"Ini demi teman perjalananmu itu, oke ? Jangan sia-siakan kesempatan emas ini."
Aku tiba-tiba terbangun dari tidurku. Ternyata, sinar matahari pagilah yang telah membangunkanku. Sudah dua hari ternyata kami menginap di kota ini. Kami tidak boleh terlalu nyaman disini. Seusai parade, kemungkinan kami akan berangkat lagi.
Sinar matahari yang membangunkanku ternyata dapat membutakan mataku. Sinarnya begitu terang, melewati jendela, untuk aku yang baru bangun tidur. Terlihat siluet Jeanne terduduk di ranjangnya sambil memperhatikanku. Dia benar-benar tidak tidur rupanya.
Kubersihkan mataku dengan mengusapnya, seketika penglihatanku bersih kembali.
Aku terkejut, melihat baju Jeanne yang dipenuhi dengan darah. Sampai-sampai, aku dapat mencium sendiri darah tersebut dari ranjangku. "Hei, Jeanne ! Kau kenapa ?"
Jeanne tidak menjawab. Dia menundukkan wajahnya sambil menatap lantai. Nampaknya, mood Jeanne sangat buruk saat ini. Dia tidak menjawab bahkan saat aku jentik-jentikkan jariku ke wajahnya. Sepertinya dia sedang melamun lagi.
"Hei ! HEI !!!"
Tiba-tiba, Jeanne terkejut dan tersadar dari lamunannya. Dia menatapku sebentar kemudian menamparku dengan seluruh tenaganya. Wajahnya keriput saking marahnya. "Diamlah ! Aku sedang berkonsentrasi."
"Kau ini dari tadi kenapa, Jeanne ?" ujarku sambil memegangi pipiku.
"Aku telah bertemu dengan Celestial itu dan berhadapan dengannya."
Sekarang giliranku yang terkejut. Tak kusangka dia akan bertemu dengan Celestial itu secepat ini. Waktu ternyata bergulir lebih cepat dari yang aku bayangkan. "Kau baik-baik saja kan ? Lukamu itu sudah sembuhkan ?"
"Dia memberiku luka yang lama untuk disembuhkan. Sebuah luka yang tidak pernah ditemukan obatnya di dunia ini." ujar Jeanne sambil memegang dadanya. "BAJINGAN ITU MENGHINA IBUKU DAN AMBISIKU !!!" Jeanne berteriak sambil memukul ranjangnya.
Seketika, hatiku menjadi iba mendengarnya. Celestial itu ternyata lebih kasar dari yang aku bayangkan. Tapi, mereka pasti mempunyai alasan berkata demikian. Meskipun begitu, alasan mereka benar-benar tak bisa dimaafkan apabila aku mendengarnya.
"Jeanne....." aku berdiri mendekatinya. "Biarkan aku bergabung denganmu memburu Celestial itu. Apabila benar dia berkata seperti itu, maka aku juga tak bisa membiarkannya. Kau masih memiliki diriku ini yang selalu siap membantumu, Jeanne."
"Celestial itu memiliki kekuatan yang jauh di luar dugaanmu. Bahkan orang seperti aku dapat dikalahkan olehnya begitu saja. Apakah kau benar-benar ingin melawannya juga ?"
"Aku tidak berniat melawannya sendirian. Namun akan aku bantu dirimu dengan seluiruh kekuatanku apabila diperlukan. Bagaimana ?" aku mengulurkan tanganku sambil tersenyum ke arahnya.
Jeanne menyeringai. "Oh..... diam-diam kau menghinaku rupanya." Jeanne berdiri diatas ranjangnya menyesuaikan tinggiku dengannya. "Begini ya, koboi pasir." Jeanne menyilangkan kedua lengannya. "Aku bisa saja melenyapkannya sama seperti kota sialan yang membuatku marah. Namun, aku tidak ingin menghancurkan lingkungan lagi sama seperti yang aku lakukan terdahulu."
Aku tertawa melihat tingkahnya. "Jadi bagaimana ? Kita setuju ?"
Jeanne menganggukkan kepalanya. Dia tersenyum kepadaku dengan mantap. Ternyata dia lebih mudah untukku bujuk daripada yang aku pikirkan. Akupun menjabat tangannya bagaikan kami baru bertemu kali ini.
