Chapter 20 - 20

Sekarang anak kelas sebelas IPA satu, sedang berada di taman sekolah yang ada di dekat lapangan basket. Mereka tengah diberi tugas oleh pak Wal selaku guru Biologi, untuk mencatat nama-nama tanaman yang ada di sekolah mereka dan mencari tahu nama latin dari setiap tanaman yang ada sebanyak-banyaknya. Minimal sepuluh. Jika, tugas selesai langsung balik ke kelas dan mengumpulkannya pada pak Wal.

Kini, Kilau tengah bersama Rintintin. Sedangkan, Cantik dan Pop pergi ke belakang sekolah, katanya. Untuk mencari tanaman yang lain. Rintintin sedang mencatat di buku catatannya, cewek berkacamata bulat itu telah mendapatkan nama tanaman beserta latinnya sebanyak lima belas.

Lain halnya dengan Kilau, cewek itu tidak begitu semangat mengerjakannya. Bahkan, buku catatannya saja masih kosong. Cewek itu memikirkan persoalan antara dirinya dan saudaranya. Entahlah, sungguh percakapan semalam membuat otaknya seakan lumpuh berpikir.

Rintintin tersenyum sumringah. Ketika, usai menulis. Di liriknya Kilau yang sedang berjongkok memandangi tanaman berduri di hadapannya itu. Rintintin berjalan mendekat dari arah belakang, lalu mengintip buku catatan Kilau. Betapa kagetnya, Rintintin saat melihat buku catatan Kilau masih kosong.

Rintintin memekik. "ASTAGAAAA!!!!! KIL!"

Semua orang yang ada di sekitar kaget dan langsung menoleh ke arah Rintintin. Rintintin masa bodo. Kilau menyungakkan kepalanya ke atas melihat Rintintin yang ada di belakang.

"Kenapa sih, Tin?" katanya lemas.

Deg.

"Lo kenapa?" kata Rintintin heran setelah mendengar suara Kilau terdengar lemas? Malas? Lemah? Entahlah!

Rintintin pun ikut berjongkok di samping Kilau. Mereka membelakangi lapangan.

"Kil, coba lo liat deh!" Kilau melihat arah tunjuk Rintintin. "Buku catatan gue udah ke isi seenggaknya ada lima belas nama tanaman beserta nama latinnya. Lah, elo? Kemana aja, Kil!" kata Rintintin gemas.

Kilau melihat buku catatannya. Masih bersih, rapi, kosong, tak ada coretan sama sekali. Kilau kembali menatap wajah Rintintin. Seolah tak ada dosa.

Rintintin menggeleng-gelengkan kepala.

"Mau entar di omelin sama pak Wal? Ayo kerjain, Kil. Mumpung masih ada banyak waktu!"

Setelah berkata demikian Rintintin mengedarkan pandangan. Mencari tanaman yang lain. Lalu, matanya menangkap apa yang sedang di tatap oleh Kilau.

"Ah iya tuh, belom ada gue catet."

Rintintin mulai mencatat nama tanaman itu. Kilau masih saja diam. Tanpa temannya tahu, pikirannya sudah membara ke mana-mana. Sekelibat ucapan demi ucapan dari saudara tirinya itu kembali terngiang-ngiang.

"Nggak ada yang cinta sama lo!"

"Gue nggak akan pernah sudi punya Ibu tiri dan adek tiri kayak lo!"

"Kehadiran lo dan ibu lo di rumah ini ganggu kenyamanan gue!"

"Mau gimana pun keadaan lo, nggak ada yang cinta sama lo. Semua hanya karena kasihan!"

"Sampai kapanpun gue nggak akan bisa terima lo sebagai adek tiri gue. Bahkan, untuk sekedar peduli aja gue jijik!"

"Peduli bukan berarti sayang. Peduli hanya sebuah bentuk rasa simpatik, nggak lebih!"

Deg.

Tiba-tiba, otaknya menjalar-jalar ke ucapan Lingga kemarin. Kilau tersentak. Di tatapnya tanaman yang ada di depannya itu dengan pandangan lesu.

"Aduh! Kaktus nama latinnya apanya?"

