cinta, melainkan seperti pekerjaan yang harus penuh serius. Awalnya gue mau kasih tau ini saat proses perjodohannya sudah dekat, tapi kebetulan Mamah gue tiba-tiba muncul, ya udah, gue ceritain semuanya dan ini yang gue harapkan. Loe tau? Gue cape menghadapi perjodohan itu hampir 2 tahun lamanya, hampir semua main set gue kayak harus perfect begitu kayak pekerjaan, tapi ketika loe dateng, sikap gue seperti yang loe liat, konyol dan gila. Gue pikir ini jalannya agar gue terbebas dari jodoh-jodohan yang gak berguna itu, apalagi sampai sekarang memang belum ada yang pas sama hati gue, rata-rata mereka ya begitu lah. "
Linra mulai paham dengan maksud yang di ceritakan Riota, namun tentu hal tersebut malah jadi memperumit persoalan mereka.
" Aku paham, paham banget malahan. Tapi aku di sini malah ikut terseret dari permasalahan kamu yang rumit itu. Aku sendiri benar-benar tidak menyangka kamu berani ambil tindakan seperti ini, sungguh, kamu benar-benar sudah gila dan apa lah. "
" Kalau begitu loe bersandiwara aja jadi istri gue untuk sementara waktu tanpa ikatan, anggap pernikahan itu hanya sandiwara kita sebagai kontrak bisnis. "
Linra berdiri dari kursinya dan berdiri di hadapan Riota.
Linra diam sejenak sambil menatap Wajahnya Riota, lalu tiba-tiba tangan kanannya mengangkat ke atas dan ...
( Plaaakkkk )
Riota di tampar oleh Linra.
" Pernikahan itu sangat sakral, asal kamu tahu. Apa bisa di sandiwara kan seperti itu? "
Riota hanya tersenyum dan tidak merasakan apapun dari tamparan Linra itu, hanya panas di pipi kirinya.
" Yaaa kalau loe mau berhenti bisnis kita ini, gue sebenarnya gak rugi juga sih. Cuma loe yang banyak ruginya, dimana tadi gue bilang, kalau loe gak ikutin aturan yang gue buat dalam kontrak walau berubah-ubah aturannya sesuai kondisi, maka yang sudah loe belanja dan belikan itu akan jadi hutang, semuanya gue tarik. "
Linra tidak bisa membantah saat berbicara tentang hal tersebut.
Awalnya ia pikir aturannya itu hanya bagian sederhana, tapi ternyata Riota malah yang membuatnya jadi lebih dari kata sederhana.
Linra seakan merasakan tubuhnya ingin jatuh ke lantai, namun ia coba tahan dan bernafas dengan teratur juga dalam.
" Hufff... Baiklah... Aku akan ikuti kemauan kamu untuk masalah ini, tapi satu hal yang kamu harus tau adalah. "
Riota bertanya tentang suatu hal itu.
" Suatu hal apa? "
" Dalam pernikahan, akan ada walinya. Aku jujur kepada kamu, kalau kedua orang tua ku pasti akan menyeretku pulang tanpa ampun saat semisal kamu mengundang mereka, apalagi Ayah ku. "
Riota menatap serius kepada Linra.
" Bagaimana bisa mereka melakukan hal itu kepada loe yang sudah jelas anaknya ? "
Linra menjawab dengan air mata yang mulai berlinang di kedua bola matanya.
" Mereka tidak menganggap ku sebagai seorang anak, melainkan seorang sapi perah yang tidak peduli keadaan dirinya antara senang dan sedih. "
Riota menangkap lagi sesuatu rahasia dari latar belakang Linra ini.
" Memangnya ada apa dengan loe dan orang tua loe itu? Apa gara-gara loe merubah diri seperti perempuan? Lalu mereka tidak terima hal tersebut? "
Linra menggelengkan kepalanya dan air mata menetes dari bola matanya dan jatuh di atas lantai.
" A-Aku... Aku tidak bisa menjelaskan secara detailnya, tapi yang jelas, mereka yang merubahku jadi seperti ini. "
Riota terkejut dan merasa kasihan melihat Linra yang seperti sedang menahan tangisnya itu.
" Loe masuk dulu ke dalam, gak enak kalau tetangga liat ada perempuan nangis di rumah gue dan sampai terdengar Mamah gue tadi, bisa-bisa gagal rencana gue bebas dari perjodohan gila itu. "
LInra lalu masuk dan menyeka air matanya sambil berjalan menuju ruang tamu, sementara Riota mengambil kantong kresek yang begitu banyak dimana isinya bahan-bahan dan bumbu, juga ada cemilan yang di beli oleh Riota sebelumnya untuk di masukan ke dalam rumah.
Setelah di taruh rapih di ruang tamu belanjaanya.
Riota duduk di samping Linra yang masih menyeka air matanya yang menetes.
