"Romantis banget deh temen gue, di hukum aja berdua."
Padu menoleh melihat Untung yang bicara barusan. "Romantis palak lo!" timpalnya, membuat Untung ikut menolehkan kepala ke arahnya. "Lo nggak liat tuh! Komuknya si Lingga kek orang ketiban utang, menderita banget," sambungnya.
Tiba saja suara Bejo mengejutkan mereka dari belakang. Membuat kedua cowok yang tengah berdiri di bawah pohon palem buntut berbalik badan dengan gaya yang masih berkacak pinggang.
"Untung sama Padu di cariin sama pak Anton."
"Yang bener lo? Ada apaan?" kata Untung dengan kening yang terkerut.
"Nggak tahu! Di tunggu di ruang kesenian."
Di sisi lain,
Di hukum berjemur di lapangan upacara bendera sambil gaya hormat sudah biasa. Beda lagi dengan hukuman kali ini, malah di suruh melentangkan kedua tangan di udara lebar-lebar sembari berdiri di tengah lapangan upacara menghadap lurus ke tiang bendera. Pegal berkali-kali lipat di rasakan. Pak Jaksana benar-benar wah! Kalau kasih hukuman. Sinar matahari yang cukup terik menambah kesan wah lagi! Panas, gerah, dan pegal. Cocok!
Bagi Kilau berjemur seperti ini bukanlah suatu masalah, mungkin jika sendirian kena hukuman, baru iya. Tapi, karena sekarang hukumannya di jalani berdua bersama Lingga Sambara, si cowok ganteng yang ia suka itu jadi tak begitu di persoalkan. Kilau sangat senang. Bahkan, sejak mereka berjemur hingga detik ini, Kilau tidak henti-hentinya tersenyum melihat Lingga yang berdiri melentangkan kedua tangan tak jauh di samping kirinya. Senang! Cuaca yang panas tak di pedulikan oleh Kilau. Keringat yang sudah membasahi punggung seragamnya ia nikmati saja. Tidak risih, karena ada Lingga bersamanya. Meski pegal, dan kakinya mulai melemas. Kilau menepiskan semua itu. Yang penting ada cowok itu bersamanya. Walau, sejak tadi hanya diam.
Lain halnya dengan Lingga. Cowok itu sejak awal terus saja menggerutu dan mengumpat. Jujur, ia takut jika kulitnya akan berubah gelap setelah ini. Takut-takut akan menandingi temannya si Kamingsun. Bukan hanya itu, cuaca yang panas, gerah, pegal semakin membuat dirinya kesal. Ditambah lagi harus menjalani hukuman bersama cewek sinting yang sejak tadi terus saja senyam-senyum memperhatikannya. Bukannya Lingga tidak menyadari tingkah Kilau yang menyebalkan itu! Seratus persen ia tahu. Namun, Lingga pura-pura tidak tahu. "Emang udah gila!" umpatnya dalam hati.
Sesekali Lingga melirik Kilau yang berdiri tak jauh di samping kanannya. Sejatinya, mereka hanya di pisahkan oleh jarak dari kedua tangan yang terlentang di udara. Bahkan, sesekali ujung jari tangannya dan Kilau bertemu dan bersentuhan. Namun, tiap kali bertemu dan bersentuhan dengan gerakkan cepat Lingga segera bergeser. Tapi, Kilau terus saja ikut begeser pula tiap kali dirinya menjauh.
Lingga berdecak kesal. Sekali memicingkan matanya tajam. Ketika, jari tangannya kembali bertemu dan bersentuhan dengan jari tangan cewek itu. Namun, sang empu yang di lirik tajam malah semakin gila! Semakin menjadi-jadi. Senyumnya makin mengembang. Tiap kali Lingga berekspresi kesal.
Hingga akhirnya Lingga bersuara. "LO BISA NGGAK JANGAN GENIT KAYAK GITUH!" kata Lingga tegas dengan mata elangnya.
