Chereads / PRIA DALAM BAYANGAN / Chapter 7 - PART 6

Chapter 7 - PART 6

Malam yang begitu indah, aku tak akan pernah melupakan kejadian itu. Malam dimana hanya aku dan dirinya. Bersatu dalam sebuah ikatan semu.

Meski, ciuman itu terasa nyata namun aku tetap belum bisa membuka hati ini untuknya.

KEJUTAN MANIS

Akhir tahun sebentar lagi. Biasanya umat manusia akan merayakan pergantian baru dengan suka cita, aku pun berharap juga demikian. Berharap bisa merayakannya dengan bahagia di sebuah kota yang aku inginkan yaitu Bangkok. Kota yang ingin sekali aku kunjungi saat pergantian tahun baru. Entah mengapa aku begitu tertarik dengan kota itu. Mungkin karena kebebasannya.

Sebagai salah satu kota metropolitan terbesar di Thailand, Bangkok seolah adalah rumah bagi siapa saja, termasuk kaum yang dianggap berbeda. Disana, kehadiran kaum yang dianggap tabuh seolah sudah biasa. Bahkan ada begitu banyak tempat wisata yang memang didesain khusus kaum tersebut. Aku pun berharap bisa mengujungi Bangkok Tahun ini. Agar aku bisa melihat betapa indahnya keberagaman dan kebebasan tanpa memandang status orientasi seksual.

Bak sebuah hadiah yang turun dari langit tiba – tiba saja Dion menelpon ku malam itu. Ia memberi tahuku untuk segera pengepakan bajuku. Aku pun terheran – heran mendengar ucapannya. Lalu, tak lama kemudian ia menutup telponnya. Dan mengirimkan sebuah foto E-tiket ke Bangkok pada malam Tahun baru. Mata ku berlinang seketika. Aku sampai tidak bisa berkata – kata. Bagaimana. Bagaimana cara ku membalasnya.

Mengapa ia seolah begitu baik kepada ku, padahal disaat yang bersamaan aku menggantungkan cintanya. Apakah yang aku lakukan salah. Haruskah aku memberikan kepastian, agar tanda tanya ini berakhir dengan titik bukan koma.

Tapi…..

Bagaimana cara ku mengatakannya. Aku saja seolah masih bertempur dengan diri ku sendiri. Mana mungkin aku membiarkannya masuk ke dalam hati ku. Jawaban itu sekan sulit aku temukan

BANGKOK, AKU & DIRIMU

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3,5 jam dari Jakarta kami pun sampai di Bandara Shuvarnabhumi, Bangkok, Thailand. Cuaca saat itu lumayan panas. Bangkok memang seperti Jakarta. Polusi dan cuacanya seakan tak beda jauh. Setelah melewati bagian imigrasi kami pun melanjutkan perjalanan ke hotel dengan menggunakan Airport Rail Link semacam kareta bandara. Harga tiketnya pun cukup murah hanya sekitar 40 Bath.

Setelah sampai di Stasiun terakhir, kami melanjutkan dengan menggunkan

Setelah sampai di stasiun Ekkamai, kami pun berjalan menuju hotel. Kebetulan sekali hotel yang kami pesan tepat disamping stasiun BTS Ekkamai, jadi kami tak perlu menaiki taksi atau pun berjalan cukup jauh. Lalu Dion menghampiri resepsonis untuk menunjukan E-tiket hotel yang telah ia pesan. Setelah resepsonis memberikan kunci, kami pun bergegas menuju kamar.

Dion memesan sebuah kamar dengan kasur Queen bed. Aku pun lantas bertanya kepadanya.

"Mengapa kau tidak pesan tiwn bed, kan kita berdua" Tanya ku dengan polosnya.

Ia tertawa. Apakah pertanyaan ku terlalu lucu, sampai – sampai ia mentertawakannya.

"Jadi kau tidak ingin tidur dengan ku. Ya sudah aku pesan dikamar satu kamar lagi" Jawabnya dengan wajah cemberut. 

Lagi – lagi aku melakukan kesalahan.

"Tidak seperti itu. Maksud ku. Ah,

Kenapa aku ini. Kenapa aku dengan bodohnya bertanya seperti itu. Haruskah aku menghiburnya, atau bahkan menciumnya. Tidak, tidak. Biarkan saja, nanti semua akan berlalu dengan sendirinya.

...

