Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 22 - Justice Showdown #1

Chapter 22 - Justice Showdown #1

August telah memberi tahu semuanya kepadaku. Informasi yang telah ia berikan ternyata lebih menarik dari dugaanku. Celestial itu, telah menampakkan dirinya dengan sengaja kepada August.

Sungguh keputusan yang luar biasa. Namun, kenapa dia repot-repot menunjukkan dirinya segala ?

Pernyataan perang. Itulah yang pertama kali yang aku pikirkan di benakku. Celestial itu pasti sudah lama tahu bahwa aku sedang mengincarnya. Mungkin saja dia sekarang sedang melatih pasukannya untuk melindungi dirinya atau melawanku atau semacamnya. Namun yang lebih buruk adalah dia ingin melawanku sendirian, satu lawan satu di arena Arcadian Crusader.

Akan tetapi semua itu sia-sia. Usahanya yang aku pikirkan itu semua sia-sia karena tidak ada pihak yang diuntungkan sama sekali. Apabila dia melatih pasukannya dan menjadi pengecut maka dialah yang tidak diuntungkan. Apabila dia berduel denganku di arena Arcadian Crusader maka tidak ada yang diuntungkan di antara kami. Identitas Celestial itu akan terbongkar dan balas dendamku tidak terpenuhi secara maksimal.

Aku ingin sekali melihat Celestial itu menderita. Setelah apa yang telah ia perbuat dengan desaku dan keluargaku, tidak ada ampunan baginya di mataku. Itu karena , tetesan air mataku ini tidak bisa dan tidak akan pernah kembali ke mataku.

Tanpa disadari, mulutku tersenyum sendiri. Hanya dengan memikirkannya saja, sudah membuat jantungku berdebar-debar. Aku menjadi sangat tidak sabar untuk melihat kejadian itu terjadi di depan mataku sendiri.

Di atas atap penginapan ini, aku sendirian, memikirkan segala tentang Celestial tersebut. Semua orang telah tertidur. Para pedagang yang biasanya memeriahkan malam hari, sekarang tidak bermunculan. Lebatnya hujan sore tadi membuat nafsu mereka lemah untuk berjualan. Sebagian toko masih ada yang aktif pada malam hari. Namun, itu juga masih sebagian kecil.

Rasanya sunyi sekali. Tidak biasanya aku tertidur dengan kondisi yang tenang seperti ini. Bahkan, aku tidak ingin tidur lagi karena bisa membuatku mengingat sesuatu yang tidak ingin aku ingat. Biarkanlah angin amnesia ini melemahkan ingatanku pada masa lampau secara perlahan. Mereka hanya akan membunuhku perlahan-lahan.

Angin berhembus dingin di malam hari. Membuat sebagian tubuhku bergetar karena dinginnya. Akan tetapi, kehangatan yang aku buat dengan tongkat sihirku membuat angin-angin itu tak berdaya. Seolah-olah mereka telah dijinakkan oleh sihirku ini dan melayaniku dengan lembut.

"Celestial itu pasti masih ada di sekitar sini." ujarku bergumam.

Kutatap jalanan yang sunyi tanpa ada seorangpun yang berlalu-lalang. Celestial yang aku cari itu masih belum menampakkan batang hidungnya. Bahkan, aku tidak dapat melacaknya dengan alat pendeteksi aura sihirku.

Semua orang yang aku lihat dan terlacak di alat tersebut tidak menunjukkan aura keberadaan yang aneh. Aku benar-benar memperhatikan semua orang tak terkecuali August. Bahkan, aku sampai memperhatikan walikota yang jarang keluar rumah itu hanya untuk memastikan dia bukanlah targetku.

Kita tunggu saja, sampai berapa lama kau akan bertahan menyembunyikan auramu yang luar biasa itu.

*srink*

Tak lama kemudian, aku melihat kilatan cahaya melewati mataku. Cahaya itu melewat dengan cepat seperti terburu-buru. Kebetulan, aku tepat melihat cahaya itu bersinggah di belakang sebuah ruko.

Salah satu alat pendeteksi aura sihirku bereaksi. Benda itu sangat menunjukkan reaksinya tepat di tempat cahaya itu singgah. Langsung saja aku melompat dengan sihir lompat jauhku menuju atap lain yang berada di depanku dan mendarat tanpa suara dengan sihir burung hantu.

Aku terus menelusuri atap ruko-ruko tersebut dan menaikkinya agar aku tidak ketahuan atau tertangkap oleh orang-orang yang berada disana. Juga, aku telah meminimalkan aura sihirku sekecil mungkin agar aku semakin aman.