Namun sebelum itu, aku harus mementingkan amanat yang diberikan Sang Raja kepadaku. Aku tidak boleh melupakan tujuanku berpetualang. Dan kemungkinan besar, Celestial itu merupakan seorang Pemegang Kartu Tarot juga. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.
The Star atau Justice. Kudengar salah satu dari mereka adalah seorang Celestial. Namun menurut kekuatannya yang aku dengar dari Jeanne, dia mungkin adalah The Star. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan pemegang kartu Justice merupakan seorang Celestial juga. Aku butuh lebih banyak informasi.
"Namun sebelum itu, Jeanne. Aku butuh lebih banyak informasi mengenai pengguna kartu Justice dan Star terlebih dahulu."
"Jangan bodoh, August. Tidak ada orang yang hidup saat ini untuk mengetahui informasi tentang mereka. Mereka hanya akan berkata dengan jawaban 'mungkin' atau semacamnya."
"Aku tahu itu. Akan tetapi, buku tidak akan berkata demikian karena mereka adalah benda mati."
Jeanne terbelalak mendengarnya. Dia seperti yang tidak percaya bahwa aku akan mengatakan hal yang seperti itu. "Apakah kau itu Jenius dan semacamnya ? Tidak ada perpustakaan di kota ini, Koboi Pasir."
"Memang tidak ada. Namun ada toko buku antik disekitar sini."
"Oh benarkah ? Tunjukkan aku dimana tempat itu." Jeanne bersemangat.
Aku menunjuk ke arah sebuah cerobong asap yang nampak jelas dari jendela kamar penginapan kami. Cerobong itu mengeluarkan asap hitam mengerikan tidak biasanya. "Di bawah cerobong asap itulah pintu masuknya."
"Ehhh..... apa kau yakin ?" muka Jeanne masam.
"Tentu saja aku yakin. Aku sudah pernah memasukinya saat aku mencari-cari dirimu kemarin. Memang asap itu sedikit mencurigakan namun itu bukanlah hal yang buruk."
"Baiklah... bagaimana dengan dirimu ?"
"Oh, aku ? Aku akan mendatangi kantor walikota dan memperoleh info disana."
"Bagus ! Kau memberikanku tugas yang terlihat seperti tugas kotor. Tidakkah kau ingin mengajakku atau semacamnya ? Bagaimana kalau Celestial itu ada disana dan kita ketahuan memata-matainya."
"Justru karena itulah aku tidak mengajakmu. Aku tidak ingin kau menghancurkan kantor walikota dan membuat penduduk panik." tiba-tiba, aku dekatkan mulutku ke kuping Jeanne. "Aku memiliki firasat buruk tentang Majordome semalam. Dia tidak mengeluarkan darah."
Seketika Jeanne terdiam mendengar ucapanku. Dia berjalan-jalan mengitari kamar dan mengambil beberapa kertas. Dengan cepat, dia membaca kertas-kertas tersebut sambil bergumam-gumam. Tiba-tiba, alis Jeanne terangkat. Dia seolah-olah menemukan jawaban dari permasalahan kita.
"Ada apa, Jeanne ?" tanyaku penasaran.
"Aku ingat pernah diam-diam mengambil selebaran poster untuk parade. Majordome ada disini namun walikota itu tidak dimunculkan. Bukankah itu aneh ? Bahkan mereka tidak menuliskan nama walikota disini."
Ini pertama kali diriku mendengar berita tersebut. Aku tidak pernah menyangka bahwa parade ini ada posternya. Dan saat aku perhatikan baik-baik, ini memanglah poster yang aku lihat dimana-mana sekeliling kota. Namun masalahnya, poster ini begitu buruk sehingga aku tidak menyadari bahwa ini adalah poster.
Aku terkejut, mereka tidak menampakkan sosok walikota bahkan namanya. Walikota hanya dijadikan sebagai orang kedua dalam poster ini. Kota ini ternyata lebih mencurigakan dari yang aku duga.
+---+---+---+---+
Di sinilah aku, sama seperti beberapa hari sebelumnya. Aku berada diatas genting rumah sambil menatap pintu depan gedung kantor walikota. Posisiku sekarang ini mengingatkan diriku saat pertama kali aku memasuki istana kerajaan. Benar-benar hari yang melelahkan waktu itu.
Tak ada kapal layar yang melayang kali ini. Namun sebagai gantinya, ada sekumpulan burung pelikan yang melewat dengan formasi huruf "V". Menakjubkan, sungguh menakjubkan. Jadi seperti inilah kondisi alam di kota kecil.