"Lingga sambara."

Deg.

Rintintin kaget luarbiasa. Yang benar saja, temannya itu benar-benar gila. Ya kali, nama latin kaktus nama cowok itu. Ia paham, jika temannya itu menyukai cowok itu. Tapi, kan enggak sampai segitunya juga. Sampai kaktus pun di bilang, Lingga Sambara.

"Kil..Kil! Sampai segitunya ya, lo suka sama tuh cowok? Kaktus aja lo bilang dia. Heran banget gue!" kata Rintintin heran dan aneh.

"Kalo di pikir-pikir, tanaman kaktus mirip sama dia, Tin."

"Hah?" Rintintin menganga.

"Tajam dan berduri. Kadang omongannya suka bikin sakit hati!"

"Tapi lo suka!" sambar Rintintin sembari menyenggol pundak Kilau dengan pundak kirinya. Membuat Kilau sedikit terdorong ke samping.

Kilau tersenyum manis.

"Haduh.."

TOENG.

Rintintin melotot kaget. Saat melihat sebuah bola basket mendarat mulus di atas kepala temannya.

Sedangkan, sang empu yang terkena bola merasa berat sekali sekarang kepalanya. Di tambah ras nyut-nyut mulai menjalar ke seluruh area kepalanya. Sakit!

"HEH! KALO MAEN BOLA LIAT-LIAT DONG! BISA MAEN NGGAK SIH!"

Kilau segera berdiri mengikuti temannya berusaha menahan rasa nyut-nyut itu.

"MAAP!"

"MAAP-MAAP AJA BISANYA!" sambar Rintintin.

"YA TERUS GIMANA LAGI? ORANG TEMEN GUE JUGA YANG NGELEMPAR BOLANYA ASAL, BUKAN GUE!" cowok itu tidak mau kalah.

"SIAPA TEMEN LO? MANA ORANGNYA?!" galak Rintintin dengan berkacak pinggang.

"Gue." Suaranya terdengar berat sekali.

Kilau melotot kaget. Seulas senyum tercetak di wajahnya. Mengetahui jika Lingga tiba-tiba turut bergabung.

"Lingga!"

"OH JADI ELO YANG NGENAIN BOLA KE KEPALANY-" ucapan Rintintin terpotong, karena Lingga menyambarnya.

"Maaf gue nggak sengaja."

"Nggak pa-pa, kok!" jawab Kilau langsung dengan mata yang berbinar-binar.

"Bucin!" timpal Untung.

Merasa tidak ada urusan apa-apa lagi, Lingga merampas bola yang ada di tangan Untung, kemudian memutuskan untuk pergi dan kembali ke lapangan untuk pemanasan.

Kilau baru sadar, jika saat ini kelas Lingga tengah pelajaran Olahraga. Alamat akan semakin ia lama-lamakan untuk mengerjakan tugas biologi dari pak Wal. Supaya bisa lama di luar dan melihat cowok itu sedang Olahraga.

"LINGGA TUNGGU!" pekik Kilau membuat semua orang kaget. Sang empu yang di panggil terus saja berjalan menjauh.

Kilau segera berlari menyusul Lingga. Rintintin ikut pula mengekori Kilau. Takut-takut temannya bikin ulah.

"Lingga!"

Lingga menghentikan langkahnya ketika menyadari kehadiran cewek itu di sampingnya dengan buku catatan dan pena di genggaman. Lingga hanya melirik sebentar. Lalu, sibuk melakulan pemanasan di lapangan.

"HITUNG MULAI!" pekik Lingga, menyuruh teman-teman sekelasnya menghitung. Semua pun menurut. Mereka mulai menghitung dari satu!

Lingga tengah memimpin pemanasan menghadap semua teman sekelasnya yang turut melakukan pemanasan. Cowok itu tidak mengindahkan kehadiran Kilau. Biar saja! Yang namanya nyamuk nanti bakal pergi sendiri.

Kilau sendiri berdiam diri tepat di samping kanan cowok itu yang sibuk memimpin pemanasan. Tak peduli tatapan semua orang. Kilau hanya ingin dekat bersama Lingga.

