Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 23 - Justice Showdown #2

Chapter 23 - Justice Showdown #2

"..... Justice Showdown....."

Tubuhku tiba-tiba merasa dingin. Angin-angin yang berwarna putih melewatiku dan aku mulai mengeluarkan embun dari nafasku. Tanganku gemetar dan mulai dipenuhi oleh suatu benda berwarna putih dan dingin.

Dataran yang aku injak kini berubah menjadi dipenuhi salju. Lantas aku terkejut karena perubahan lingkungan yang tiba-tiba ini. Akupun melihat-lihat pemandangan sekitarku. Ternyata baru kusadari, aku tidak sedang berada di kota yang singgahi sebelumnya.

"Dimana aku ?" aku bergumam.

Menurut pemandangan yang aku lihat, aku kini sedang berada di sebuah pegunungan yang ditutupi oleh salju. Angin berhembus begitu kencang sehingga membuat bulu kudukku berdiri.

Inikah kekuatan dari seorang Celestial. Bukan mimpi, aku benar-benar sedang menginjakkan kakiku di gunung yang bersalju ini. Sepertinya, aku diteleportasikan ke gunung ini dengan sengaja olehnya. Tapi, bagaimana bisa ?

Salju yang aku injak kemudian bergemuruh. Tanda-tanda dataran yang aku injak ini akan roboh. Dengan cepat, aku kemudian menaiki tongkat sihirku dan terbang menjauhi dataran yang akan roboh tersebut. Seketika, dataran itu roboh dan mengungkap gua yang ada di bawahnya. Gua itu terlihat sangat luas dari dalam sini.

Penasaran, aku mencoba turun ke sana dan mencari Celestial itu. Dari tadi aku tidak melihat keberadaannya sama sekali.

Gua ini diterangi oleh kristal-kristal yang memancarkan cahaya. Menurut pengetahuanku, kristal-kristal itu hanya akan bercahaya apabila ada manusia yang memiliki aliran sihir seperti penyihir dan semacamnya. Akan tetapi, kristal-kristal ini telah bercahaya terlebih dahulu. Mungkinkah !

"Kerja bagus, penyihir."

Celestial itu tiba-tiba muncul di belakangku. Saat aku menoleh, dia langsung memukul wajahku hingga aku terpental jauh dan menjatuhkan tongkat sihirku. Tubuhku sepertinya sudah memar-memar akibat dipukulinya sebelumnya. Akan tetapi, sihir regenerasiku masih dapat memperbaikinya.

Aku terpental, berguling-guling, dan akhirnya menabrak dinding gua. Punggungku sepertinya sudah mati rasa saat ini.

"Sialan kau !"

"Jeanne Abigail, The High Priestess, Pemburu Celestial. Aku menunjukkan diriku disini untuk mencari perdamaian denganmu. Namun apabila kau masih menginginkan pertarungan, segera aku layani." Celestial itu perlahan berjalan mendekatiku. "Bagaimana ? Tertarik ?"

"Jangan main-main denganku." aku mencoba berdiri sekuat tenagaku. "Aku akan membalas dendam atas semua yang kau renggut dariku !"

Segera, aku menembakkan panah-panah es ke arahnya. Puluhan anak panah melayang kepadanya dan mengarah ke seluruh tubuhnya. Seharusnya itu bisa menahannya sampai sihir regenerasiku memulihkan sepenuhnya.

Akan tetapi, aku salah. Celestial itu hanya sedikit mengangkat topengnya kemudian seketika semua anak panah yang aku kerahkan hancur begitu saja. Tekanan ledakkan aura yang ia gunakan begitu kuat.

Aku dapat merasakannya. Itu adalah ledakan aura seorang Celestial yang sesungguhnya dan berada di level yang sangat jauh. Pernah sekali aku melihat ledakan milik ayahku namun tidak sekuat ini. Ayahku belum serius pada waktu itu namun Celestial yang aku hadapi ini juga sepertinya belum serius. Level mereka berada dalam jarak yang sangat jauh.

"Jangan meremehkanku !" aku kemudian membombardir dirinya dengan segala sihir elemen yang aku ketahui. Bola api bermunculan dan menembak dari sampingku, petir-petir menyambar ke arahnya, pusaran angin mengamuk disana, hingga aku munculkan duri-duri tajam berasal dari elemen tanah.

