Chereads / PRIA DALAM BAYANGAN / Chapter 4 - PART 3

Chapter 4 - PART 3

Keributan pun tak terhelakan. Pria itu berusaha memukul ku, tapi untungnya Dion menahannya. Semua pengunjung tertuju pada kami. Mereka menatap dengan sinis apa yang sedang terjadi diantara kami bertiga. Aku bingung harus berbuat apa. Membalasnya atau justru diam lalu pergi meninggalkan mereka. Kalau aku membalasnya, justru keributan akan semakin menjadi – jadi, dan hanya akan membuat diri ku malu sendiri. Tapi, jika aku diam. Aku akan terlihat lemah dihadapannya.

Aku mencoba merjernihkan pikiran ku, agar tak salah langkah. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi.

Aku lalu melepaskan tangan pria itu.Setelah berhasil keluar dari kejadian yang memalukan itu pun aku sedikit merasa lega. Hubungan sesama jenis memang begitu rumit, bahkan lebih rumit dari hubungan antara pria & wanita. Andai saja kondisi tadi tidak ramai, mungkin aku akan lebih memilih menyelesaikannya dengan cara kekerasan. Sial, sial, sial!!!. Kenapa kejadian ini harus menimpa ku. Memalukan.

Berharap kenal dengan Dion saja aku tak ingin, apalagi sampai merebutnya. Lagi pula aku tidak tertarik sama sekali dengan hal – hal seperti ini. Apesnya diriku, harus terlibat sebuah drama percintaan yang memalukan. Oh Tuhan, ujian macam apa ini. Aku berharap malam minggu bisa dengan tenang sambil menyeruput segelas kopi, namun yang ku dapat sebaliknya.

Tak pernah terbayangkan jika kejadian semacam ini bisa menimpa dalam hidup ku. Aku yang tak mengenal dunia gay, mengapa harus terlibat didalam percintaan mereka.

.....

Sejak kejadian malam itu aku berusaha menghindar dari Dion. Setiap kali aku melihat mobilnya di parkiran kampus, aku berusaha untuk tidak keluar dulu sembari menunggu dia pergi. Aku tahu dia kesini pasti karena ingin menjemput pacarnya, tapi melihat mukanya saja rasanya aku sudah muak. Aku tidak ingin terlibat lebih jauh lagi ke dalam persoalaan mereka.

Hari demi hari terus aku lalui seperti itu. Menghindar, menjauh dan bahkan jika bisa menghilang darinya. Hal itu pun nampaknya mulai membuahkan hasil. Aku tak lagi melihat Dion di parkiran kampus. Akhirnya ku bisa bernafas lega terbebas dari cengkramannya.

....

"Biar gue tebak, loh ngajak ketemu sore – sore di Mall pasti lagi ada masalah kan" kata Teo dengan nada agak meledek.

Aku menganggukan kepala. Disaat ada masalah seperti ini Teo memang adalah teman terbaik untuk mencurahkan keluh kesah ku. Bahkan jika bisa dibilang ia layaknya paranoramal, karena bisa dengan mudah menebak serta memberikan solusi terhadap masalah yang aku hadapi. Seperti pada saat ini.

Aku menceritakan kepada Teo apa yang menimpa ku beberapa hari lalu. Sembari menutup mulut ia menahan tawa karena mendengar apa yang aku utarakan. "Tuh kan, loh malah ketawa. Eh!, percuma gue cerita" Ujar ku. Lalu aku memalingkan wajah ku. Naasnya aku melihat Dion yang tengah naik eskalator.

Guna menghindar Dion aku pun bergegas ke toilet. "An, mau kemana?" Tanya Teo.

Sembari berlari aku berkata "Toilettt".

Ya Tuhan mengapa harus ada Dion di Mall ini, apakah dunia ini sangat sempit sekali. Sampai – sampai kita mesti bertemu lagi.

Sembari menunggu Dion pergi, aku bersembunyi di dalam toilet. Mungkin disini tempat yang aman agar Dion tidak melihat ku. Lalu aku menghubungi Teo dan menanyakan kepadanya apakah disana ada laki – laki memakai kemeja merah. Teo memberitahu ku bahwa disana tidak ada pria berkemeja merah.

Aku pun bisa sedikit bernafas lega. Mungkin saja Dion sudah pergi atau menjauh dari tempat tadi. Merasa situasi sudah aman, aku lalu membuka pintu toilet dengan perlahan – lahan. Tiba – tiba saja Dion menganggetkan ku dari arah samping.

"Sedang cari orang berkemeja merah" Tanya Dion dengan nada meledek.

"Dion" Balasku. Lalu aku memalingkan wajah ku dan melangkah pergi jauh darinya. Namun Dion berusaha meraih tangan ku.