Karena sedang berada di Bangkok aku pun tak ingin melewatkan setiap detik begitu saja. Malam ini kami pun bergegas pergi sebuah pasar malam. Sesampainya disana, kerumunan manusia memadati kawasan tersebut. Selain ini merupakan salah satu desnitasi turis. Kawasan pasar malam seakan tempat bagi mereka yang ingin merasakan kuliner Thailand dengan harga terjangkau.

Kami pun membeli beberapa makananan ringan seperti Mango Sticky Rice, rujak bangkok dan yang tak boleh ketinggalan yaitu kalajengking goreng. Aku pun memesan dua. Ternyata saat aku mencobanya rasanya tak seperti apa yang aku bayangkan. Aku pun meminta Dion untuk mencobanya juga. Namun, ia menolaknya. Aku pun mengeluarkan jurus yang akan membuat Dion luluh.

"Ya sudah kalau kau tidak mau memakannya. Kita balik sajalah" kata ku dengan wajah cemberut.

"Iya , iya. Sini aku makan" katanya.

Dion lalu mencicipinya. Aku pikir Dion akan memuntahkannya, ternyata tidak. Ah, aku salah. Padahal kan aku mencoba menjebaknya.

"Kau suka?" tanya ku.

"Hey.Kau pikir aku belum pernah memakan ini." Katanya.

Ia lalu mentertawai ku. Ah, rencana gagal. Sayang sekali, tidak seperti apa yang aku bayangkan.

Tak terasa setelah berkeliling lebih dari dua jam, waktu telah menunjukan pukul 22.00. Kami pun lekas kembali ke hotel dengan menaiki Taksi.

"Kenapa kau tersenyum?" Tanya ku.

"Aku sangat bahagia".

Ia lalu meraih tangan ku dan menciumnya. "Bahagia karena bisa sedekat ini dengan mu. Bahagia karena bisa bersama mu."

Dion. Dion, tidak di Jakarta atau pun di Bangkok selalu saja membual.

"Serasi bangat mas" kata supir taksi itu. Aku pun terkejut mendengar supir taksi itu bisa berbahasa Indonesia. Usut punya usut ternyata supir taksi tersebut memang orang Indonesia yang tengah berkerja di Bangkok.

….

MALAM YANG BUAS…

Setelah sampai didalam kamar aku pun semakin langsung terlelap. Lalu Dion mematikan lampu dan mendekati ku. Bahkan hidung kami pun bersentuhan. Jarak itu seakan sudah sirnah. Sekatnya yang menghalang itu seakan pudar. Kami saling bertatapan. Namun, aku kalah. Aku tidak kuasa melihat pandangannya yang penuh gairah. Lalu Dion menyentuh pipih ku "Kau kenapa?" tanyanya dengan suara lembut. "Bisakah kita langsung tidur saja" Pinta ku. "Kau cukup diam, dan lihat cara ku" katanya.

Aku pun membiarkannya. Merelakan apa yang ia inginkan. Malam itu kami menembus sekat – sekat yang selama ini dibentangi oleh dinding sosial. Kini, tak ada lagi pembatas antara kau & aku.

Ia menyusuri setiap jenggal tubuh ku. Melewatinya dengan penuh jejak. Menghisap apa yang terlewat. Aku bagaikan tawanan cintanya. Ia membiuskan dengan segala rupa. Membuat ku tak kuasa menahannya. Aku ingin membalas setiap gerakannya. Namun, ia seakan tak membiarkan. Ia adalah penguasa  pada malam itu. Setiap sentuhannya membawa ku kedalam nikmatnya duniawi. Sampai akhirnya lahar itu pun keluar dan bertanda malam itu telah berakhir.

…..

Apakah kenikmatan duniawi itu memang begitu membuat mabuk kepayang, meski dibalut dengan kata Dosa. Aku seakan tak bisa menolaknya. Ia membawa ku kedalam surga duniawi. Dunia dimana hanya ada aku & dirinya. Dunia dimana aturan seakan dongeng dan cinta adalah hal paling nyata.

Aku ingin terus berada di dunia seperti ini. Berada disebuah dunia yang membawa ku dalam kebahagian dan pelukan hangatnya. Tapi bisakah. Bisakah aku merasakannya lebih lama.

…..

Setelah pagi menyapa kami kembali bergegas untuk menulusuri kota Bangkok. Kali ini kami akan berkunjung ke Grand Palace. Salah satu tempat ikonik di kota Bangkok yang menyimpan sebuah sejarah.

