Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 21 - La Giustizia #3

Chapter 21 - La Giustizia #3

"Segera. Cahaya akan pudar dan kegelapan yang merajalela. Kepunahan akan melanda umat manusia karena Bencana Besar yang kedua akan terjadi."

Kubuka mataku terkejut. Suara itu selalu berada dalam mimpiku apabila aku tertidur dengan keadaan santai. Seolah-olah aku ditakdirkan untuk menyelamatkan dunia ini. Betapa buruknya dunia ini sampai ada yang ingin menghancurkannya.

Tangan kananku memegang sesuatu yang hangat. Saking hangatnya aku tidak melepaskannya saat tidur. Namun apakah ini ? Benda yang aku pegang di tangan kananku.

"Whoaaa !" aku terkejut.

Entah mengapa dan bagaimana, baju Jeanne bisa berada di genggaman tanganku. Langsung saja aku lemparkan ke ranjang Jeanne. Tidak ada siapapun disana. Mungkin Jeanne sedang jalan-jalan keluar karena menungguku terlalu lama.

Akupun berdiri kemudian memakai satu set pakaianku. Namun, aku menyadari sesuatu di meja samping ranjangku. Ada sebuah surat tergeletak disana menunggu untuk dibaca olehku. Dilihat dari tulisannya, tidak salah lagi Jeanne yang menulis surat ini.

"Apa yang kau tulis kali ini, '.....pergi....memburu Celestial.....'. Ah !"

Seketika aku terkejut dan berlari keluar. Jeanne pasti masih tidak jauh dari sini. Bahkan aku yakin bahwa Jeanne tidak akan keluar dari kota ini. Itu karena, dia menemukan aura Celestial itu disekitar sini. Entah bagaimanapun caranya, aku harus menemukannya.

"Perhatikan terus Jeanne baik-baik selama tiga hari ke depan."

Itulah kenapa aku harus menemukannya. Jeanne kemungkinan akan mendapatkan tekanan yang lebih buruk lagi. Aku tidak bisa membiarkannya sendirian sementara akan ada kemalangan yang akan menimpanya selama tiga hari lagi.

Tunggulah Jeanne. Mari kita bermain petak umpet hanya kita berdua.

+---+---+---+---+

Lelaki itu telah membaca suratnya. Dia terbangun dari tidurnya dan bergegas untuk mencariku. Dasar koboi berotak udang, seharusnya kau mengerti apa yang aku maksudkan dari pesan tersebut. Baiklah kalau itu maumu.

Mari kita bermain petak umpet hanya kita berdua.

+---+---+---+---+

" ! ! Mourning Gale ! ! " aku merapal mantra sihirku.

Tubuhku bersatu dengan angin. Angin itu membawaku dengan cepat mengitari kota ini. Tak ada yang bisa melihatku, tubuhku tembus pandang seperti angin-angin yang bergerak.

Setengah bagian kota telah aku telusuri. Tidak nampak batang hidung Jeanne dimanapun sama sekali. Yang hanya aku lihat dan rasakan adalah alat-alat buatan Jeanne yang digunakan untuk pemburuannya. Alat itu berbentuk silinder seperti tongkat yang dipakai untuk lomba lari estafet. Menempel dimana-mana seperti jebakan beruang di hutan.

Semua orang disini terlihat sama dari atas langit. Mereka menggunakan pakaian yang biasa untuk para penduduk dan pakaian serba lengkap untuk petualang. Tak ada hal lain yang bisa dibedakan dari mereka.

Para penyihir disini menggunakan topi yang runcing ke atas. Baju mereka serba hitam dan menutupi kulit-kulit mereka. Para ahli sihir menggunakan pakaian serba lebar dan lonceng di tangan mereka.

Yang membuatku kesulitan adalah karena Jeanne meninggalkan bajunya di tanganku. Bisa saja dia bersembunyi menjadi salah satu dari mereka. Atau lebih buruk, Jeanne bersembunyi menjadi seorang petualang dari ras lain.

