Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 16 - Dark Reality

Chapter 16 - Dark Reality

*prank*

Jeanne terbang masuk dan menghancurkan jendela kaca Kastil Taman Hiburan. Seorang roh berkepala kambing tengah duduk di singgasana milik Jeanne dan menyeruput sebuah cangkir yang berisi teh berkarbonasi. Kesukaan Jeanne.

Cahaya kembang api berkelap-kelip menyinari pertemuan mereka. Suara kericuhan di luar sana dan ledakan kembang api menjadi lagu di telinga mereka. Jeanne menatap roh pengkhianat itu dengan sangat serius. Dia akhirnya bertemu dengan dalang pembuat kacau hatinya secara nyata dan sihir.

"Ada apa Jeanne ? Kau terlihat tegang begitu. Marilah kita duduk sebentar dan berbicara sedikit."

"Setelah aku melihat apa yang kau lakukan pada pelayanku ? Setelah aku merasakan apa yang dinamakan dengan kegagalan ? Kau masih ingin berbicara baik-baik denganku ?" ujar Jeanne menyudutkan.

"Ahahaha..... tidak usah khawatir. Karena semua itu, hanya menjadi batu pijakan untuk meraih tujuan kita. Tujuan kita untuk membalas dendam."

Jeanne mengepalkan tangannya menahan emosi. Perlahan-lahan dia berjalan mendekati roh pengkhianat itu. Io mengikutinya dari belakang sambil menggenggam tangan kanannya. "Balas dendam memanglah tujuanku. Dan aku adalah anak yang didik untuk menahan pedihnya rasa dendam." Jeanne mendekatkan wajahnya ke wajah roh pengkhianat, "Akan tetapi, aku bukanlah sampah yang suka menghancurkan harapan orang lain."

Roh pengkhianat itu menatap balik Jeanne dengan tajam. Dia kemudian berdiri dan bergerak mendekati lima pengawal yang berbaris di belakangnya. "Aku adalah Dark Reality. Entitas gelap yang tercipta oleh kegelapan yang ada di hatimu. Akan tetapi, namaku bukanlah Dark Reality. Vengeance itu adalah namaku sesuai dengan kegelapan dalam hatimu."

"Jadi maksudmu, kau adalah perwujudan dari rasa balas dendamku ?"

"Kau sudah mengerti."

"Rasa balas dendamku itu tidak sekotor dirimu. Aku tidak bisa mempercayaimu."

Vengeance berdiri di depan para pengawalnya. Dia memberikan sihir pembantu kepada mereka agar lebih siap menghadapi Jeanne. "Kau tidak harus mempercayaiku. Aku hanya menjalankan tugasku untuk mengambil alih tubuhmu."

"Tunggu dulu ! Siapa yang menyuruhmu ?"

"Segera kau akan mengetahuinya. Apabila kau terus berpetualang bersama The Chariot yang selalu berada di sampingmu. Karena itulah, kalahkan aku disini atau aku akan mengakhiri perjalananmu bersama koboi itu."

Jeanne menghela kemudian membuang nafasnya. Dia mengambil posisi bertarung dengan tangan kosong. Io juga langsung mengambil posisi bertarungnya seperti seekor rubah.

Vengeance menunjuk ke arah Jeanne dan Io. Para pengawalnya langsung bergerak menyerang mereka. Mereka mengeluarkan pedangnya masing-masing dan mengayun-ayunkannya mengincar bagian kepala.

Jeanne menangkis pedang yang diayunkan ke arahnya. Ia langsung memukul perutnya dengan kedua tangan sekeras mungkin ditambah dengan kekuatan sihirnya tanpa diberi kesempatan menyerang. Perut salah satu roh pengawal itu berlubang dipukulnya.

Baru saja selesai satu, satu pengawal roh pengkhianat itu muncul dari belakangnya dan bersiap untuk menghantamnya dengan pedang. Seketika, ekor Io memanjang dan menembus dua pengawal sekaligus untuk melindungi Jeanne.

Untuk terakhiran, Jeanne dan Io langsung menyerang dua pengawal terakhir. Mereka menajamkan pukulan dan menyerang tanpa ampun. Namun sesaat mereka akan mengalahkannya, sebuah petir menyambar terlebih dahulu. Jeanne dan Io kemudian dibuat mundur oleh petir tersebut.

"Sekarang. Untuk bagian utamanya. Bangkitlah wahai roh yang dirasuki."

Pengawal Vengeance itu kemudian mengugurkan pakaian tempurnya satu persatu. Membeberkan identitas dari pemakai pakaian tempur yang serba lengkap itu.

Kulit mereka putih mulus, rambut berkilauan, dan mata sebening kristal. Menandakan mereka adalah seorang pelayan Jeanne Abigail dan Io. Ironisnya, mereka berdua adalah pelayan terdekat Jeanne. Magnolia dan Myosotis.

"Mustahil !"