"Mengapa muka mu memerah" Katanya sambil tertawa kecil. Aku pun menjadi salah tingkah.

" Tidak" kata ku. Aku mencoba menepis kata – katanya tersebut.

"Buang – buang waktu ajah" kata ku.

Lalu aku pergi meninggalkan Dion.

Karena ucapan Dion tadi pikiran ku jadi tak karuan. Apa iya muka ku memerah karena didekati olehnya. Ah, tidak mungkin, pasti itu hanyalah guyonan Dion saja. Mana mungkin aku malu karena didekati oleh Dion. Aku mencoba menepis semua keresahan tersebut. Tapi

"Lama sekali kau ke toiletnya" Tanya Teo. Dengan terbata – bata aku menjawab pertanyaannya.

"E, e, tadi. Toiletnya penuh. Jadi harus antri dulu" kata ku.

" Lalu, mengapa kau seperti orang yang salah tingkah seperti itu?" Tanyanya.

" Tidak. Tidak. Siapa yang salah tingkah. A, A. Aku hanya. Ah sudahlah.".

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan. "Aku mau beli makan dulu, kau mau pesan apa?" tanya ku.

"Apa saja".

Dasar Teo, kenapa dia bisa – bisanya membuat ku terlihat salah tingkah.

Setelah selesai memesan makanan, aku pun membawanya. Namun, saat tengah berjalan aku melihat Teo sedang asyik berbincang seseorang. Terlihat tak asing jika dari belakang. Aku pun menghentikan langkah kaki ku. Lalu dari jauh Teo memanggil ku. Pria yang sedang asyik berbincang dengan dirinya pun menolehkan wajahhnya. Aku dibuat terkejut saat melihatnya. Ternyata pria yang sedang asyik berbicang dengannya adalah Deon.

Ingin rasanya aku pergi. Tapi ku rasa itu bukan pilihan terbaik. Dengan perasaan ragu, aku mendekati mereka.

" Oh ya An, kenalin ini teman lama ku waktu di sekolah. Namanya Dion".

"Aku tidak perlu mengenalnya. Tapi hanya perlu mencintainya" katanya dengan nada meledek.  

Aku pun dibuat kesal mendengar ucapan Dion. Melihat ada yang aneh diantara aku dan Dion, Teo pun mencoba mencairkan suasana. " Ok. Ok. Daripada aneh begini, mending kita makan dulu".

" Kau saja, aku sudah tidak lapar" Ujar ku dengan jutek.

" Apa perlu aku menyuapi mu." Katanya dengan nada merayu.

Ya Tuhan, kenapa dunia ini serasa begitu sempit sekali. Apakah dunia ini tidak terlalu luas, sampai – sampai aku harus bertemu dengannya lagi. Andai saja aku memiliki pintu kemana saja, mungkin aku akan pergi saat ini juga, daripada harus memilih makan bersamanya.

…..

Setelah selesai makan, kami pun bergegas pulang. " Eh, Teo. Aku bareng mu ya" Pinta ku. " Kau kurang beruntung, aku harus menjemput pacar ku. Maaf ya." Lalu Teo melirik Dion.

" Oh, kau bisa pulang bareng Dion."

" Dion kau sendirian kan?" Tanya Teo. Dion tersenyum.

"Tentu". Aku lalu memalingkah wajah ku. "Tidak perlu. Aku bisa naik taksi" Kata ku dengan ketus.

" E. E. Seterah kau saja. Aku duluan ya".

Kini hanya tinggal Aku dan Dion. Aku berusaha untuk tidak melihat wajahnya. Lalu, Dion meraih tangan ku. "Aku antar kau pulang".

" Tidak perlu!!" Ujar ku sembari melepaskannya.

"Tenang. Aku tidak gigit kok" Katanya dengan nada meledek. Lalu, Dion pergi meninggalkan ku.

Akhirnya aku bisa bernafas lega. Aku lalu menunggu taksi di pinggir jalan yang tak jauh dari lobby mall. Tak berselang lama sebuah mobil berhenti. Aku pikir tadinya itu adalah pengemudi taksi online yang sedang menunggu penumpang. Tapi saat kaca mobil itu terbuka, aku sontak terkejut. "Ayo masuk" Kata Dion.

Aku mencoba mengacuhkannya. Memalingkah wajah ku sembari melihat ke layer ponsel. " Kalau kau tidak mau masuk, aku akan tetap menunggu mu. Sampai security nanti akan menegur. Karena aku berhenti di pinggir jalan".

Bualan macam apa lagi ini. Namun, benar saja ucapan Dion. Tak berselang lama datang seorang security dan mendengur Dion karena berhenti di pinggir jalan.

" Oh ya pak, maaf saya hanya menunggu penumpang, tapi dia tidak mau masuk" katanya sembari menujuk ke arah ku. Karena tak memiliki pilihan, akhirnya aku terpaksa harus pulang bersama Dion. Aku lalu duduk dibelakang.