Dengan cepat, aku kemudian turun ke gang kecil yang membatasi antar ruko dengan meluncur diantara dua tembok. Tanpa suara, kakiku meluncur cepat dan akhirnya sampai mendarat. Aku menengokkan kepalaku sedikit untuk melihat ada apa disini.

Alat pendeteksi aura sihirku jelas menunjukkan bahwa ini adalah tempatnya. Aku bisa merasakannya juga bahwa ada sesuatu yang tidak beres di perempatan gang kecil ini. Karena ,kilatan cahaya itu jelas mengarah ke sini.

"Apa yang sedang kau lakukan disini... Nona Kecil."

Aku terkejut. Seseorang tiba-tiba memegang pundakku dari belakang. Aura kehadirannya begitu tipis sehingga aku tidak bisa menyadarinya dengan langsung. Seketika saja aku terlompat dan jatuh saking kagetnya.

Orang itu berpakaian serba putih. Celana bahan berwarna putih, kemeja putih, jas putih, dan topeng putih. Hanya dasi dan sabuknya saja yang berwarna kelabu berbeda dari setelannya yang lain. Rambutnya silver pendek dengan sedikit kepangan yang menggantung di rambut sebelah kanannya.

Bagaikan manusia biasa, dia memiliki aura sihir yang begitu kecil. Tidak, bahkan lebih kecil dari manusia. Orang ini memiliki aura sihir sekecil semut bahkan lebih kecil dari itu. Tidak bisa juga aku bilang dia tidak memiliki aura sihir.

Topeng itu. Kemungkinan topeng itulah yang menyembunyikan aura sihirnya.

"Ada apa ? Pandanganmu terlihat pucat begitu."

Tidak salah lagi. Dia adalah targetku yang sebenarnya. Orang ini pasti adalah seorang Celestial yang menyembunyikan dirinya. Sebelumnya, tidak ada seorangpun di kota ini yang memiliki niatan untuk menyembunyikan identitasnya.

Aku langsung berguling mundur menjauhinya. Tak kusangka bahwa aku akan berhadapan langsung dengannya secepat ini. Tepat, aku juga harus membuat pertarungan ini cepat dan tidak menimbulkan banyak suara. Aku tidak boleh membuat kericuhan di tengah orang-orang yang sibuk tertidur.

Kusakukan tongkat sihirku di punggung. Cakar yang aku buat diam-diam tanpa diketahui August kukeluarkan dari tanganku. Posisiku kini seperti kucing yang menatap tajam mangsanya.

Cakarku ini memiliki kemampuan untuk menguras darah orang yang tercakar oleh tajamnya ujung cakar ini. Kemampuan ini dapat melumpuhkan mangsa dengan cepat meskipun mereka terbirit-birit berlari menjauhiku.

"Sekaranglah saatnya untuk membalas dendamku. Bersiaplah kau Celestial."

"Sepertinya aku sudah ketahuan." Celestial itu mengangkat bahunya. "Yah... Hanyalah orang bodoh yang tidak menyadari bahwa aku adalah Celestial."

+---+---+---+---+

"Hey, Jeanne. Apakah kau yakin dengan berita itu ?"

"Mana mungkin aku percaya. Mereka bukanlah ras yang lemah sehingga dapat punah begitu saja."

"Tapi, berapa lama lagi kita akan mencarinya ?"

"Kalau aku sih seumur hidupku. Aku tidak masalah kau akan meninggalkanku karena ambisiku yang bodoh ini. Semua tergantung dirimu. Kau harus tetap hidup karena masih diberi kesempatan."

"....." Fionna terdiam. Dia melanjutkan makan malamnya dekat dengan api unggun yang Jeanne buat. Sambil perlahan memanggang ikan yang ia tangkap, dia memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Dia mengunyahnya kemudian menelannya. "Mungkin tidak. Aku tidak bisa hidup tanpamu."

"Kenapa begitu ?"

"Kau tahu. Kaulah inspirasi hidupku. Saat aku meninggalkanmu, aku akan kehilangan inspirasi itu dan harus mencari yang lain." Fionna meneguk secangkir air. "Aku tidak mau kehidupan seperti itu."

"Kenapa begitu ?"

"Biasa saja."

"Memangnya ada yang salah dengan hidup biasa ? Aku juga... menginginkan itu."

"Selama kau belum mendapatkannya maka aku juga tidak akan mendapatkannya. Aku ingin hidup bersampingan denganmu. Karena kamulah... inspirasi hidupku." ujarnya sambil lahap makan.

"Bersampingan denganku ? Apakah kamu mempunyai kelainan seksual ?"

