SALAHKAH HUBUNGAN KAMI INI
Apakah aku salah jika merelakan cinta ini. Apakah aku salah jika larut kedalam buih – buih cintanya. Apakah kami salah jika memiliki hubungan yang berbeda. Apakah cinta hanya terbatas antara pria & wanita. Tak bisakah cinta itu meluas, layaknya lautan yang mengelilingi dunia. Apakah benar, hubungan seperti ini memang sulit menembus sekat – sekat yang yang terlalu tebal.
Apakah tidak ada celah bagi kami untuk membuktikan bahwa cinta itu luas. Bukan hanya sekedar kata yang menggambarkan keindahan diantara pria & wanita, tapi juga bagi mereka yang merasakan meski dengan hubungan berbeda.
Dunia memang terkadang tidak adil. Ia hanya memihak kaum mayoritas, dan mengesampingkan kaum minoritas. Lalu, dimanakah keadilan, apakah ia sudah sirna.
…..
Sejak kejadian itu aku mulai rancu mengartikan hubungan ini. Bahkan aku tidak tahu apakah dengan melanjutkannya adalah pilihan terbaik atau justru sebaliknya. Jawaban itu seolah masih tertutup kabut. Kabut yang begitu tebal, hingga aku tak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi. Tapi, aku masih berharap padanya. Berharap bahwa hubungan kami tidak sebatas kata – kata yang dibatasi oleh aturan sosial.
Aku masih percaya bahwa cinta ini masih perlu diperjuangkan.Tapi Bagaimana caranya, tembok penghalang itu terlalu tebal.
….
Beberapa akhir ini aku mencoba melupakan Dion. Mengabaikan chatnya. Bahkan panggilan masuk darinya pun tak pernah aku jawab. Meski semua itu seakan berlawanan dengan hati ku. Tapi aku terus mencoba. Aku ingin membuang semua ini. Aku tidak mau jadi penghancur keretakan hubungan Dion dan Ibunya. Biarlah, biarlah aku yang tersiksa karena perasaan ini daripada harus melihatnya bertengkar.
Aku pernah dikecewakan dan rasanya begitu sakit. Aku paham perasaan ibunya terhadap Dion. Meski sulit rasanya aku harus terus mencoba membuang perasaan ini. Membuang rasa yang terlalu dalam kepadanya.
…..
Malam itu aku dan Teo bertemu di sebuah salah satu tempat makan. Aku memang ada janji dengannya untuk membicarakan sesuatu. Apalagi jika bukan membicarakan tentang masalah ku dengan Dion. Hanya Teo hanya bisa aku percaya, dan tempat ku mencurahkan segala kerisauan hati ku. Hanya iya satu – satunya orang yang bisa mengerti tentang perasaan ku.
Saat aku tengah melamun Teo tiba – tiba saja datang dengan seorang pria.
"Hay An, kenalin ini Rava, temen gue". Katanya.
Kami pun bersalaman. Rava adalah teman lama Teo di sekolah. Paras wajahnya begitu rupawan. Tubunya pun begitu gagah. Ia benar – benar laki – laki idaman.
Kenapa. Kenapa aku seolah memuja ya. Astaga. Ada ada apa dengan diriku. Hay An, ingat kau masih milik Dion. Jangan pernah duakan cintanya. Bukankah kau tahu betapa sakitnya diduakan. Aku tahu. Tapi aku tidak ingin terlalu bermimpi bisa selamanya dengan Dion. Mengingat hubungan kami yang terbentur dinding sosial. Berbeda dengan Rava. Orang tuanya sudah tahu tentang jati dirinya sebenarnya. Bahkan Rava sempat mengenalkan mantan pacarnya kepada orang tuanya. Meski pada akhirnya sang mantan pacar harus meninggal karena kecelakaan.
Hingga saat ini Rava pun seolah belum bisa menemukan penggantinya. Namun, matanya seolah bersinar terang. Ia seperti melihat harapan saat menatap ku.
"Rava, hay" .
"ha!. Ada apa"Jawabnya.
"Kau melamun ya?" tanya ku.
"Sedikit" ujarnya.
….
Malam itu pun aku pulang dengan Rava. Disepanjang perjalanan kami berbincang cukup banyak, terutama soal asmara. Rava menceritakan bahwa ia begitu terpukul saat kehilangan kekasihnya. Padahal ia berharap bahwa hubungannya bisa terus berjalan. Namun, takdir seolah memisahkan mereka. Dan sejak kejadian itu Rava mulai berubah. Ia terlihat murung, bahkan menutup diri dengan dunia luar.
Baru belakangan inilah ia mencoba bangkit, dan melupakan masa – masa kelam itu. Aku paham apa yang dirasakannya. Pasti sangat sakit rasanya kehilangan orang yang kita cintai.
"Nanti kau bisa berhenti di depan, rumah ku sudah dekat" kata ku.
