"Kilau!"
"Iya, buk?"
"Boleh, keluar. Ulangan kamu sudah saya koreksi."
Perasaannya lega setelah menyelesaikan ulangan remidial Matematika. Kilau bangkit dari tempat duduknya, dan segera berpamitan pada buk Dori. Tak lupa, memberikan ucapan terima kasih pada guru dengan rambut kondenya itu.
"Terima kasih, buk."
Keluar kelas dengan langkah pelan. Tujuannya kini adalah kantin untuk menyusul teman-temannya yang sudah istirahat lebih dulu. Memang nasib dirinya kelewat bego dalam hal hitung-hitungan. Berakhirlah, hanya dia seorang di kelas itu yang remidial. Entah kenapa juga, terkadang dirinya bertanya-tanya? Kok, bisa sih masuk kelas IPA? IPA satu, malah?!
Kenapa nggak kelas IPS. IPS satu kek?! Maunya!
Situasi saat ini hampir sama seperti biasa, suara-suara sahutan demi sahutan beberapa murid terdengar dari dalam kelas. Kilau, menelusuri koridor sendirian. Ada beberapa murid yang memperhatikannya berlalu, tak ayal pula yang menyapanya. Kilau turut balik menyapa, bahkan melayangkan senyuman.
Sampai di anak tangga menuju lantai satu,
Kilau perlahan menuruni dengan tangan yang bertumpu pada pegangan tangga pembatas. Sesekali juga ia berpapasan dengan murid lain yang menaiki anak tangga menuju lantai dua. Setiap kali berpapasan, ia selalu menyapa, dan melayangkan senyuman. Meski, tak begitu saling kenal.
Yang namanya seangkatan apalagi, ya mesti begitu. Karena, masuk sekolah kan, mereka bareng-bareng, waktu mos pun kena hukum bareng-bareng. Intinya, seangkatan itu pernah mengalami susah senang seperjuangan, alias sama-sama. Apalagi, mereka nantinya bakal lulus bareng-bareng juga. Jadi, untuk menjaga keharmonisan, dan tali persaudaraan antar seperjuangan itu kudu ramah. Itu prinsip Kilau! