Suara sorak-sorak heboh di iringi gelakkan tawa dan tepuk tangan kuat dari para penonton mewarnai lapangan basket sekarang. Saat ini, lapangan dipenuhi oleh lautan manusia. Lantaran tengah berlangsung acara pentas seni yang di gelar oleh pak Anton selaku guru kesenian sekaligus guru pembimbing teater Citra Sma Angkasa yang pastinya bekerjasama dengan murid Osis sehingga acara berlangsung aman dan lancar.
Acara pertunjukkan saat ini benar-benar sukses mengundang gelak tawa satu sekolahan oleh aksi akting Menang dkk.
Menang sendiri sedang berakting menjadi seorang waria berbaju cansee dengan rambut palsu pendek bak dora, tanktop pink ketat, rok mini sebatas lutut warna hijau stabilo, kaos kaki panjang warna-warni hingga ke lutut, sepatu flat shoes bewarna kuning. Tak tinggal, riasan menor dengan lipstik merah, serta kipas tangan di pegangnya itu membuat kesan geli bagi sesiapa saja yang melihat penampilannya. Karena, pakaian yang di kenakan oleh Menang, membuat semua orang fokus kepada perutnya yang buncit dan terlihat terkelewer-kelewer.
Lain itu,
Kaming juga cukup menarik perhatian. Cowok dengan rambut keriting itu berakting menjadi seekor kera dengan bulu yang lebat di sekitar wajah, tangan, dan kakinya, yang kemana-mana selalu mengikuti Menang. Siap siaga, melindungi Menang dari segala macam bahaya. Pertunjukkan teater kali ini benar-benar pecah pokoknya!
"UU AAK UU AAK!!!"
"UU AAK UU AAK AJA LO! BANTUIN EKE DOooooOooNG!"
"TOWLWONGGG!!!"
Semua tergelak-gelak. Seisi kantin menertawakan mereka atas aksi ejek Untung dan Padu.
"SIALAN LO SEMUA!" kata Menang dengan ekspresi benar-benar kesal.
"TAHU NIH! BERHENTI NGEJEK KITA BERDUA!" sambung Kaming dengan ekspresi yang sama pula, kesal.
"MALES BANGET NIH GUE JADINYA KALO BEGINI MULU!" sewot Menang sekali mendebrak meja.
BRAK!
"TAPI KITA AKUIN AKTING KALIAN BERDUA SANGAT AMAT TOTAL, YA ENGGAK!"
Untung menyetujui ucapan Lingga.
"SETUJU BET! COCOK SIH KALO DI PEKER-PEKER MENANG JADI SUSAN! APALAGI, LO MING! TERNYATA, NGGAK PERLU JAUH-JAUH KITA NYARI KERA SAKTI. SMA ANGKASA ADA KOK, NIH!" ejek Untung pada kedua temannya itu, seraya menunjuk Kaming dengan garpu.
Semua kembali tergelak atas ucapan Untung yang kelewat benar.
"HEH! JANGAN SEKATE-KATE LO, TUNG! GUE SUMPAHIN UTANG LO MAKIN MEMBELUDAK BARU TAHU!" sewot Kaming sekali mendebrak meja lagi.
BRAK!
"SORRY DORRY STOBERI, MING! HUTANG GUE UDAH DI BAYAR LUNASSSSS!"
Semua orang memandang Untung tidak percaya. Atas penjelasan yang keluar dari mulutnya barusan.
Menang mendengus. "Paling Lingga yang bayarin semua hutang lo, ya kan?!"
"ENAK AJA LO KALO NGOMONG! TANYA AJA SENDIRI SAMA LINGGA. YA KAN, GA. GUE KAGAK MINTA LO BUAT BAYARIN HUTANG GUE. YA KAN?" kata Untung sembari menyenggol siku kiri Lingga.
Lingga mengangguk singkat, tanda membenarkan ucapan Untung.
Kaming sampai melotot kaget. Menang memasang ekspresi tidak percaya. Padu, diam saja.
"AH! KOK BISA???"
"LO JAGA LILIN PASTI?!"
Karena perkataan Kaming barusan, membuat cowok berkulit hitam itu terkena pukulan di puncak kepalanya oleh Untung menggunakan botol minum yang sudah kosong.