"SIAPA YANG GENIT?" jawab Kilau dengan menunjukkan ekspresi dungu.
Lingga masih setia melentangkan kedua tangannya di udara. Sambil menoleh ke kanan melihat Kilau dan berkata, "JAUH-JAUH LO DARI GUE!"
"YA NGGAK MUNGKIN LAH! KILAU KAN MASIH KENA HUKUMAN BARENG LINGGA, JADI NGGAK BOLEH PERGI DARI SINI!"
"GUE NGGAK NYURUH PERGI. TAPI, JAUH-JAUH! BERDIRINYA JANGAN DEKET-DEKET SAMA GUE!" sambar Lingga.
"KENAPA??"
"JIJIK GUE DEKET-DEKET SAMA LO!" sarkas Lingga yang benar-benar menunjukkan ekspresi kesal sekesal-kesalnya pada cewek itu.
Kilau mengepoutkan bibirnya ke bawah. Ingin menangis rasanya di katai begitu.
"EMANGNYA GUE INI ANJING APA? ATAU BABI? SAMPE LO JIJIK BANGET GITU SAMA GUE! GUE BUKAN BINATANG HARAM!"
"ELO EMANG BUKAN BINATANG HARAM. TAPI, LO HARAM DEKET-DEKET GUE! SEBELAS DUABELAS! HARUS CUCI PAKE TANAH TUJUH KALI, BARU BISA SUCI LAGI GUE, KALO SAMPE SENTUHAN SAMA LO!" sarkas Lingga. Tanpa perlu disaring lagi perkataannya itu. Lingga itu terkadang memang suka bicara kelewatan. Terkadang, Omongannya itu pedas, tajam, berduri sampai bikin orang sakit hati. Dan kebiasaan, ujung-ujungnya ia akan menyesal dan tidak enak hati sendiri.
Deg.
Deg.
Deg.
Entah kenapa, Kilau agak sakit hati dengan ucapan cukup pedas itu. Sampai airmatanya turun begitu saja tanpa diminta. Barukali ini ia menangis karena sekedar ucapan. Biasanya ia tidak begitu peduli omongan pedas orang. Mungkin, karena yang ngomong barusan itu adalah orang yang ia suka, makanya hatinya sakit. Benar-benar sakit. Omongan Lingga benar-benar tajam dan berduri. Anehnya. Ia tetap mau!
Deg.
Lingga memelototkan matanya, karena kaget. Melihat Kilau menitihkan airmata. Setelah ia berkata demikian. Rasa bersalah pun menyelimuti dirinya. Lingga meneguk salivanya.
"Kil.." panggil Lingga menoleh tak enak melihat Kilau yang kini diam seribu bahasa. Saat di panggil pun cewek itu setia memandang lurus ke depan. Tidak menoleh padanya atau menjawab panggilannya barusan.
"Cewek kayak lo bisa marah juga ya ternyata," kata Lingga masih dengan rasa tak enak hati. Apakah perkataannya barusan membuat hati cewek itu sakit???
Dipikiran Kilau saat ini adalah, betapa pedasnya omongan Lingga. Secara tidak langsung cowok itu memang benar-benar menganggap dirinya ini haram?? Kayak dua hewan yang ia sebutkan tadi?! Masa cantik-cantik gini di samain sama dua binatang itu! Kilau sakit hati!
"Heh! Sekarang gue yang bilang ke lo nih, lo nggak lagi sakit gendang telinga kan?"
"..."
"Lo lagi nggak sariawan kan?"
"..."
"Lo lagi nggak sakit gigi kan?"
"..."
"Lo nggak bisu kan?"
"..."
Kali ini keadaan berbalik. Lingga merasa menjadi kacang kiloan. Kini, dirinya lah yang di cueki. Sialan!"
Lingga yang sedikit kesal karena Kilau tak kunjung menyahuti ucapannya pun akhirnya menyenggol jari tangan Kilau dengan jari tangan miliknya. Perbuatan itu mengejutkan Kilau. Sehingga, Kilau otomatis menolehkan kepalanya cepat ke kiri, melihat wajah ganteng itu.
"KATANYA GUE INI HARAM! KAYAK ANJING SAMA BABI! LO BAKAL CUCI PAKE TANAH TUJUH KALI SUPAYA SUCI LAGI! KENAPA TADI SENTUH-SENTUH JARI TANGAN GUE! NGGAK JIJIK APA SAMA ORANG HARAM KAYAK GUE!"
Lingga terkejut dengan perkataan itu, bahkan dirinya sempat mematung beberapa saat. Melihat kedua sorot mata Kilau yang nampak benar-benar kesal dan marah padanya. Biasanya juga tidak begitu? Entah kenapa, perasaannya tidak begitu suka atas sikap Kilau yang menjadi marah seperti itu padanya.
"KENAPA DIEM? BENER KAN! CK!" sambung Kilau sekali menghentakkan kakinya sekali.
Setelah sekian detik mematung. Lingga bersuara matanya fokus memperhatikan komuk Kilau dari samping.
"Sorry.."
Deg.
Suara Lingga yang terdengar lembut dan tulus itu membuat Kilau kaget setengah mati. Kini, cewek itu yang dibuat mematung beberapa saat. Ingin, rasanya menoleh dan melihat wajah ganteng itu dengan senyum yang sejak tadi tertahan. Namun, egonya menguasai. Awas kamu ego!!!Sehingga, pandangannya tetap menghadap lurus ke tiang bendera. Lama-lama pegel juga!
"HEH! TIANG AMA GUE, GANTENGAN GUE! KENAPA LO MALAH LIATIN TUH TIANG MULU! ADA GUE YANG JAUH LEBIH GANTENG DI SAMPING LO NIH!" kata Lingga kesal.
Kilau tetap diam saja. Sama sekali tidak merespon.
Lingga menghela napas.
"Gue nggak ada maksud untuk ngatain lo kek gituh. Maaf, kalo omongan gue barusan mungkin nyakitin perasaan lo, Kil. Gue minta ma-" terpotong. Ucapan Lingga tak sempat di selesaikan hingga ujung kalimat.
Brakkk!!
Tanpa aba-aba, Kilau ambruk dan pingsan di tempat. Kejadian yang benar-benar mendadak dan tiba-tiba membuat seorang Lingga terkejut setengah mati.
"KIL??!!!!"
Lingga segera berjongkok dan mengecek keadaan cewek itu. Dilihatnya, ada darah segar yang mengalir. Darah segar yang keluar dari lubang hidung cewek itu. Barangkali Kilau mimisan, pikirnya.
Nampaknya perkataan tentang kata HARAM itu memang candaan, alias tidak benar-benar serius. Karena, Lingga tanpa babibu segera menggendong Kilau ala bridal style, membawa cewek itu menuju UKS secepatnya.
Semua orang mengangakan mulut mereka masing-masing. Bahkan, mata membulat sempurna terkesan hampir keluar ketika melihat adegan bak drama korea. Saat melihat sosok Lingga tengah menggendong tubuh mungil Kilau yang tak sadarkan diri sambil berlari-berlari menelusuri koridor sekolah tanpa mempedulikan tatapan dan omongan para penduduk sekolah tentang dirinya. Bahkan, teguran dari pak Jaksana saja ia abaikan.
"LINGGA MAU KE MANA KAMU! HEH!!"
Lingga benar-benar panik. Rasa bersalah masih menggerogoti dirinya. Jujur, barukali ini para penduduk sekolah melihat Lingga peduli terhadap seorang cewek. Bahkan, tak pernah juga mereka melihat cowok itu terlihat begitu panik seperti kucing oren ketahuan maling ikan asin di dapur orang. Suatu sejarah baru dan akan selamanya diingat, bahkan terkenang.
"ANTON CEPET SUSUL!"
Anton yang barusaja menghampiri pak Jaksana. Kembali berlari karena perintah itu.
"Baik, pak."
🌵🌵🌵