Waktu pun akhirnya memisahkan kami. Tapi mengapa aku seolah tidak bisa pergi darinya. Mengapa hati ku seolah berkata bahwa Rava jauh lebih baik daripada Dion. Jika itu benar, haruskah aku melupakan Dion.
"Tunggu" katanya sembari memegang tangan ku. Aku lalu menoleh ke arahnya. Ia lalu memberikan ponselnya kepada ku. "Maksudnya?" tanya ku dengan lugu.
"Catat nomor mu, jadi suatu saat aku bisa menghubungi mu" jawabanya.
Sejak saat itu aku & Rava semakin dekat. Namun, hal terjadi sebaliknya, antara hubungan ku dengan Dion. Kami semakin menjauh. Sampai suatu saat hal yang tidak pernah aku inginkan pun terjadi…
AKU, DION & RAVA
Setelah menjauh dari Dion, aku mencoba membuka diri dengan Rava. Hari – hari ku belakangan ini pun lebih banyak dengannya. Hampir setiap akhir pekan datang kami selalu menghabiskan waktu bersama. Sekedar ke toko buku, atau lari pagi bersama.
Rava & Dion adalah dua orang yang berbeda. Rava tidak pandai membual, bahkan ia cenderung irit bicara jika tidak terlalu penting. Ia lebih suka menunjukannya dengan tindakan daripada terlalu banyak bicara. Hal yang bertolak belakang dengan Dion. Seperti halnya malam ini, ia tiba – tiba saja mengajak ku Dinner disebuah Cafe di Jakarta.
Kami pun memesan beberapa makanan sembari mendengarkan alunan musik yang begitu romantis.
"Kau suka?" tanyanya.
"Iya" jawab ku.
"Kalau dengan ku apa kau suka?" tanyanya. "Maksudnya?".
Lalu Rava meraih tangan ku. Ia seakan ingin memiliki ku. Apakah ia akan mengatakan cintanya pada ku. Jika benar, apa yang harus katakan. Aku masih bimbang.
Aku masih belum menentukan kemana arah hatiku akan berlabuh. Aku masih belum bisa melupakan Dion. Meski Rava adalah pria yang sempurna, namun aku belum bisa melupakan Dion. Seperti halnya Dion yang juga belum bisa melupakan ku.
Malam itu menjadi hari yang terburuk. Dion tiba – tiba datang dan memukul Rava. Keributan pun seakan tidak bisa dihindarkan. Beberapa orang mencoba merelai mereka. Dan membawa mereka keluar dari cafe tersebut. Kini hanya tinggal kami bertiga.
"Jadi ini balasen loh" Ujar Dion.
"Dion. Dion. Loh memang gak pernah berubah, selalu terbawa emosi" jawabnya. Dion pun semakin panas mendengar ucapan Rava. Ia mencoba kembali memukul Rava yang tengah kesakitan. Aku pun sontak menghalangi Dion.
"Dion. Cukup!".
Ia lalu menatap ku dengan sangat tajam. Belum pernah aku melihat tatapan yang seperti itu. Tatapan yang menyimpan amarah begitu dalam. Ia seolah tidak rela jika hati ku berlabuh kepada Rava.
"Kau lebih memilih dia daripada aku?"Tanyanya.
Aku terdiam. Menundukan kepala. Aku tidak kuasa menahan tatapannya apalagi menjawab pertanyaannya.
"Jawab!!" Bentaknya..
"Ya!!. Lalu kenapa?" bentak ku. Aku mencoba menahan air mata ini. Jangan.
"Baik. Jika itu mau mu. Silakan." Katanya dengan suara lirih.
…..
MASA LALU DION & RAVA
Rava & Dion memiliki masa lalu yang tak mengenakan. Hal itu bermula saat mereka memperebutkan cinta seseorang. Dion & Rava sama – sama menaruh hati padanya. Namun, cinta itu lebih memilih berlabuh kepada Dion. Hubungan mereka pun seakan renggang. Mereka yang tadinya berteman, seakan adalah musuh yang tak ingin melihat satu sama lain.
Karena kejadian itu Rava pun bersumpah untuk tidak akan pernah berbicara dengan Dion, bahkan sampai detik ini. Hubungan mereka yang sudah bagaikan saudara seakan dipisahkan oleh cinta segita. Cinta memang terkadang membawa racun, saat ia hadir ditengah – tengah harapan yang berlabuh pada satu titik.
Meski Dion sudah mencoba berulang kali memperbaiki hubungannya dengan Rava. Namun, itu semua sirna. Rava seakan menutup rapat pertemanan diantara mereka.
Aku memahaminya sekarang. Memahami bagaimana cinta terkadang membuat gelap mata dan merusak segalanya.. Bahkan aku merasa bersalah karena sudah berkata demikian padanya.
.....
CINTA MEMANG TERKADANG MEMBAWA RACUN
SAAT IA HADIR DI TENGAH – TENGAH HARAPAN YANG BERLABUH PADA SATU TITIK.
...