PLETAK!
Untung melototkan matanya pada Kaming. Kini, satu kakinya naik ke atas kursi dengan badan yang berdiri sambil berkacak pinggang.
"JAGA LILIN APAAN MAKSUD LO! GUE NGEPET GITU?!"
Kaming terdiam. Namun, bibirnya bergerak berbisik-bisik dengan Menang yang duduk di sebelahnya.
Untung kembali memukul botol kosong itu, tapi di layangkan ke meja.
PLETAK!
"KALO GUE JAGA LILIN. YANG JADI BABI YA ELO, KUTU!"
"WAH WAH WAH! BENER-BENER YA LO, TUNG! SEMENA-MENA BANGET SAMA GUE!" Kaming sudah berdiri tegap, menggulung lengan seragam sekolahnya ke atas. Seolah hendak mengajak Untung untuk bergulat.
"MAU APA LO?! HUH?!" tantang Untung sambil melemparkan botol kosong itu ke atas meja. Lalu, mengikuti gaya Kaming yang menggulung lengan seragam ke atas.
"HAJAR TERUSS MING! HAJAR!" Menang mendukung Kaming. "UNTUNG MAH NGGAK JAGO-JAGO AMAT BERANTEM. JAGONYA NGUTANG!" ejek Menang.
"WAH WAH WAH! SEKATE-KATE AMAT NIH SI GENTONG, TUNG!" timpal Padu. Cowok itu justru membela Untung.
"WAH! LO BERDUA KUDU GUE JADIIN PECEL LELE MAU?! ATAU MAU GUE JADIIN MANGKOK MIE AYAMNYA MPOK YOONA! AYO PILIH?!" ujar Untung dengan pelototan yang makin bulat.
"EMANG BISA?" timpal Kaming. Menang tertawa mengejek sambil bersilang dada dengan kondisi masih duduk di kursi. Tidak ikut berdiri.
"BISA! GAMPANG BANGET MALAH! TINGGAL GUE PUTER, GUE JILAT, TERUS DI CELUPIN!" kata Untung asal.
"JADILAH OREONGGGGG!!!" kompak Padu dan Lingga.
"AYO SINI, SIAPA YANG MAU MAJU DULUAN LAWAN GUE?!" tantang Untung semakin menaiki lengannya ke atas hingga sampai ketiak.
"KAMING MAJU MING!" suruh Menang dengan mendorong-dorong Kaming.
"AYO GUE JABANIN!" kata Kaming dengan gaya seolah seorang peninju profesional.
"OKE!" timpal Untung dengan mulut besarnya. Lalu, berjalan mendekat ke Kaming.
Mereka yang ribut tidak peduli apa kata orang-orang. Seisi kantin sudah menjadikan mereka pusat perhatian. Memang kerjaan cowok-cowok itu adalah mencari keributan di manapun dan kapanpun. Jadi, semua orang sudah biasa melihatnya. Tapi, meski sudah biasa tetap saja penasaran. Makanya, semua orang di sana bela-bela memberhentikan aktifitas mereka demi menonton adegan ribut-ribut tak jelas itu.
"LO KAGAK TAHU AJA, TUNG! HOBI SI KAMING WAKTU KECIL TUH SUKA MAKAN BELING! BIASALAH ANAK KUDA LUMPING!" kata Menang. Entahlah semua orang jadi bingung, sebenarnya cowok gendut itu berada di pihak siapa.
"OH TERNYATA KAMING YANG DULUNYA KUDA LUMPING SEKARANG BERUBAH MENJADI KERA SAKTI!" timbal Lingga dari tempat duduknya.
"KERA SAKTI 🎤" timpal Padu bernyanyi.
Kaming menoleh melihat wajah Lingga. Begitupun semuanya.
"ANJERRR! KALO NGOMONG SUKA BENER!" timpal Padu.
"KALO LO, NANG? DARI DULU EMANG UDAH JADI SUSAN APA BEGIMANA?!" kata Lingga, mengejek.
"KENAPE LO JADI NGEJEK-NGEJEK GUE, GA! NGGAK LIKE BANGET GUE AH SAMA LO!" kata Menang sebal. Lalu, menggebrak meja.
BRAK!
"KALO MENURUT GUE..." semua menjadi menoleh ke arah Padu. "MENANG BISA BERUBAH-BERUBAH DALAM BERBAGAI MACAM KEPRIBADIAN."
BRAK!
"HALAH! JANGAN NGADI-NGADI LO, DU!" kata Menang kesal.
"PAGI TADI SUSAN, SEKARANG MENANG, SORE ENTAR SUSI, MALEMNYA SUKANTI!"
Susi dan Sukanti adalah bencong perempatan dekat lampu merah arah sekolah, yang suka nangkring di sana tiap malam jumat dan malam minggu buat cari pelanggan, katanya.
"AAHAAAHAAAAAAAAAA!!!!" Semua tergelak. Temasuk, Kamingsun. Malah, cowok kriting itu paling besar mulutnya. Membuat Menang langsung berdiri dan menjambak rambut Kaming.
HAP!
"EMANG PENGKHIANAT LO, KRIBOO! RASAIN NIH! KEKUATAN SUSUKE!" Maksud Menang adalah Sasuke, cuma mulutnya kepeleset.
"SUSUKE??"
"OH MAKSUDNYA ITU.. SUSAN SUSI SUKANTE!" kata Untung.
Keributan pun makin menjadi-jadi. Tidak ada yang melerai. Semua orang justru nampak menikmati adegan adu mulut itu. Setiap kata yang terlontarkan dari masing-masing kubu cukup mengocok perut. Ditambah dengan setiap sikap dan tindakkan yang cowok-cowok itu lakukan.
Lingga menginstruksi Menang dan Kaming.
"GUE HITUNG SAMPE TIGA. BARU MULAI ADU PANCONYA! SATUU!!! DUA!!! TIGAAA!" katanya.
Pergulatanpun terjadi antara Menang dan Kaming. Bukan, Untung dan Kaming yang tadinya sok-sok ingin beradu. Namun, justru berakhir antara Menang dan Kaming.
Suara sorak-sorak heboh menyeruak seluruh sudut kantin. Termasuk, mang Siwon dan penjual kantin yang lain ikut turut menonton pertandingan adu panco tersebut. Situasi sekarang, persis layaknya menonton adegan ring tinju dan sepak bola. Heboh!
Lingga dan Padu yang tadinya duduk jadi berdiri. Begitu pula yang lainnya. Kini, Menang dan Kaming tengah di kerumuni oleh semua penduduk kantin yang memberi semangat dengan teriakkan melengking, bahkan mendukung dengan membunyikan botol kosong yang sengaja di pukul-pukul ke meja, serta ada juga yang membunyikan suara peluit dari mulut masing-masing.
PIT!
PIT!
PIT!
PELUITTTTT!!!
"WUHUUUUUU!!!!!"
Lingga memekik kuat dengan suara lantangnya, "PEMENANGNYA DI MENANGKAN OLEH... KEMENANGAN ANANDI!!!!"
"ANANDAAAA!!" teriak Menang pada Lingga yang mengubah nama kepanjangannya.
"SERAH GUE DONG! GUE WASIT NYA!" timpal Lingga.
"BIJI MATA LO, GA! EMAK GUE SUSAH NYARIIN NAMA YANG BAEK BUAT GUE. ENAK AJE LO MAEN GANTI-GANTI!" sewot Menang.
"IYE, TONG! BECANDA!" kata Lingga. Maksudnya, gentong.
"UDAH MING, SENG SABARR MASIH BANYAK PELUANG BUAT KALAH!" ejek Untung sembari memijat kedua pundak Kaming dari belakang.
Kaming tak menimpal. Cowok kriting itu justru sibuk memijat tangan kanannya yang terasa nyut-nyut, sehabis adu panco dengan Menang.
"KENAPE LO, MING?" tanya Padu.
"TANGAN GUE REMUK RASANYA! TENAGA MENANG TENAGA BADAK SERIBU DOSA!" jawab Kaming.
"JANGAN MAEN-MAEN LO, MAKANYA SAMA GUE!" timpal Menang sombong.
"HALAH! BARU SEGITU DOANG GAYA LO UDAH SELANGIT, NANG!" kata Untung, lalu menggaplok perut buncit Menang dengan botol kosong.
Toeng.