Sihir-sihir elemenku sepertinya memperlambat dirinya. Regenerasi lukaku telah sembuh total. Kini aku bisa melawannya kembali dengan potensi penuh.

"Apakah kau sudah sembuh ? Kalau begitu mari kita bersenang-senang lagi."

Celestial itu tidak kusangka telah berada di belakangku lagi. Hawa keberadaan maupun auranya tidak bisa aku rasakan sama sekali. Aku benar-benar buta total melawannya saat ini. Seketika, dia langsung menendangku dari belakang dan membuatku terhempas dan jauh dari tongkat sihirku.

"Justice Showdown."

Lingkungan berubah sekali lagi. Kini aku berada di atas sebuah gunung berapi yang sangat aktif mengeluarkan lahar-lahar. Malangnya aku karena aku tepat sedang terjun ke mulut gunung berapi tersebut. Celestial itu menendangku sehingga aku terpental dan membuatku terjun ke mulut gunung berapi. Kekuatannya itu curang sekali.

Aku berusaha menggapai sesuatu agar aku tidak jatuh ke perut gunung berapi tersebut namun sayang, aku terjatuh tepat di tengahnya. Celestial itu menatapku dari pinggir tebing mulut gunung berapi ini di balik topengnya.

"Justice Showdown."

Lingkungan berubah sekali lagi. Tanganku akhirnya dapat menggapai sesuatu. Akan tetapi, tanganku ternyata berpegangan di tebing jurang yang sangat dalam.

Tak habis pikir aku dengan kekuatan Celestial ini. Bagaimana dia bisa menguasai sihir sehebat ini yang bisa menggonta-ganti lingkungan sesuka hatinya. Bahkan sebelum aku beradaptasi di gunung berapi tersebut, dia mengganti lingkungan lagi.

Celestial itu muncul di atasku dan menginjak satu tanganku yang sedang berpegangan ke dinding jurang. Rambutnya berkibar-kibar diterpa angin, dia menatapku dari belakang topeng. Meskipun aku tidak bisa melihat tatapannya, namun aku yakin dia memandang rendah diriku.

Tongkat sihirku jatuh dari atas langit. Benda itu jatuh tepat di atas diriku yang sedang berpegangan ini. Kuharap, aku dapat kesempatan untuk melawan baliknya apabila aku dapat menggapai tongkat tersebut.

Atau mungkin tidak.

Celestial itu langsung menggenggam tongkat sihirku begitu melewat di depannya. Akan tetapi, tongkat sihirku langsung menolaknya mentah-mentah. Gagang yang dipegangnya kemudian mengeluarkan duri yang terbuat dari kristal. Celestial itu langsung menjatuhkannya begitu dia tersengat duri-durinya.

Dengan begitu, aku bisa berpikir positif kembali. Aku dengan sengaja melepaskan genggaman tanganku dan terjun bebas ke dalam jurang yang tak kuketahui batasnya.

"Adios tonto....." ujarku sambil terjun menatapnya.

"Kau tidak akan bisa lari dariku, Jeanne."

Dengan sihirku, aku melayang di tengah udara. Aura hijau The High Priestess mengelilingku. Tongkat sihirku yang terjatuh itu kemudian melewat di hadapanku dan langsung saja kugenggam dirinya. Pada akhirnya, aku dapat bertarung dengan potensi penuhku lagi.

Celestial itu telah pergi. Aku tidak bisa melihat batang hidungnya di mulut jurang ini. Akan tetapi, dia bisa saja hanya bersembunyi dan mulai menyerangku di tempat yang tidak terduga lagi.

Tak lama kemudian, aku melihat Celestial itu. Dia menerjunkan dirinya ke dalam jurang dan ingin menghadapiku yang melayang sedang di tengah jurang ini. Langsung saja aku melayani dirinya sebelum bisa menyentuhku.

Kutembakkan sinar cahaya yang berwarna biru dari tanganku. Tidak cukup, kutambahkan dengan anak panah cahaya yang bermunculan dari belakang tubuhku. Anak panah cahaya itu bergerak menuju arahnya dengan begitu cepat.