Para penduduk dan nonpenduduk berlalu-lalang di sekitar gedung kantor walikota ini. Mereka nampaknya damai-damai saja saat keluar dan masuk gedung. Berbeda dengan istana kerajaan yang dipenuhi orang-orang berdasi dan penjagaan yang ketat. Aku sepertinya akan baik-baik saja apabila aku masuk dan menyapa Majordome. Lagian, kita sudah pernah akrab.
" ! Silencer ! "
Aku turun dari atas genting ini dengan melompat dan mendarat dengan kedua kakiku. Tak ada orang yang curiga bahwa aku telah terjun dari lantai tiga bangunan ini. Sepertinya sihirku telah berjalan mulus. Suara ketukan ketika aku jatuh tidak lagi terdengar dan kakiku masih sehat.
Namun, ada seseorang yang sepertinya telah melihatku. Dia adalah seorang anak kecil yang sedang memakan permen dan menatapku terkejut.
Kurendahkan tubuhku sejajar dengan anak itu, menyodorkannya telapak tanganku, kemudian aku tersenyum dengan ramah. Dengan cepat, anak itu melakukan tos denganku seperti yang aku harapkan. Dia nampaknya bahagia sekali setelah melihat aksiku turun dari gedung. Anak itu kemudian berlarian terlihat ingin memberitahu keluarganya.
Benar-benar kota yang indah. Kalau bukan karena misteri ini.
Batu pusaka kota ini begitu berkilauan seperti telah dirawat dengan sangat profesional. Namun, aku tidak melihat adanya tenaga profesional disini. Warga disini sepertinya sangat mencintai kota ini teramat sangat.
Aku memasuki gedung kantor walikota. Hawanya begitu sejuk dan dingin di dalam sini. Dengan interior yang begitu luas, membuat gedung kantor walikota ini nyaman untuk ditempati.
Seseorang kemudian mendekatiku. Dia adalah laki-laki yang mandi bersamaku di pemandian air panas sebelumnya. Rambutnya kini dipotong pendek dan ada kepangan rambut di sebelah kanannya. Gayanya itu benar-benar feminim di balik pakaian jasnya yang serba putih. Atau jangan-jangan, aku yang salah mengira bahwa dirinya adalah laki-laki yang sebenarnya dia adalah seorang perempuan. Mungkin, karena itulah dia memakai handuknya sampai dada.
Orang itu berjalan mendekatiku sambil tersenyum lebar dan mengayun-ayunkan lengannya. Pupil matanya yang melebar membuatku merinding. Ditambah lagi, warna lensa matanya yang tidak biasa itu sangat menekan diriku.
"Halo halo apa kabar, August ? Apakah kau ingin mengajakku mandi di pemandian air panas ? Maaf tapi aku sedang sibuk hari ini." dia tepat berdiri di depanku dan wajahnya begitu dekat dengan wajahku.
"Ah iya iya aku mengerti. Jadi bisakah kau sedikit menjauh dariku ?" aku mendorongnya sedikit. "Dan kau ternyata perempuan.....?" tanyaku gugup
"Ahahaha.... apakah kau baru menyadarinya ? Sekilas aku memang terlihat seperti laki-laki apabila tanpa kosmetik. Namun saat kerja, kosmetik itu sangat dibutuhkan."
Bahaya, sungguh bahaya. Apabila Jeanne tahu orang yang berendamku itu perempuan, aku akan mati dua kali. Pertama karena aku akan menuduhnya Celestial, kedua karena dia adalah perempuan. Sungguh berbahaya.
"Kalau begitu, August. Apa yang ingin kau lakukan di kantorku ini ?"
"Ah iya. Aku ingin bertemu Wakil Walikota Majordome. Kau tahu, menyapanya dan berbincang sedikit dengannya. Sekalian juga, aku ingin menyapa Walikota apabila diperbolehkan."
Dia sedikit bingung terhadap apa yang aku ucapkan. Namun tak lama kemudian, dia tersenyum dan kembali ceria lagi. "Ah ! Kalau begitu ayo, August. Biar aku antar dirimu menemuinya. Kebetulan, Walikota baru saja keluar baru-baru ini."
Orang ini mendorong-dorongku. Akupun menerima kebaikannya karena repot-repot ingin mengantarku. Kami pun berbincang-bincang santai dalam perjalanan. Namun suasana tiba-tiba berubah saat dia bertanya, "Bagaimana kabar pacarmu itu ?"