Rintintin yang melihat temannya seakan menjadi patung, bahkan nampak seperti sebuah pajangan di toko-toko china hanya geleng-geleng kepala. Jelas-jelas temannya itu di cueki oleh Lingga, masih saja berdiam diri di sana. Memang dasar tidak tahu malu!

Melihat dan memperhatikan wajah Lingga dari samping yang fokus memimpin saja sudah membuat jantungnya berdebar. Wajah ganteng, dan tubuh tinggi yang di miliki cowok itu benar-benar menambah kesan Wah! Kilau terkagum-kagum, melihat ciptaan Tuhan yang luarbiasa indah di matanya itu. Kilau terpesona. Terlebih jika mengingat kejadian waktu Mos dulu.

Flashback..

Cewek berkucir kuda dengan segala atribut rempong yang ia kenakan seperti papan nama yang terbuat dari kardus bergantungan di lehernya dengan seutas tali rapia warna hijau bertuliskan nama 'Kilau Cahaya gugus 7', serta kalung dengan hiasan pete, jengkol, cabe, jahe, kunyit, lengkuas, laos, dan kacang panjang, tak tertinggal kaos kaki warna hijau dan merah muda yang ia kenakan menampilkan kesan mencolok, penampilan yang sudah menyamai orang gila itu tengah berlari-lari memutari lapangan upacara bendera karena di hukum oleh senior akibat terlambat datang.

Yang terlambat tak hanya dirinya seorang, ada juga beberapa anak laki-laki yang turut di hukum. Namun, hanya dirinya saja seorang perempuan. Malu! Iya, rasa malu menyelimutinya kala itu. Namun, mau bagaimana lagi, sudah resikonya. Mau tidak mau, ia tetap harus menjalankan hukuman. Bertanggung jawab atas kesalahannya. Kalau saja, semalam dirinya tidak bela-bela bergadang demi menunggu orangtuanya pulang, mungkin dirinya tidak bangun kesiangan. Yasudahlah! Semua sudah terjadi.

"AYO YANG CEPAT LARINYA, JANGAN LEMBEK KAYAK KLEPON! KESAL SAYA LIATNYA!" teriak ketua Osis.

"ITU YANG CEWEK, JANGAN SOK SOK NYAKIT!"

Deg.

Karena, teriakan dari seniornya itu membuat semua mata menjadikannya sebagai pusat perhatian. Kilau menjadi gugup, dan semakin malu. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Dirinya yang memang sudah lemas, makin menjadi lemas karena teguran dan tatapan demi tatapan yang kini terlayangkan padanya.

Kilau akui, dirinya tak pandai dalam lari. Bahkan, Olahraga pun tidak. Sewaktu Smp, Kilau sering kali beralasan untuk bolos jika berhubungan dengan pelajaran Olahraga. Ia mudah lelah, dan akan pingsan jika kelewat capek.

Seperti halnya ini, sewaktu berlari tubuhnya seakan ingin ambruk saat itu juga. Tenaganya kian berkurang dan semakin lemah. Kekuatannya seakan menghilang. Jika, dipaksakan mungkin dirinya akan lewat. Rasanya begitu. Pasokan oksigen dalam tubuhnya seakan turut menipis. Benar-benar sudah tak tahan!

Namun, Kilau takut dengan ancaman demi ancaman yang terlontarkan dari seniornya. Saat, sesekali menangkap dirinya berhenti untuk beristirahat sejenak, membungkukkan badan, dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Seragam sekolahnya juga sudah basah akibat keringat yang banyak bercucuran. Terik matahari kala itu membuatnya benar-benar seakan ditusuk-tusuk. Bahkan, kala itu ia yakin, jika wajahnya sudah pucat pasi.

Tiba saja, saat ia masih membungkukkan badan. Ada seseorang menyentuh punggungnya dan berkata dengan suara yang berat, cukup mengejutkan dirinya. Saat itu, ada kesan hangat ketika sebuah telapak tangan menyentuh punggung badannya.

"Lo, baik?" Maksudnya, seperti bertanya, 'lo nggak pa-pa??'

Kilau segera menoleh masih dengan posisi membungkuk. Ternyata seorang cowok yang turut membungkukkan diri menyamainya. Kilau belum kenal dia siapa, lalu di liriknya papan nama yang bergelantungan di leher cowok itu bertuliskan, 'Lingga Sambara gugus 8'

Deg.

Kilau berusaha menyembunyikan rasa lelahnya dengan tersenyum. "Nggak pa-pa, gue baik-baik aja."

"Bohong!" sambar cowok yang Kilau sangka namanya adalah Lingga Sambara.

Kilau kaget. Melihat ekspresi tak suka dari wajah cowok itu. Segera ia menegapkan badannya dan cowok itu pun turut mengikuti.

"ITU YANG DI SANA! KENAPA BERHENTI?! DI SINI BUKAN AJANG PACARAN!"

Kilau benar-benar kaget mendengar teriakan seniornya. Niatnya ingin kembali melanjutkan hukumannya. Namun, justru Lingga mencegahnya dengan menariknya keluar dari lapangan dan hal itu mengundang sorak-sorak heboh dan teriakan-teriakan senior yang memanggil dengan memaki-maki Lingga.

"Eh, lepasin! Entar kita kena masalah!"

"Biar aja. Nggak perlu takut sama orang-orang yang nggak ngotak kayak mereka! Lo sakit, harusnya ke UKS bukan lari-larian yang entah udah ke seratus kali!" ucapnya terdengar dingin, juga sarkas pada kata 'ngotak'.

Meski cowok itu bicara tidak melihat wajahnya dan terus saja berjalan, namun Kilau merasa ada sesuatu yang berbeda. Terlebih, ada kesan hangat yang diberikan cowok itu saat setia menggandeng tangannya hingga mereka sampai di UKS.

"Lo istirahat aja di sini, gue balik lagi."

"Tapi lo entar di omelin sama senior??"

"Gue nggak takut sama siapapun, kecuali Tuhan!"

Kilau sedikit kaget, namun setelahnya tersenyum tipis.

"Senior bisa gue patahin kakinya!"

Setelah bicara begitu Lingga pergi, tanpa menoleh lagi ke belakang. Hanya Kilau yang setia menatap punggung cowok itu dengan kagum dan jantung yang berdebar karena senang. Kilau sadar, jika hukuman itu bukanlah kesialan, namun kebahagiaan yang akan terus ia kenang selamanya. Merasa ada yang terbang dalam dirinya, seperti ada kupu-kupu yang terbang di perutnya. Sungguh, ia senang atas perlakuan dari cowok itu. Padahal, sama-sama tak saling kenal.

Setelah cowok itu menghilang di balik tembok. Kilau tersentak. Dirinya kesal karena tak sempat berkenalan dan mengucapkan terima kasih. Tapi, tak mengapa yang penting ia sudah mengetahui nama cowok itu.

"Lingga Sambara. Kayaknya gue suka lo."

Singkatnya,

Setelah Kilau merasa dirinya sudah baikkan ia kembali bergabung. Namun, pemandangan yang ia lihat saat kembali ke lapangan adalah Lingga yang sedang beradu mulut dengan ketua Osis bahkan cowok itu melayangkan sebuah pukulan singkat di wajah ketua Osis dan membuat seniornya itu terhuyung ke belakang. Semua orang menutup mulut, karena kaget. Kilau juga.

Suara sorak-sorak heboh, dan teriakkan caci maki kepada Lingga terlayangkan dari mulut-mulut indah para senior. Bahkan, ada pula sorakkan yang mendukung Lingga untuk terus menghajar senior itu sampai keok. Yang Kilau ingat, wajah Untung terekam di memorinya saat itu bersorak paling lantang mendukung Lingga di barisan belakang. Saat itu semua murid baru tengah berbaris rapi di lapangan, sedangkan Lingga berada di tengah-tengah bersama para senior. Cowok itu terlihat telah di kelilingi oleh para senior.

"GUE NGGAK TAKUT SAMA LO! MANUSIA GILA HORMAT!"

Kilau terkejut. Beraninya, Lingga bilang begitu pada seniornya. Kilau akui, jika cowok itu besar juga nyalinya.

"EH ITU CEWEKNYA TUH!"