"Apakah mungkin seorang Animalia Ras Felis bisa menjadi seorang penyihir juga ?"

Pertanyaan seperti itulah yang terpikir dalam otakku karena banyak sekali yang tidak aku ketahui tentang luasnya sihir Jeanne. Kalau soal sihir dia paling hebat karena pengetahuannya yang luas. Hampir saja aku pernah salah sangka bahwa dia berasal dari Ras Ahli Sihir.

Dimana sebenarnya kau berada, Jeanne ?

Sesuai rencana, August pasti menggunakan sihir anginnya untuk mencariku. Kalau seperti itu, dia tidak akan bertemu menemuiku sampai kapanpun. Rencanaku akan berjalan dengan lancar satu hari penuh ini.

Namun, hanya satu yang aku takuti dari August. Pengetahuannya yang diajari pamannya itu bisa membawa malapetaka untuk rencanaku. The Chariot yang terdahulu memanglah luar biasa. Dan sekarang, dia menanamkan bibitnya ke generasi penerusnya.

Padahal sedikit lagi aku dapat menemukan lokasi Celestial tersebut.

Sudah satu keliling aku menjelajahi kota ini. Tidak ada hawa keberadaan Jeanne yang aku rasakan sekeliling kota ini. Sihirnya yang mungkin menyembunyikan hawa keberadaan telah diaktifkan.

Aura sihir yang luar biasanya sudah dikunci rapat sehingga dia tak bisa dideteksi oleh siapapun. Sekarang dia hanya seorang petualang biasa ataupun pedagang yang berkeliaran disini.

Dia memang tidak terlihat. Namun, aku bisa melihat aliran sihirnya mengapung dimana-mana. Tinggal aku menemukan tubuhnya yang bersatu dengan angin itu dan semua rencanaku akan sukses.

Kalau begini terus aku akan dikalahkan oleh Jeanne dalam pertarungan khayalanku bermain petak umpet bersamanya. Namun entah mengapa, aku yakin dia meladeniku bermain.

Sialan ! Dia melakukan gerakan yang belum aku perhitungkan. Aku terlalu banyak berpikir sehingga lupa untuk menyingkirkannya juga. Aku harus berbuat sesuatu sebelum dia menyadarinya.

Yang aku lakukan setengah jam lalu hanyalah berputar-putar saja. Tidak ada salahnya aku mencoba berinteraksi dengan warga sekitar untuk bertanya-tanya sedikit. Apapun resikonya, Jeanne harus aku temukan bagaimana caranya.

Tidak ada waktu lagi, dia akan berjalan ke arah sini. Pelindung ini memanglah menembus sihir udara namun orang biasa juga bisa melihatnya. Kekalahanku akan terjadi sebentar lagi apabila aku ketahuan disini.

Waktunya beralih rencana.

Seseorang berjalan melewatiku. Dia adalah seorang penyihir berjubah hitam dan memakai topi runcing khas penyihir lainnya. Rambutnya terurai panjang namun aku tidak dapat melihat wajahnya karena topi yang menghalangi tersebut. Tinggi tubuhnya mirip dengan Jeanne.

Sepertinya dia tidak menyadari keberadaan diriku. Aku berpapasan dengannya begitu saja tanpa ada perasaan mencurigai. Aku melewatinya dan dia melewatiku. Seperti penduduk biasa, kami tidak punya urusan satu sama lain.

"Hei, nona penyihir. Boleh aku bertanya sesuatu kepadamu ?" tanyaku sambil memegang pundaknya.

Penyihir itu terkejut, dia membasahi kerah jubahnya dengan tetesan keringat. Sambil menengokkan kepalanya, badannya gemetaran. "Ya ? Ada apa ?"

Dia bukan Jeanne. Namun, aku sudah yakin sebelumnya dia bukan Jeanne. Penyihir itu menggunakkan kacamata. Sepertinya matanya mengalami sedikit gangguan. "Apakah kau melihat penyihir dengan rambut hitam dikuncir dua ?"