"Tentu saja. Dan roh yang membantuku dalam semua operasi ini adalah....." Vengeance kemudian menarik roh yang berada di belakangnya. Roh yang ditariknya juga adalah roh pelayan terdekat Jeanne. Marigold. ".....Pelayan berhargamu."

Mata mereka bertiga berubah warna menjadi biru. Pikiran mereka telah dikuasai oleh sihir Vengeance. Obor-obor berapi biru seketika menyala. Menerangi pandangan yang tertutup oleh bayangan dan memperlihatkan banyaknya roh pelayan yang telah dikuasai pikirannya.

Io terkejut. Ada banyak sekali roh pelayan miliknya yang sudah tercuci otak dan siap untuk melawan balik tuannya. "Jeanne berbahaya sekali. Pengkhianat..... itu begitu licik."

"Percuma saja. Jeanne sebentar lagi akan terpengaruh sihir cuci otakku. Dan sebentar lagi aku akan menguasai tubuhnya....." Vengeance berbicara dengan nada sombong. Diapun melebarkan tangannya. ".....Namun sayang sekali. Karena kau tidak punya pikiran seperti manusia dan ras turunannya maka aku tidak bisa mencuci otakmu."

"Aku adalah aku dan aku tidak bisa dipengaruhi siapapun karena akulah yang berhak memilih siapa diriku." ujar Io dengan penuh semangat. "Begitupun juga dirimu... kan Jeanne ?"

Jeanne terdiam. Dia berjalan perlahan-lahan mendekati Vengeane sambil menundukkan wajahnya. Tangannya begitu lemas sehingga hanya menggantung di badannya yang membungkuk.

"Tidak..... Jangan bercanda Jeanne....." Io pasrah.

"Inilah kenyataannya, Ieros Prosopiko. Sebuah kenyataan yang gelap tak sesuai dengan apa yang kau harapkan. Dark Reality."

Io kemudian terduduk. Tubuhnya lemas sehingga dia tak punya tenaga untuk mengangkat kepalanya. Tangannya persis seperti Jeanne. Lemas tak bertenaga seperti sudah membangkai. "Jeanne....."

"Nah..... Sekarang tugas dari Tuanku akan selesai. The High Priestess akan menjadi bagian dari Dark Reality." ujar Vengeance menyeringai. "Sekarang berlututlah kepadaku dan cium tanganku." Vengeance melepaskan tongkat sihirnya dan menyodorkan tangannya.

Jeanne berjalan tanpa henti. Dia terus melanjutkan langkahnya meskipun Vengeance menyuruhnya untuk berhenti. Dia berjalan dan terus berjalan hingga pada akhirnya, dia menabrakkan dirinya ke badan Vengeance.

"Kenapa..... kenapa kau tidak berlutut dan mencium tanganku ?"

Mulut Jeanne tersenyum dengan sangat lebar. Tangannya kemudian memegang pundak Vengeance dengan gemetar. Diapun mendekatkan wajahnya ke wajah Vengeance sambil menatapnya dalam-dalam hingga menembus jiwanya.

"J a n g a n membuat kami..... TERTAWA LEBIH DARI INI."

Jeanne lepas kendali. Dia tertawa terbahak-bahak dengan kencang sampai hampir menguras pita suaranya. Suaranya terserak-serak karena dia tertawa dengan berlebihan. Perutnya sakit, tenggorokannya sakit, namun jiwanya begitu terhibur.

Io juga sama. Tak lama setelah pecahnya Jeanne tertawa, dia ikut-ikutan sampai berguling-guling di lantai dengan nada yang sama. "Jeanne... ahahaha.... kau membuatku sakit perut... ahahaha..."

"AHAHAHAHAHAHAHAHAHA....." tawa Jeanne terbahak-bahak.

Vengeance kemudian terjatuh dan terduduk sambil perlahan-lahan menjauhi Jeanne. Dia terlihat sangat ketakutan akan mengerikannya suara tawa Jeanne dan Io. "Hentikan ! Hentikan ! Hentikan mereka ! BUAT SUARA MENGERIKAN ITU BERHENTI !!!"

Akan tetapi, tidak ada seorangpun yang mendengarkan Vengeance. Roh-roh pelayan yang dicuci otaknya kemudian menatapnya dalam-dalam. Mereka takut akan suara tawa Jeanne juga. Sehingga, mereka mengikuti kata hati mereka yang teringat akan suara anak kecil yang telah menolong mereka.

Roh-roh pelayan itu sudah tidak peduli. Mereka menodongkan senjata-senjata yang diberikan Vengeance kepada mereka. Tatapan mata seorang penjahat yang akan membunuh dirasakan oleh Vengeance. Dan yang lebih buruk lagi, mereka semua dulunya adalah seorang penjahat.

"Tidak..... apa yang kalian lakukan.... kenapa kalian tidak mematuhiku....."

Para roh itu kemudian menyerangnya. Vengeance tidak dapat menyerang balik karena ketakutannya yang berlebihan menyelimuti dirinya. Dengan bebas, para roh itu menusuk, mencabik, mengigit, dan melakukan hal yang mengerikan kepadanya.