Kilau tersentak kaget. Saat satu senior perempuan menunjuk dirinya yang berdiri tak jauh dari lapangan. Semua menatap ke arahnya. Lingga yang berada di tengah lapangan pun juga melihat ke arahnya.

Dua senior perempuan menghampiri Kilau dan segera menarik tangan dan membawa gabung di tengah lapangan. Kilau menatap takut semuanya. Tak sengaja ia melihat wajah Lingga yang entah kenapa menatapnya tajam. Cowok itu berubah? Tidak semanis tadi. Lingga langsung membuang muka saat Kilau menatap wajahnya.

Ketua Osis yang tadi dipukul segera bangkit dan merapikan seragamnya. Senyum smirk tercetak di sudut bibir.

Lingga dan Kilau kini berdiri berdampingan menatap para seniornya. Yang terlihat angkuh dan pada gila hormat itu!

"KALIAN BERDUA SUDAH MELAKUKAN KESALAHAN YANG FATAL!"

"FATAL DARIMANA?" sambar Lingga, semua menoleh ke arahnya. "Nih cewek sakit, wajar gue bawa dia ke UKS. Masih mending, nggak terjadi apa-apa, kalo nih cewek tewas di tempat gimana?"

Deg.

Kilau kaget dengan ucapan itu.

"Kalian semua bakal dapet dosa dan lebih lagi, kalian bakal di penjara, bahkan di keluarin dari sekolah karena nyiksa murid baru sampai meninggal! Mau emang, semua hal yang gue sebutin tadi terjadi sama kalian, wahai senior???"

Semua diam, bahkan para senior sebagian menelan ludahnya.

Lingga berdecak. Sangat membuang-buang waktunya saja berlama-lama di sini.

"ADA BANYAK HAL YANG GUE HARUS KERJAIN DAN URUS! IKUT MOS KAYAK BEGINI ADALAH WAKTU YANG SIA-SIA, GUE MAU BALIK!"

Semua senior ternganga dan mendadak darah tinggi karena sikap kurang ajar Lingga. Semua pun kaget. Termasuk Kilau. Terlebih saat Lingga melepaskan segala atribut rempong dari lehernya dan membuangnya kasar ke ubin lapangan.

BRAK!

Anggap itu suara hempasan atribut rempong yang di buang asal oleh Lingga. Ada pasang mata yang menatap Lingga benci penuh emosi, ada juga yang menatapnya bangga terkagum-kagum, namun ada juga yang menatapnya tidak percaya jika cowok itu berani bersikap demikian.

Kilau memperhatikan wajah itu. Lingga meliriknya sebentar saat cowok itu hendak melewati tubuh mungil Kilau. Seakan mereka tak pernah saling bicara. Asing. Meski, kenyataannya memang mereka tak pernah tahu satu sama lain. Saat itu, entah kenapa Kilau merasa ada sesuatu yang hilang. Rasa bahagia yang tadi ada berubah sedih. Setelah menerima tatapan itu.

Tak ada satu pun orang yang berani mencegah Lingga. Bahkan, para senior hanya menatapnya pergi tanpa ada rasa bersalah.

Kilau juga kembali menatap punggung cowok itu dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

"Siapa nama lo?"

Kilau langsung menoleh.

"Kilau Cahaya, kak."

"Dia pacar lo?"

Kaget. Iya jelas dirinya kaget. Terlebih semua senior kini menatapnya tak suka, apalagi yang perempuan. Menyebalkan!

"Bukan, kak."

"Terus, kenapa dia belain lo mati-matian sampai berani kayak gitu sama senior?"

"Hah?"

Kilau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Flashback off..

"Terimakasih Lingga," kata Kilau pelan. Cewek itu berkata demikian setelah mengingat kejadian tahun lalu.

Lingga yang baru saja selesai pemanasan menoleh heran dan sedikit kaget. Pikirnya, cewek itu berterima kasih untuk apa?

Tanpa bicara apa-apa pada cewek itu dan memang ia tak mau berurusan dengan Kilau Cahaya. Lingga pergi begitu saja meninggalkan Kilau yang berdiri sejak tadi di sampingnya.