Aku tiba-tiba tersedak begitu dia melontarkan pertanyaan mematikan itu lagi. "Aku tidak punya pacar dan Jeanne bukanlah pacarku. Bisakah kalau kita tidak membahas itu ?"
"Ah ? Apa kau tersipu ?"
"Bukan begitu juga !"
"Ahahaha mukamu merah itu."
"Jangan bercanda !"
Ya. Dia mempermainkanku selama dalam perjalanan. Berpetualang dengan seorang gadis memanglah bukan hal yang wajar. Namun masalahnya, dia bukanlah gadis yang seperti dia pikirkan.
"Kalau boleh tahu, siapakah namamu ?"
"Bukankah sudah aku bilang, itu tidak penting. Panggil saja aku sesukamu. Suatu saat juga kau akan tahu."
"Kapan saat itu akan terjadi ?"
"Entahlah. Tidak ada orang di dunia ini yang benar-benar bisa meramal. Namun aku yakin, kau akan segera mengetahuinya."
Dia ternyata masih sama seperti di pemandian air panas. Tidak ingin mengungkapkan namanya pada orang lain dengan bebas. Mungkin sebaiknya aku percaya dulu saja kepadanya.
"Lalu, kenapa kau ingin aku memperhatikan Jeanne saat itu ?"
"Eh ? Kau bercanda ? Tentu saja wanita itu perlu diperhatikan. Begitu juga aku, kumohon ya, August." dia tersenyum.
Lagi-lagi dia mempermainkanku.
Interior gedung kantor walikota ini begitu polos sehingga membuat suasana begitu santai. Warna putih yang mendominan dan cokelat pada setiap pintu sangat sejuk dipandang.
Entah mengapa namun aku ingin memiliki rumah yang seperti ini.
"Ah ! Kita sudah sampai, August. Silakan kau buka pintu itu sendiri dengan menariknya."
Sesuai arahannya, aku buka pintu itu dengan menariknya. Hawa sejuk dari dalam kemudian menyentuhku dengan lembut seperti sedang menyambutku. Aku lihat Majordome berdiri disana sedang membuat teh. Dia kemudian terkejut melihat kedatanganku.
"August ?" seketika dia terkejut lagi. "Nona Muda, selamat datang kembali."
"Nona Muda ?" aku bingung.
"Tuan August, Nona Muda itu adalah Walikota La Giustizia ini. Sekali lagi, selamat datang semuanya."
Disini aku benar-benar terpaku. Jadi selama ini, aku sedang berbicara nonformal dengan walikota itu sendiri. Sungguh benar-benar tidak disangka apa yang tengah terjadi di kota ini.
"Kalau begitu, August. Apa yang ingin kau lakukan di kantorku ini ?" Jadi maksudnya adalah benar-benar kantornya sendiri. Wanita ini begitu membuatku pusing dari saat kita pertama kali kita bertemu.
Tak kusadari ternyata aku lebih dekat dengan targetku dari dugaanku. Aku tidak boleh lengah disini, sekali saja aku lengah, nasibku akan tamat. Merogoh informasi disini ternyata lebih sulit dari yang aku bayangkan.
"Sebelum kau melangkah lebih lanjut, August. Kau ingin tahu namaku, bukan ?" wanita itu tersenyum sinis kepadaku. "Biarkan aku memperkenalkan diriku sendiri kepadamu. Namaku Shin Gluttenford, Pemegang Kartu Tarot Justice, aku adalah seorang Celestial."
Semua pertanyaanku habis terjawab sudah. Dia menjawabnya untuk diriku tanpa perlu aku tanya. Seketika aku merinding karena aku telah menemukan orang yang mengalahkan dan menghina Jeanne. Perasaanku langsung bercampur aduk dalam hatiku. Haruskah aku percaya lagi kepadanya atau membela Jeanne lebih jauh.
Aku perlahan-lahan mundur menjauhinya. Namun kemudian, Majordome menahanku dengan kedua tangannya dan berkata, "Maafkan aku, Tuan August. Namun perintah Nona Muda itu absolut untukku."
Shin Gluttenford perlahan berjalan mendekatiku. Dengan tatapan matanya yang tajam, dia sungguh menakutiku. Akupun terdiam dan melihat apa yang akan dilakukannya kepadaku.
"Justice Showdown..."
Bersambung