"Bukan begitu, bodoh !" ujar Fionna lalu menggigit ikan yang baru ia bakar panas-panas. "Kau ingat saat kita masih berusia empat puluh tahunan ?"

"Aku ingat. Namun yang bagian mana ?"

"Saat itu aku sangat membencimu. Kau terus saja dipuji karena bakatmu yang luar biasa itu. Bersikap seolah kau orang yang paling tangguh diantara para penyihir dan mereka percaya ketangguhanmu. Begitu juga aku. Dan aku membencinya." Fionna menyuap nasinya lagi. "Namun saat Bencana Besar terjadi, kau menangis seolah-olah kau adalah orang terlemah di dunia ini. Tawamu yang biasa kulihat, saat itu tak pernah aku ingat lagi. Ternyata orang kuat sepertimu masih bisa menangis juga, ya."

"Jadi, itulah yang memberimu inspirasi ?"

"Iya. Sebuah inspirasi yang indah dan tekad untuk hidup lebih lama. Karena itulah aku berencana untuk menemanimu kemanapun pergi bahkan sampai ke dalam jurang kegelapan sekalipun. Aku... tidak ingin kehilangan hal seperti itu lagi dalam hidupku."

"Lagi ?"

"Hei hei, bukan kamu sendiri lo yang kehilangan sesuatu yang berharga saat Bencana Besar melanda desa kita." Fionna mengambil ikannya kemudian mengoyaknya lalu dicampur ke atas nasinya. "Kegelapan menyelimuti diriku sebelum aku bertemu denganmu lagi di atas tebing itu. Aku kehilangan arah dalam hidupku dan berencana untuk menggantung leherku. Namun saat itu kau tiba-tiba muncul, menangis di hadapanku sambil berpura-pura tegar." Fionna mengaduk-aduk nasinya dengan daging ikan. "Entah mengapa sikapmu itu seperti membuat diriku semangat lagi dan akupun seperti ingin melindungimu selamanya, hehe."

"Kenapa kau ingin melindungiku ?"

"Eh ? Bukannya sudah jelas. Tentu saja agar aku tidak kehilangan cahaya yang menyinari hidupku lagi." Fionna tersenyum lebar kepadaku dengan sebutir nasi di dekat mulutnya.

"...." Aku terdiam. Mendengar kisahnya yang baru aku ketahui itu membuatku sedikit terharu. Namun entah mengapa aku jadi merasa kesal karena dia baru memberitahuku sesuatu yang sangat penting saat ini.

Dengan cepat, aku mengambil bagian ikan miliknya yang sedang ia panggang. Aku harus memberinya pelajaran karena dia tidak memberi tahuku secepatnya.

"Oi ! Itukan ikanku ! Kenapa kau mengambilnya ?"

"Dengarkan aku ! Aku adalah sumber inspirasimu dan tekadmu bukan ? Itu berarti aku harus terus hidup agar cahayamu tidak pudar." aku memakan ikan bakar itu besar-besar. "Karena itu jadilah anak yang baik dan biarkan aku menyelamatkan hidupmu kali ini."

"Sialan ! Bilang saja kau itu lapar, dasar sok kuat !"

"Aku memang kuat kok, penyihir lesbian."

"Apa katamu ! Ayo sini kita buktikan....."

Malam itu benar-benar mengasyikan meskipun hanya kita berdua yang bangun pada saat itu. Tidak ada orang lain lagi, hanya kami berdua yang sedang bercanda setelah makan malam.

Tidak aku sangka aku dapat merasakan hal itu kembali setelah Bencana Besar merebut semua harta karun kami.

Andai saja Fionna masih ada disini pada malam ini. Aku bisa merasakan betapa bahagianya dia ketika mengetahui bahwa aku telah menemukan satu disini. Karena itulah aku telah berjuang sekuat tenagaku disini.

Celestial itu ternyata lebih kuat dari yang aku perkirakan. Aku telah dipencundangi olehnya karena tidak bisa bebas menggunakan kekuatan sihirku. Berkali-kali aku dilempar olehnya, dipukuli olehnya, sampai aku muntah-muntah olehnya. Aku tidak berdaya tanpa sihir murniku.

Berkali-kali aku melipat gandakan kekuatan fisikku dengan sihir namun Celestial itu melangkah jauh di depanku. Keahlian fisiknya juga jauh melebihi ekspektasiku. Aku telah dikalahkan mutlak di arena bertarung seperti ini.

"Apa apa, pemburu Celestial ? Kau lemah bertarung disini. Mungkin aku harus sedikit memperlihatkanmu..... Justice Showdown....."

Bersambung