Padu geleng-geleng kepala melihat sikap temannya yang kelewat cuek pada cewek itu.

"Kasihan banget deh tuh cewek, di kacangin mulu sama elo, Ga!" kata Padu ketika Lingga mulai menghampiri mereka. Lingga diam saja seribu bahasa.

Kilau masih setia di tempatnya. Rintintun pun datang. Namun, tak berucap apa-apa, hanya melemparkan pandangan miris.

"KALO LO NGGAK MAU, BUAT GUE AJA GIMANA, GA?" teriak Untung setelah membenarkan tali sepatunya.

Lingga menoleh sebentar pada Untung. Tetap tidak bicara.

Padu tersenyum miring dan terkekeh setelahnya. Kemudian, merangkul pundak Lingga.

"BOLEH TUNG! KILAU KAN CANTIK, ELO YA.. LUMAYANLAH! LAGIAN, SAYANG BANGET CEWEK KAYAK KILAU DI ANGGURIN, CUMA ORANG GOBLOK YANG NGANGGURIN CEWEK CANTIK KAYAK GITU!"

Sejatinya, Untung tak terima dengan perkataan Padu di kata 'Lumayan' namun segera ia tepiskan perasaan itu. Untung terkekeh. Asik juga godain Lingga.

"Maksud lo apa, Du?!" kata Lingga memicingkan matanya tajam pada Padu. Merasa tersinggung atas ucapan manusia itu.

"Lah? Kenapa?? Emang gue ngomongin elo?" kata Padu pura-pura bodoh.

Lingga berdecak kesal, lalu menghempaskan rangkulan Padu dan memilih untuk menjauh.

"Kayaknya asik juga, Du. Godain temen kita yang entuh. Apa kita butuh rencana sesuatu?" bisik Untung sambil merangkul Padu saat Lingga pergi menjauh.

Padu tersenyum miring menatap kepergian Lingga.

"Kayaknya seru tuh!"

Lalu kedua cowok itu ber-highfive ria.

"Kil, ayo ah pergi dari sini!" ajak Rintintin lalu menarik paksa tangan Kilau. Kilau masih memperhatikan Lingga yang kini memainkan bola basketnya. Dengan ogah-ogahan Kilau menyamai langkah Rintintin.

Saat mereka melewati ring basket yang di pakai Lingga untuk memasukkan bola. Tepatnya di belakang ring itu, Rintintin sengaja membesarkan volume suaranya agar cowok sok kegantengan alias Lingga dapat mendengar ucapannya dengan bilang begini pada Kilau.

"DARIPADA ELO NGEJAR-NGEJAR LINGGA, MENDING LO TERIMA AJA SI ANTON. KURANG APALAGI COBA? GANTENG, PINTER, RAJIN, DISIPLIN. YANG JELAS DIA MENGHARGAI ELO, DI BANDING LINGGA SAMBARA!"

Deg.

"JANGAN JADI CEWEK BEGO DEH KIL, YANG MAU SAMA LO BANYAK!"

Kilau cemberut pada Rintintin, cewek itu tidak suka atas perkataan temannya yang membanding-bandingkan Lingga dan Anton. Terlebih, menyuruh-nyuruhnya untuk menerima cintanya Anton. Jelas dirinya tidak mau!

"Cinta itu nggak bisa di paksa, Tin!" jawab Kilau merajuk pada Rintintin. Kemudian, berjalan cepat meninggalkan Rintintin.

"KIL!!! MAU KE MANA?? " teriak Rintintin lalu sekuat tenagah mengejar temannya itu.

Lingga menghempaskan bola kasar ke ubin lapangan membuat bola itu terpantul dan melambung tinggi ke atas, setelah mendengar perkataan Rintintin. Cowok itu tidak suka! Tidak suka, di banding-bandingkan dengan Anton si murid Osis itu!

Teman-temannya terkekeh melihat sikap Lingga yang terlihat badmood.

"MAU KE MANA LO, GA!!!" teriak teman-teman dan komplotannya saat Lingga pergi dari lapangan dengan langkah lebar.

"TOILET!" jawab Lingga tanpa menoleh.

🌵🌵🌵