🌵🌵🌵
"Hai, Lan?"
Lingga melemparkan senyuman termanisnya kepada cewek itu. Jujur, dirinya sudah tak sabar ingin mengajak Rembulan untuk jalan-jalan ke taman sekali membelikannya permen kapas. Kesukaan cewek itu. Sejak kemarin Rembulan menginginkannya, dan hari ini dirinya akan mewujudkan keinginan Rembulan. Makanya, setelah pulang sekolah ia langsung ke rumah cewek itu.
Rembulan melayangkan senyuman pula. Namun, ada kesan kaget di raut wajahnya yang cantik itu. Lingga tahu.
"Kaget, ya? Sengaja, nggak bilang-bilang. Gue mau ajakin lo jalan, Lan."
Rembulan kaget. Jelas, karena waktu yang tidak tepat. Sebab, dirinya sudah ada janji dengan teman kelompoknya. Untuk kerkel. Bagaimana bisa ia menerima ajakan Lingga. Rembulan bingung harus apa? Di satu sisi, ia tak tega menolak ajakan Lingga. Namun, di sisi lain ia sudah terlanjur buat janji, apalagi berhubungan dengan tugas sekolah. Otomatis, pilihan kedua yang akan di pilihnya.
Lingga memperhatikan penampilan Rembulan dengan baju lengan panjang bewarna merah muda, celana jeans hitam panjang, sepatu putih, totebag putih bergambar sepatu, dan rambut yang sengaja di gerai panjang. Sederhana, namun sangat menarik. Lingga menyukai itu. Riasannya juga tipis, tidak menor. Bahkan, cewek itu hanya memoleskan bedak dan lipbalm saja pada wajahnya.
"Maaf, Ga. Untuk hari ini nggak bisa, sorry..." kata Bulan dengan tak enak hati.
Lingga sedikit kecewa dengan jawabannya. Namun, cowok itu maklumi. Barangkali, Bulan memang ada kesibukkan lain.
"Mau ke mana emang?"
"Ada kerkel sama temen, Ga. Dan besok tugasnya harus di kumpul."
"Oh gitu."
"Iya, nggak pa-pa kan?"
"Its okay. Naik apa?"
Tiba saja suara klakson motor terdengar. Keduanya serentak menoleh.
Tin!
"Naga, jemput."
Deg.
🌵🌵🌵
Cowok dengan kaos hitam pendek yang kini berbaring di atas tempat tidur kamarnya terlihat sangat amat gusar. Lingga berdecak kesal.
"Ck!"
Mengingat kejadian siang tadi. Benar-benar membuatnya emosi! Kenapa harus Naga??!
Tiba saja pintu kamarnya terketuk. Seseorang mendorong pintu kamarnya yang sejatinya tidak di kunci sama sekali.
"Lingga!"
Tak pernah dipikirkan sebelumnya, bahkan untuk dibayangkan saja sungkan. Bisa-bisanya, rumahnya di masuki oleh makhluk sinting sekelas Kilau Cahaya.
Mata kedua cowok itu membulat sempurna. Sangat amat terkejut akan kehadiran cewek itu. Segera ia bangkit dan turun dari tempat tidurnya. Dengan langkah lebar, ia menghampiri Kilau yang berdiri di dekat ambang pintu keluar.
"MAU NGAPAIN LO KE SINI?!"
"MAIN."
"ASLI EMANG NGGAK NGOTAK BANGET JADI CEWEK! RENDAH BANGET DIRI LO DATENG MALEM-MALEM BEGINI KE RUMAH GUE!!"
Jujur, seperti ada yang menekan dadanya ke dalam. Hatinya sakit, dibilang cewek rendahan?
"Kok ngomongnya gitu sih, Lingga. Jahat banget. Sakit hati, tahu!"
Lingga tak mengindahkan.
"PERGI DARI KAMAR GUE! SEKALI KELUAR DARI RUMAH GUE, KILAU!" usirnya. Lingga, makin tak suka pada cewek itu. Jujur, sangat amat keras kepala dan sangat menganggunya!
"Tap-tapi, Lingga!"
"NGGAK ADA TAPI-TAPIAN! KELUARR!!!!"