Gadis penyihir itu melamun. Dia tidak merespon pertanyaanku dengan cepat. Tak lama kemudian, dia tersadar dan menjawabku, "Ah ! Tidak..... maafkan aku. Tapi apabila kau mencari penyihir, kau bisa datang ke perkumpulan kami. Mereka akan mengisi parade beberapa hari lagi." jawabnya sambil menunjuk ke rombongan penyihir yang sedang berkumpul.

"Aduuuhh.... ternyata banyak sekali ya."

Aku baru menyadarinya. Banyak sekali penyihir yang baru singgah di kota ini. Kalau sudah begini, usahaku mencari Jeanne akan bertambah sulit. Masalahnya, pakaian mereka mirip semua. Yang hanya membedakan adalah rambut-rambut mereka yang ditutupi topi tersebut.

Untung saja. Ternyata selama ini aku salah orang. Dia bukanlah koboi dengan otak udang itu. Melainkan koboi lainnya yang tersesat mencari tempat parkir kudanya. Kalau sudah begini, aku akan baik-baik saja selama tidak berkontak langsung dengan August.

*duak* "Ah ! Maafkan aku."

Gawat ! Topiku lepas dan aku tertabrak jatuh oleh orang ini. Dan lebih buruknya, orang yang menabrakku itu adalah August, orang yang dari tadi aku hindari. Semoga saja dia tidak menyadariku dengan baju ini.

Aku menabrak seorang penyihir yang pendek. Baju yang ia pakai mirip dengan para penyihir parade sebelumnya. Sepertinya dia tersesat dari rombongannya. "Apakah kau tidak apa-apa ? Kamu bisa berdiri ?" ujarku sambil mengulurkan tangan.

Kugenggam tangannya dan akupun berdiri. Topiku yang jatuh dipenuhi debu. Segera aku mengibas-ngibaskannya untuk menghilangkan debu tersebut. Kupakai kembali topi tersebut tanpa ada masalah. August sepertinya tidak menyadariku yang memakai kacamata ini.

"Kalau begitu... sampai jumpa." aku berlari meninggalkannya.

Tak lama kemudian, August meraih tanganku. Genggamannya begitu kuat sehingga aku tidak bisa melepaskannya dengan segera. Mungkin, inilah kekalahanku. Dia sepertinya telah menyadari bahwa ini adalah aku yang sedang menyamar.

Aku menengok ke arahnya dan berkata, "Ada apa ? Apakah kau ada perlu denganku ?" dengan nada seorang gadis polos tak bersalah.

"Kalau... hanya kalau. Kalau kau bertemu dengan seorang gadis penyihir bernama Jeanne. Tolong katakan kepadanya, jangan bertindak gegabah. Aku masih menunggumu sebagai kapten tim petualang ini." ujarku dengan nada pasrah.

Sepertinya aku tidak bisa menemukannya dimanapun dia berada. Entah kenapa namun aku merasa Jeanne begitu bersikeras tidak ingin ditemaniku. Aku rasa dia punya alasannya tersendiri bersikap seperti itu. Namun bersamaan, aku tidak ingin dia menyiksa dirinya sndiri dengan mencari Celestial itu sendirian.

"Ahaha..." gadis penyihir itu tertawa kecil sambil menutupi mulutnya, "...Baiklah. Kalau itu maumu." dia tersenyum.

Rasanya aku bernostalgia sekali melihat senyuman gadis penyihir tersebut. Senyumannya begitu indah dan enak untuk dipandang. Bahkan, terasa seperti senyuman yang aku lihat sehari-hari begitu gadis penyihir itu merasa senang.

Gadis penyihir itu membalikkan badannya kemudian berlari menuju gerombolan penyihir lainnya.

Ternyata dia hanya mempedulikanku saja. Tidak ada alasan dia ingin menghentikan perburuan Celestialku ini. Dan dengan begitu, aku bisa melanjutkan rencanaku dengan tenang. Karena, perburuanku ini adalah masalah keluarga yang tidak bisa diganggu oleh siapapun.

Terima kasih West August.