Meski telah melewati berbagai zaman, Grand Palace seakan tak lekang oleh waktu. Setiap sudutnya seolah menjabarkan betapa indahnya Thailand. Grand place adalah sebuah tempat sejarah yang  tidak akan pernah luntur oleh zaman. Seperti halnya cintanya pada ku.

Setelah selesai berkeliling, kami melanjutkan perjalanan dengan menggunakan boat atau perahu. Di Bangkok sungai tak hanya sekedar pemadangan, namun juga sebuah perjalanan. Bangkok memang hebat, ia memanfaatkan setiap sudut untuk dijadikan pesona kepada turis asing. Tak heran Bangkok adalah salah satu kota dengan jumlah wisatawan terbanyak di dunia.

Meski polusi di kota ini cukup pekat, namun itu semua seolah tidak menghalangi para turis untuk datang. Bangkok adalah magnet, bagi mereka yang merindukan kebebasan dikawasan Asia.

CIUMAN AMARAH…

Malam itu aku begitu lelah, namun Dion meminta ku untuk ikut dengannya mendatangi salah satu kawasan malam di silom. "Kau sajalah, aku capek sekali hari ini" kata ku. "Baiklah" jawabnya. Aku memegang tangannya " Ingat, jangan mabuk".

" Iyaa. Bawel" jawabnya.

….

Aku terbangun tepat pukul 01.00. Aku lalu menghubungi Dion, namun dia tidak menjawabnya. Perasaan ku mulai tidak karuan. Aku  bergegas mendatangi kawasan Silom dengan menaiki taksi. Sesampainya disana aku menelusuri setiap club malam dan mencari dimana keberadaannya.

Sampai akhirnya mata ku seolah ingin menangis. Menangis takala melihat betapa kejinya cinta itu dibinaskan. Aku seolah tidak percaya apa  yang aku lihat saat ini. Sang pujangga hati yang meleburkan cintanya pada ku seolah membiarkan dirinya dalam dekapan masa lalu.

Pikiran ku  mengaung – ngaung. Ingin rasanya aku melabrak mantan kekasihnya tersebut yang dengan beraninya mencium Dion. Tapi,, aku memilih diam & pergi…

Membiarkan mereka kembali ke dalam kenangan masa lalunya.

…..

…..

RAMA BRIDGE & BUKTI CINTA KU PADANYA…

Sudah seharian aku mengabaikan Dion. Hingga sang bintang menampakan dirinya. "Hay. Apakah aku melakukan kesalahan. Kau tidak berkata satu kata pun hari pada ku. Ada apa?" tanyanya.

Aku mencoba mengabaikan pertanyaannya. Memalingkan wajah ku. Aku tidak mengerti, mengapa cinta seburuk ini. Mengapa aku seakan tidak rela jika dirinya menjadi milik orang lain. Mengapa. Mengapa…

Aku lalu berkata dengan nada menyindir "Bagaimana rasanya, berciuman dengan sang mantan".

"Berciuman?".

" Kau tak perlu berbohong. Kemarin malam aku melihat mu dengannya".

Ia terdiam dan tidak bisa menghelak. Dion lalu bersimpuh.

"Apa yang kau lakukan" kata ku. Kami saling bertatapan.

" Meminta maaf pada mu" katanya.

"Berdiri!. Kau seperti di cerita novel saja" Ujar ku dengan ketus.

Ia lalu memasangkan sebuah cicin ke jemari ku. "Apa maksudnya?" tanya ku dengan penuh keraguan.

"Itu adalah bukti cinta ku pada mu. Haruskah kau mempertanyakannya lagi?" katanya dengan suara lirih.

Kami berdiam sesaat.

"Ya sudah ayo kita pulang. Sudah malam juga" katanya.

"Tunggu!. Pejamkan  mata mu" Pinta ku. Dion lalu memejamkan matanya.

Untuk kedua kalianya bibir kami saling bersentuhan, namun kali ini aku yang memulainya.

"Apa maksudnya ini?" tanyanya

"Itu adalah bukti cinta ku pada mu. Haruskah kau mempertanyakannya lagi?" kata ku.

.....

SEKALI LAGI, MALAM MENJADI SAKSI BISU

BAHWA CINTA YANG ABSTRAK INI TERLALU NYATA UNTUK KITA.

...