"Kenapa. Kenapa belum jalan" Tanya ku dengan ketus.

Lalu, Dion membalas pertanyaan ku dengan nada meledek. "Aku kan bukan supir mu. Kalau kau tidak duduk di depan aku diam saja."

Benar – benar menjengkelkan. Haruskah aku menuruti keinginannya. Tapi jika tidak, maka aku akan semakin berlama – lama disini dengannya. Ahhhhh. Kenapa ini harus terjadi. Ah, baiklah daripada aku berlama-lama disini dengannya, lebih baik aku menuruti keinginannya saja.

"Nah gitu dong. Kan kalau begini enak" katanya.

.....

Sepanjang perjalanan dengan Dion aku hanya sibuk melihat layar ponsel ku. Aku mencoba tidak melihatnya meski ia berada disamping ku. " Oh ya, nanti pertigaan depan belok kanan ya." Kata ku. Dion terdiam.

Lalu saat sampai dipertigaan, Dion malah memacu kendaraannya ke arah yang berlawanan.

" Hei. Ini bukan jalan rumah ku." Bentak ku. Ia tersenyum. Sesekali melirik ku. "Kau tidak mendengar ucapan ku." Kata ku.

Dion lalu mengijak pedal rem. "Tidak" Katanya sembari tertawa. " Seterah kau lah" ujar ku.

Setelah melewati perjalanan yang cukup memuakan dengannya, kami berhenti di salah satu tempat makan.  "Kenapa berhenti?" tanya ku. "Aku lapar" jawabnya dengan datar.

"Ayo, temani aku. Masa iya aku makan sendirian" pintanya sembari memegang tangan ku.  

"Aku janji setelah ini, aku akan mengantar kan mu pulang".

Ah, andai saja aku punya pilihan yang lebih baik dari ini. 

" Ini adalah tempat favorit ku. Saat aku sedang ada masalah, pasti selalu kesini". Aku hanya terdiam, berusaha untuk tidak menggubrisnya. Namun, ia tetap saja mengoceh layaknya aku adalah teman curhatnya.

"Oh ya, aku mau minta maaf soal kejadian waktu itu". "Lupakan saja, aku sudah tak ingin mengingatnya" Kata ku.

Waktu telah menunjukan pukul 21.30. Aku pun sudah mulai mengantuk. " Bisakah kita pulang sekarang, aku sudah mulai ngantuk". "Baik" Jawabanya dengan sangat ramah.

Akhirnya pulang. Dan aku bisa terbebas dari mulut manisnya yang tak karuan ini. Terima kasih Tuhan, pada akhirnya aku bisa lepas dari hidupnya untuk sesaat.

...

" Kau berhenti saja disini. Karena portalnya sudah ditutup jam segini. Oh, ya satu lagi terima kasih atas tumpangannya". " Untuk mu, apa pun akan aku lakukan". Ah, dia malah membual lagi, padahal aku sudah berusaha untuk bersikap ramah.

...

Malam itu bintang terlihat begitu indah. Ia seolah menari – nari diatas langit. Andai saja aku bisa melihatnya lebih dekat pasti akan sungguh menyenangkan. " Tentu bisa". " Kau lagi, sedang apa kau disini?". " Menemuimu". Aku menghela nafas. " Dion. Bisakah kau tak mengganggu ku sehari saja?". Ia malah tersenyum. "Bagaimana mungkin aku tidak mengganggu mu. Jika dipikiran ku selalu terlintas tentang mu" katanya.

Karena tidak ingin berdebat dengannya aku pun memilih untuk menjauh dan pergi meninggalkannya. Mendengar bualannya membuat ku akan muntah. Ya Tuhan, mengapa dia harus disini sih. Mengganggu hidup ku saja. 

Tiba-tiba seseorang menghampiri Dion. "Dion kita harus bicara" . Dilihat dari perawakannya bukankan ini adalah orang yang menyiramkan waktu itu. Mereka pun menjauh dan berbicara empat mata. Aku melihat dari kejauhan. Sepertinya mereka sedang ribut lagi. Apakah percintaan sesama jenis memang penuh drama seperti ini. Kenapa aku sering melihat mereka ribut ya akhir – akhir ini. Wait, wait. Kenapa jadi aku yang pusing ya. Itukan urusan mereka. Mereka mau ribut atau pun berciuman pun bukan urusan ku. Lebih baik aku pergi saja. Daripada harus melihat hubungan mereka yang penuh drama.

....