Darah-darah bercucuran. Membasahi seluruh ruangan utama kastil. Vengeance mati tanpa suara. Tenggorokannyalah yang mereka lucuti terlebih dahulu. Bagaikan makhluk buas, roh itu sampai mengigiti organ dalam Vengeance.

Suasana merah darah sangat mengerikan. Adegan pembunuhan oleh massa dihiasi dengan suara tawa terbahak-bahak Jeanne dan Io. Pesta yang sebenarnya ternyata baru saja dimulai.

"Aku adalah penyihir dan ahli sihir terkuat Jeanne Abigail. Tak ada seorangpun di bumi ini yang dapat menyetarakan kekuatan sihirku. Dan kau hanyalah orang bodoh yang mencoba memakanku di kandangku sendiri. Ah tidak. Kau bahkan tidak layak dipanggil orang. KECOAK TERBALIK."

Seketika semua orang bertepuk tangan. Io dengan bangganya bersorak paling keras diantara roh-roh pelayannya. Marigold, Magnolia, Myosotis berbondong-bondong memeluknya sambil meneteskan air mata.

"Maaf tuan maafkan kami..." ujar mereka bertiga meminta maaf sambil berlumuran darah.

"Ah ya ampun kalian jorok sekali..... biarkan aku bernafas...."

Seketika Jeanne langsung dipeluk oleh semua roh pelayan yang berada disana. Mereka sangat bersyukur dapat dibawa kembali olehnya dan hampir saja membuat mereka melawan tuannya sendiri.

Semuanya sangat bersedih sekaligus gembira. Mereka akhirnya dapat melihat tuannya kembali setelah lama pergi meninggalkan mereka. Sekaligus, mereka merasa bersalah karena hampir melukai tuannya.

Suasana haru begitu terasa bagi mereka. Akan tetapi, Jeanne malah sesak nafas karena mereka terus-terusan memeluknya. "Ah.... lepas...ka....." Jeanne akhirnya tidak sadarkan diri.

Para roh pelayan itu kemudian panik. Mereka memanggil-manggil tuannya agar sadarkan diri. Karena, apabila Jeanne tidak sadarkan diri disini maka dia akan kembali ke dunia asalnya.

"Tapi bohong !" kejut Jeanne.

Para roh pelayan kembali terharu. Mereka sangat takut akan kehilangan Jeanne tanpa perpisahan yang baik. Jeannepun tertawa dengan perasaan gembira kali ini. Para roh pelayannya mengikuti dirinya tertawa dengan bebas.

"Ahaha..." tawa Io sekilas.

"Nona Jeanne memanglah anak yang ceria ya." Ibu dari Three Pierrot datang menghampiri.

"Ah..... memang iya. Jujur saja, aku merasa sangat ingin melindungi senyumannya yang manis itu." ujar Io.

"Kalau begitu, Tuan Muda. Saya mohon jagalah senyuman Nona Jeanne itu. Saya rasa, diri saya sudah mulai terpuaskan olehnya."

Tubuh roh Ibu dari Three Pierrot mulai bercahaya. Sebuah sayap keluar dari punggungnya dan mengantarkannya terbang. Dia perlahan-lahan terbang menuju cahaya yang menyinari dunia ini. Sementara itu, Jeanne kemudian berdiri dan berlari mendekatinya.

"Terima kasih, Nona Muda. Berkat dirimu aku bisa berjumpa untuk ketiga anakku untuk yang terakhir kalinya. Aku bisa memeluknya dan melihat mereka tumbuh dengan kuat. Selain itu, aku juga bersyukur punya majikan yang baik seperti dirimu. Kau tidak menyerah bukan untuk menyelamatkan anakku ? Hanya saja, aku tidak bisa meminta maaf dengan benar kepada Pan."

"Bagaimana kalau kau tinggal sebentar dan mengatakan maaf kepadanya secara langsung ?"

"Tidak terima kasih, Nona Muda. Aku percaya, suatu saat, kau akan mengatakannya untukku. Dan aku percaya bahwa Pan masih percaya kepadamu. Sebagaimana aku saat ini. Terima kasih."

Ibu dari Three Pierrot itu kemudian pecah menjadi beberapa keping cahaya. Dia telah pergi ke tempat entah dimana. Bersama cahaya dia kembali, bersama cahaya dia menghilang. Kenangannya bersama ketiga anaknya tidak akan pernah dia lupakan.

Jeanne tersenyum bahagia. Dia sekali lagi telah sukses membawa pelayannya ke tempat yang mereka idam-idamkan. Hanya tinggal selanjutnya, bagaimana mereka memanfaatkan kepingan cahaya itu agar tidak sia-sia.

"Hei, Io. Bolehkan aku meminta sesuatu ?"

"Apa itu ? Katakan saja ?"

"Aku ingin bintang. Langit disini gelap sekali tanpa adanya bintang."

"Ya aku rasa kamu benar. Kalau begitu aku akan membuat bintang dengan kepingan cahaya para roh yang telah pergi dengan damai."

bersambung