" Hikks.. Hmm.. Mn.. "
Riota melirik ke arah wajahnya yang tengah terlihat sedih itu dan berbicara dengan nada lembut.
" Kayaknya loe itu seperti ini karena sesuatu hal yah? "
Linra mengangguk.
" Hiks.. Uhumm.. Mn.. "
" Tingkah loe juga demikian pula seperti perempuan Karena suatu alasan itu. "
Linra mengambil tisu dan menyeka air matanya lagi, dimana ia ingin sekali menangis sejadi-jadinya.
" Hikss.. I-Iyah... Hikss.. "
Riota lalu memeluk tubuhnya Linra seperti yang ia lihat di Anime dan memegang bagian belakang kepalanya sambil mengelus rambutnya dengan lembut dan berkata.
" Kalau loe mau nangis, nangis aja di pelukan gue. Gue siap jadi bahan sandaran tangisan loe. "
Wajah Linra yang ada di dekat pundak Riota langung menempelkan dahinya dan memegang erat kaos bagian punggung Riota dan mulai mengeluarkan tangisannya yang ia tahan.
" IHHIKKKK... HIKKSS... "
Riota merasa kalau Linra memilik sesuatu yang begitu dalam masalah yang ia sembunyikan dari orang lain.
Riota merasakan tubuh kecilnya yang sedang menangis sesegukan dan mencengkram erat kaosnya yang ada di bagian punggung.
Riota juga merasakan bagian pundak yang di tempelkan wajahnya Linra mulai terasa ada air seperti yang membasahi kaosnya.
" Keluarin aja, loe pantes kok untuk keluarin rasa sedih loe. Walau loe laki-laki, tapi gue mungkin gak sepenuhnya tau kenapa loe bisa jadi begini, tapi intinya gue sekarang seperti sedang memeluk perempuan yang gak pernah otak gue ke main set Perfectionist. Karena loe adalah laki-laki, tapi tubuh loe mengacaukan indra penglihatan gue, sampai gue benar-benar sedang seperti memeluk tubuh perempuan yang gue anggap seperti pasangan gue sendiri tanpa ke pikiran pekerjaan. "
Riota memeluk lebih erat sedikit ketika Linra semakin menangis menjadi-jadi.
Sampai-sampai dirinya pingsan di pelukan Riota.
Riota sedikit panik dan membaringkan Linra di sofa dimana wajah dan rambut depannya terbasahi air mata.
" Linra.. "
Riota menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Linra yang tidak sadarkan diri tersebut.
Riota melihat wajah cantik dan putihnya Linra dengan bibir kecil berwarna merah muda terang.
Ketika itu entah apa yang di pikiran Riota, namun saat Linra sedang tidak sadarkan diri tersebut, Riota ingin mencoba ciuman antara bibir seperti yang ada di Anime.
Tentu fisik dari Linra itu hampir seperti perempuan, apalagi bibirnya yang sedikit terbuka itu, Riota perlahan mendekatkan bibir dirinya dengan bibir Linra yang sedang terbaring tak sadarkan diri di sofa.
" Maaf, Linra. Gue mencium loe karena penasaran bagaimana rasanya berciuman dengan perempuan, walau loe bukan sepenuhnya, tapi ini cukup bagi gue untuk merasakannya. "
Riota pun mencium lembut bibir Linra sambil memegang bagian kepalanya dan ia sedikit mengemut bibir kecil milik Linra.
" Mcchhh... Mcc... Mcchh.. "
Riota saat itu benar-benar merasakan manis dan nikmatnya berciuman antara bibir.
Sampai tiba-tiba Linra perlahan tersadar dan terkejut bibirnya sudah menempel dan basah oleh bibirnya Riota sambil menatap lembut dirinya.
" Mnn.... Mn... "
Riota lalu tersenyum dan menyudahi ciumannya itu dengan masih dekat dengan wajah Linra.
" Loe sudah sadar rupanya, maaf tiba-tiba mencium bibir loe tiba-tiba, hasrat penasaran gue bergejolak saat ada kesempatan. "
Linra hanya diam dan memegang kedua Pipi Riota.
Tiba-tiba kepala Linra terangkat dan mencium balik Bibir Riota sambil menatap lembut dirinya.
" Mccmm... "
Riota lalu memegang kepala Linra yang terangkat itu dan meneruskan ciuman bibir mereka.
Sebenarnya Linra saat itu belum sadar hampir 100%, baru 30%.
Namun entah kenapa, Otak Linra bekerja dengan kemauan dari alam sadarnya yang dalam.
Tidak lama, Linra kembali pingsan dan Riota merasakan tubuhnya kembali lemas dan menaruh kepalanya yang tadi terangkat dan Riota jatuh kan ke sofa yang empuk secara perlahan.
Riota saat itu mengalami perasaan yang cukup senang dan gembira, karena bisa merasakan apa yang ingin ia rasakan sejak lama walau sebentar, tapi akan membekas di pikirannya.