Segelas jus mangga  manis, menemani ku sembari menunggu Teo. Aku memang ada janji malam ini dengan Teo. Tapi seperti biasa, pasti dia selalu telat jika jika harus bertemu di sekitar kampus ku. Saat aku tengah asyik menikmati segelas jus mangga, Dion datang dengan wajah yang murung. Bibir ku ingin sekali mengatakan ada apa, ah tapi biarkanlah. Tak penting mengurusi hidupnya.

Tanpa permisi Dion duduk dihadapan ku. Melihat wajahnya yang amat murung, aku pun tidak tega. "Dion, kau baik – baik saja?" tanya ku. Dion hanya terdiam. Nampaknya ia sedang mengalami masalah dengan kekasihnya. Apakah aku harus menghiburnya. Tapi buat apa & mengapa. Mengapa harus aku yang menjadi sandaran saat dia sedih. Kami kan tidak memiliki hubungan apa pun. Ah, tapi aku tidak tega jika membiarkannya bersedih.

Aku lalu memesankan segelas jus mangga untuknya. "Ini untuk mu" Kata ku. "Untuk ku?" ia bertanya balik. " Kau pikir aku berbicara dengan siapa?" . "ternyata kau bisa baik juga ya".

Aku sebenarnya ragu menanyakan ini padanya, tapi rasa penasaran ku semakin dalam terhadap hubungan mereka. Aku pun memberanikan diri bertanya kepada Dion. "E.E. Dion, sebenarnya ada apa dengan hubungan kalian?" tanya ku.

Dion menjelaskan bahwa hubungannya akhir – akhir ini memang sedang tidak baik. Pacarnya terlalu posesif terhadap dirinya. Jangankan untuk bertemu orang tak dikenal, bertemu dengan teman – temannya saja terkadang ia dilarang. Hal itulah yang membuat Dion tak tahan. Ia seperti seorang tawanan yang berada dalam penjara. Hidupnya seakan diatur oleh pacarnya. Tapi Dion seakan tidak bisa berbuat banyak, karena rasa cintanya padanya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Dion pun lelah saat harus menuruti semua perintah dari pacarnya. Ia bukanlah anak kecil. Lagi pula hubungan seperti ini kan tidak akan bertahan lama. Paling – paling juga lima tahun layaknya kredit mobil. Lalu, dengan bodohnya ia menuruti segala perintah pacarnya tersebut.

Lambat laun Dion pun tak tahan. Ia akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan pacaranya tersebut. Namun, seolah tak ingin berpisah, pacarnya masih saja mengejar – ngejar Dion. Bahkan saat kejadian malam itu saat aku disiram sebenarnya hubungan mereka sudah berakhir. Tapi entah mengapa pacarnya tersebut seakan tak rela jika Dion berpisah dengannya.

Setelah mendengar ceritanya tersebut hati ku  tersentuh. Pikiran ku tentang Dion seketika berubah. Aku yang tadinya berfikir Dion adalah pria yang penuh dengan rayu busuk, nyatanya adalah sosok yang begitu mencintai kekasihnya. Ternyata kita memang tidak bisa hanya melihat seseorang tadi tampilan luarnya saja dan melupakan apa yang sebenarnya ada di dalam hatinya.

Dion, pria yang jago membual ini pun bahkan bisa murung hanya karena persoalan cinta semata. Ah, bukankah itu sama saja dengan ku. Aku juga dulu terhanyut dalam sebuah cinta. Sampai pada akhirnya cinta itu seolah menghempaskan ku. Aku mempercayainya, namun tipu  daya itu seakan tak dapat dihindarkan.

.....

" Hai An. Sorry telat" Ujar Teo. Teo melirik ke arah Dion. Ia melihat Dion yang sedang murung. "hmmm. Apakah kalian bertengkar lagi?". Kami terdiam. " Ok, ok. Kalau tidak mau jawab. Ayo buruan, udah malam" kata Teo. Kenapa, kenapa hati ku seakan tidak tega melihat Dion yang seperti ini. Ada apa dengan diriku. Mengapa aku harus peduli dengannya.

" Teo, kau jalan duluan saja, nanti aku menyusul. Ada hal yang mau aku bicarakan pada Dion" kata ku. Aku mendekati Dion. Dengan tangan bergetar, aku menyentuh tanganya. "Dion. Aku tahu kau sedang bersedih, tapi tidak baik murung hanya karena cinta. Kau masih bisa mencari cinta yang lain" kata ku.

Dion lalu menoleh ke arah ku. Ia lalu tersenyum. " Maksud mu cinta yang lain? itu adalah dirimu?" tanyanya. Aku lantas mencubitnya "Kau ini. Aku berusaha menghibur mu, tapi kau malah membual". Dion pun tertawa. Aku pun tersenyum melihat  kegembiraan di rawut wajahnya

" Ok, aku pulang dulu ya." Ujar ku sembari berdiri. Lalu Dion memegang tangan ku "Tunggu. Hati – hati dijalan ya" katanya.