Akan tetapi, begitu sinar cahaya dan anak panah itu akan tepat mengenainya, Celestial itu berhasil menumbukku dengan kepalan tangannya dari samping. Tak bisa aku cegah, akupun kehilangan keseimbanganku untuk terbang dan kembali terjun ke jurang ini.

Aku berusaha untuk kembali mengontrol sihirku. Namun kemudian, sebelum aku berhasil, dia sempat memukulku lagi dengan kuat padahal jarak kita telah terpisah sejauh 5 meter. Alhasil, akupun terpental lagi dan bergerak semakin cepat ke dalam jurang yang dalam ini.

Belum sempat aku merasakan kesejukan angin yang menemaniku, Celestial itu tiba-tiba muncul dari bawah dan memukulku. Rasa sakitnya begitu terasa karena dia memukulku dari arah yang berlawanan.

"Kau tidak akan bisa lari dariku, Jeanne. Tidak sampai kau setuju untuk mendengarkanku."

"Aku tidak lari darimu. Namun kau yang berjalan mendekati perangkapku."

Seketika, aku meledakkan aura dahsyatku. Aura berwarna hijau berkilauan emas keluar dari tubuhku sehingga membuat tekanan yang sangat kuat dan cukup untuk membuatnya terpental. Celestial itu sempat menahannya namun tak lama kemudian tubuhnya menabrak dinding jurang sehingga retak.

Tak bisa aku biarkan lagi kali ini. Dengan kekuatanku, aku melancarkan serangan sihir sinar cahaya yang begitu panas ke arahnya dengan kedua tanganku. Tak cukup, aku membagi sinar cahaya ini di kedua tanganku dan mengelilingkannya ke setiap penjuru jurang ini. Cahaya yang aku gesekkan ke dinding membuat dinding itu meledak saking panasnya cahaya ini. Percikannya itulah yang membuat dinding itu meledak. Dan saking panasnya, sinar cahaya ini sampai berwarna ungun hampir keputihan.

Aku berteriak sekencang mungkin saat mengelilingkan sihir sinar cahyaku ini. Tak kusangka berhadapan dengannya bisa sampai membuat aku membombardir jurang ini.

Tebing-tebing disini berjatuhan karena ledakkan yang aku buat. Entah sedalam apa, seluas apa, sejauh mana jurang ini namun yang pasti aku akan tetap menghancurkannya selama Celestial itu masih belum menyerah.

Aku bisa merasakan aliran sihirku mengalir dengan sangat dahsyat. Rasanya seperti memompa jantung dengan manual dan semakin aku tekan, semakin sehat aku rasanya.

Celestial itu menghilang lagi. Aku tidak dapat merasakan hawa keberadaannya meskipun aku sedang membombardinya seperti ini. Seharusnya, sekarang dia sedang melompat ke sana dan ke sini dengan cepat dan memerlukan kekuatan sihir yang besar juga. Akan tetapi, dia masih belum menunjukkan batang hidungnya.

Aku terus berdansa memutar-mutar lengan dan badanku. Sinar cahaya yang keluar dari tanganku menghancurkan apa yang dilewatinya. Mulut jurang ini sudah seperti lautan api hanya dengan satu kekuatan pamungkasku.

Untuk serangan terakhiran, aku menggenggam kedua tanganku untuk menyatukan sihir sinar cahaya dan membuat lebarnya sebesar lebar jurang ini. Sontak, aku melakukan jungkir balik dan membuat sihirku mengenai seluruh jurang ini tanpa kecuali.

"KEMANA KAU PERGI !!!" aku berteriak.

Seketika, dinding-dinding jurang ini meledak dengan dahsyat dan memantulkan batu-batuan sebagai hasilnya.

Tiba-tiba, aku merasakan kehadirannya. Dia melesat cepat ke arahku sambil menyatukan jarinya seperti ingin menikamku. Langsung saja aku aktifkan sihir pelindungku.

*prank*

Sihir pelindungku pecah. Tangan Celestial itu berhasil menembus pelindung dari sihirku dengan mudah. Dia melesat dengan cepat kemudian menembus pelindung sihirku dan mencekikku dengan kasar seperti ingin menghancurkan tenggorokkanku.

Dia menyeretku ke dalam jurang yang sangat dalam ini dengan menambah dan menambahkan kekuatannya terus menerus. Alhasil, aku terjun dengan kecepatan yang luar biasa sambil leherku dicekik. Ditambah lagi aku telah menambah kedalaman jurang ini dengan sengaja.