Kilau tersentak kaget saat suara cowok itu terdengar lantang membentaknya. Sampai, Kilau tak berani mengangkat kepala. Bahkan, untuk membuka matanya yang terpejam saja ia tak mampu. Karena, takut.
Tiba saja Lingga menariknya paksa dan menyeretnya keluar, bahkan membawanya menuruni anak tangga. Kilau, merasakan pergelangan tangannya sakit karena cengkraman Lingga yang kuat itu. Dipastikan, pasti pergelangan tangannya sudah memerah.
"Ga, sakit!"
Lingga tak peduli, cowok itu terus saja menuruni anak tangga yang melingkar itu cepat sambil membawa paksa Kilau.
Sampai di bawah, Lingga di kejutkan dengan kehadiran teman-temannya yang sedang asik mengemil di sofa ruang tengah sambil menonton siaran sepakbola.
"KALIAN?" kaget Lingga lalu memandangi Kilau yang masih menundukkan kepala.
"EH MAU LO BAWA KE MANA TUH CEWEK?" kata Untung yang masih mengunyah ciki kentang.
"LO APAIN DIA, GA?" kata Padu berjalan mendekat. Lalu, mengecek keadaan Kilau. Di sadarinya, cewek itu menangis.
"LEPASIN DIA GA!" bentak Padu. Jujur, ia tidak suka temannya berbuat kasar pada cewek.
Lingga kaget atas bentakkan Padu.
"LO BIKIN DIA NANGIS, GILA!" kata Padu lagi. Lingga sedikit kaget, dan langsung melepaskan cengkramannya.
Setelah Lingga melepaskan pergelangan tangannya, ada kesan lega dalam hati. Tak se-tertekan tadi. Serta, rasa sakit yang tadi dirasakan agak berkurang.
Tanpa memandang wajah Lingga dan yang lain. Kilau langsung meminta Padu untuk mengantarkannya pulang.
"Du, gue mau pulang."
Deg.
Semua orang dapat mendengar suara parau dari mulut Kilau. Cewek itu nampak menahan tangisnya juga.
Perasaan Lingga jadi tak menentu tak karuan. Hatinya benar-benar tak enak. Saat mengetahui kondisi cewek itu. Lingga tak sengaja melirik pergelangan tangan yang sangat merah oleh ulahnya.
"Yok, Kil. Gue anter pulang, maafin sikap temen gue itu!"
Padu dan Kilau pun berpamitan dengan yang lain. Lalu, mereka pergi. Untung, Kaming, dan Menang tahu, jika Padu sedikit kesal dengan Lingga yang kelewat kasar pada Kilau. Serta, mereka juga tahu ekspresi bersalah yang tercetak jelas di wajah Lingga.
Untung berani membuka suara, "Maaf, Ga. Di luar hujan. Pas mau ke rumah lo, ketemu tuh cewek. Jadi, kita ajak sekalian ke sini buat neduh. Nggak tega lah kita biarin dia nangkring di bawah halte bus malem-malem begini, mana hujan pula. Ya enggak?"
"Bener tuh, nggak bohong. Sumpah!" timpal Kaming.
"Beneran, Ga!" yakin Menang dengan mulut besarnya.
"Abis dari rumah sakit dia, katanya," tambah Untung.
Mendengar penjelasan teman-temannya. Menambah kesan bersalah dalam hatinya.
Lingga berdecak kesal. "Ck!'
Kepalanya mendadak migran lagi! Mengingat sikap dan perkataannya yang mungkin menyakiti perasaan cewek itu.
"Beruntung, hujannya udah mulai berhenti, Kil," kata Padu masih setia duduk di atas motornya.
"Makasih ya, Du," jawab Kilau yang kini berdiri di samping motor cowok itu.
"Sama-sama. Btw, jangan di masukkin ke hati omongannya temen gue. Terus, gue mewakili dia minta maaf ke lo, Kil."
Kilau mengangguk dan tersenyum singkat. Lalu, pamit kepada Padu dan masuk ke perkarangan rumahnya. Masuk ke dalam rumahnya, perkataan Lingga yang menyebutkan jika dirinya bak cewek rendahan jadi terngiang-ngiang.
"Kenapa sesakit itu ya, hati?" kata Kilau bermonolog sendiri.
🌵🌵🌵