+---+---+---+---+

Hari ini sial sekali. Aku tidak bisa menemukan Jeanne dimana-mana. Tak sebanding rasanya aku yang hanya bisa menggunakan sihir angin melawan miliaran sihir yang diketahui Jeanne. Bahkan, kini yang bisa kulakukan hanyalah berendam disini bermalas-malasan sedikit.

"Tenanglah August. Apabila kau tidak bisa melakukannya sekarang, kau masih bisa melakukannya lain kali apabila hal itu tidak berlangsung baik bagimu." begitulah katanya. Kata seorang pembimbingku yang aku kagumi hingga saat ini, Evans Juliet. Dia adalah seorang The Chariot sebelumku.

Pengalamannya pasti sudah banyak sekali. Sehingga, dia bisa memberikan ribuan kata-kata inspirasi pada muridnya seperti aku ini. Namun, apakah hanya aku yang menjadi muridnya ? Apakah dia mempunyai murid selain diriku ?

Begitulah pemikiranku yang liar ini apabila aku bersantai sambil menatap bulan yang bersinar terang di malam hari yang cerah.

Sinar rembulan itu begitu cerah. Tidak seperti matahari yang dapat menyakiti mata, sinar rembulan begitu memanjakan mata bagi siapapun yang melihatnya. Banyak orang mengatakan bahwa sinar bulan itu hanyalah hasil dari pemantulan sinar matahari. Mungkin karena itulah cahaya bulan lebih baik dipandang menurutku.

The Moon. Salah satu Pemegang Kartu Tarot pasti ada disana. Atau yang pernah aku baca, dia tinggal disebuah tempat yang dekat dengan bulan. Namun dimanakan itu ? Yang aku lihat di dekat bulan itu hanyalah ruang hampa tanpa ada benda melayang di sekitarnya.

Kata-kata yang aku baca itu mungkin hanyalah teka-teki. Mana mungkin dia membeberkan tempat tinggalnya begitu saja. Namun ada juga yang membeberkan tempat tinggalnya seperti aku yang bodoh ini. Kemenanganku menjadi seorang The Chariot adalah kesalahan besar. Karena saat aku menang, semua orang tahu dimana aku tinggal. Nasib baik aku diperintahkan berpetualang seperti ini.

The Moon. Apabila kau benar tinggal di daerah yang dekat dengan bulan seperti yang aku baca itu, lantas bagaimana kau berkontribusi dalam Bencana Besar yang sebelumnya.

Aku rasa sudah cukup aku berpikir sendirinya. Lagian aku tidak akan mendapatkan jawaban apabila aku terus melamun seperti itu. Aku kemudian berdiri, keluar dari kolam air hangat ini, dan membilas tubuhku. Sungguh luar biasa sensasi air panas dari pemandian ini.

Kulewati pintu kain dari pemandian bagian laki-laki. Dengan segelas susu di tangan kananku, aku berjalan menuju lobi. Kuteguk perlahan-lahan agar air susu itu tidak sekaligus habis. Dengan begitu, aku dapat menikmatinya sebaik mungkin.

Mataku tiba-tiba terpaku terhadap apa yang aku lihat di depanku. Sesosok seorang gadis berambut hitam dikuncir dua muncul. Dia menatapku santai seolah tidak terjadi apa-apa.

"Apa yang kau lihat, koboi berotak udang ?"

"Jeanne ! Kau baik-baik saja ? Darimana saja kau siang ini ?"

"Bukankah aku sudah katakan baik-baik di surat itu. Aku akan memburu Celestial itu ! Bisakah kau sedikit saja paham apa maksudku."

"Aku sebenarnya ingin membebaskanmu. Tapi seseorang berkata aneh kepadaku. Aku curiga dia adalah seorang Celestial yang kau cari."

Dengan cepat, Jeanne menggenggam tanganku dan menarikku mendekat. Dia menatap tajam diriku dengan serius. Nampaknya aku telah memberitahunya sebuah berita yang begitu penting baginya.

"Kau, aku, dikamar sekarang juga !"

Bersambung