Aku tidak bisa bernafas sedikitpun. Yang hanya bisa aku lakukan hanyalah mengandalkan sihir penyembuhku agar aku tidak mati sekaligus selagi diseret ke dalam jurang yang teramat dalam ini.

"BISAKAH KAU DENGARKAN AKU DULU !!!" Celestial itu berteriak.

*duar*

Tubuhku terhantamkan dengan sangat keras. Pita suaraku hancur, aku tidak bisa berkata apapun lagi untuk sementara. Seluruh tulang tubuhku retak, aku tidak bisa bergerak lagi untuk sementara. Celestial itu berdiri di depanku sambil terengah-engah.

Masih sanggup, aku menunjukkan jari telunjukku kepadanya. Celestial itu merasa terganggu, dia kemudian menginjak jariku itu dengan kuat satu kali injakkan kuat. Alhasil jariku pecah mengeluarkan darah.

"Ini sudah berakhir, Jeanne. Ini sudah berakhir. Tragedi Bencana Besar sudah berakhir. Tidak ada gunanya kau masih menyimpan dendam itu pada kami. Tentunya kepadaku, karena akulah yang terakhir." Celestial itu memukul-mukul dadanya. "Sekarang dengarkan aku baik-baik....."

Tak bisa berbuat apa-apa, aku mengangguk dengan pelan. Dengan begitu, aku menyatakan diriku telah kalah. Namun entah mengapa, aku menjadi semakin membencinya. Apa ini adalah perasaan kekalahan ?

"Lupakanlah segala hal tentang ibumu. Dia sudah mati seratus tahun yang lalu. Dia ingin kau hidup bahagia. Jadi lupakanlah dia. Lupakanlah dendammu untuknya yang menjijikan itu."

Seketika, regenerasiku menjadi cepat. Pita suaraku kembali dan aku bisa mengeluarkan suaraku kembali. Namun sebelum itu, aku memuntahkan banyak sekali darah dari mulutku bekas beberapa organ dalamku yang hancur.

"MATI SAJA KAU BAJINGAN !!!" aku berteriak dengan rasa penuh amarah.

Berani-beraninya dia menghina ibuku. Berani-beraninya dia berkata buruk tentang ambisiku. Secepat mungkin, aku harus menghabisinya. Aku pasti akan menghabisinya. Aku pasti akan menghabisinya. Bajingan itu pasti akan kuhabisi. Sialan.

"Justice Showdown."

Lingkungan kemudian berubah ke tempat awal kami bertemu. Aku kini terbaring di tengah perempatan gang ini. Menatap gelapnya pergantian malam ke pagi ini. Sementara itu, dia masih berdiri di depanku.

"Ingatlah kata-kataku itu, Jeanne. Lepaskanlah seluruh dendammu itu sebelum parade dimulai. Atau, sesuatu yang buruk akan terjadi kepadamu."

Celestial itu perlahan membuka sedikit topengnya. Cahaya-cahaya keluar dari dalam topeng itu sehingga menyinariku. Kini aku sadar, sebelumnya aku pernah di posisi seperti ini juga. Sebuah posisi dimana aku pernah terselamatkan. Namun kali ini, aku tidak berharap diselamatkan. Terutama oleh dirinya.

"Tidak..... tidak... hentikan !"

Sinar matahari itu mulai timbul. Sinar matahari itu membasahi tubuh Celestial itu yang berpose sambil membuka sedikit topengnya. Memperlihatkan mata kanan yang aslinya.

"HENTIKAN !!!" aku berteriak dalam hatiku.

Hanya orang itulah yang boleh berpose seperti itu di depanku. Hanya West Augustlah yang boleh menyelamatkanku dari kegelapanku ini. Aku tidak pernah berharap untuk diselamatkan oleh orang yang sangat aku benci. Aku tidak pernah berharap untuk diselamatkan oleh orang yang membakar hangus desaku. Atau harta berhargaku.

Air mataku mengalir. Inilah akhir terburuk sepanjang hidupku. Rasa kekalahan ini begitu menusuk hatiku sampai berdarah-darah.

Kenapa.... pada akhirnya aku harus merasa diselamatkan olehnya.....

Bersambung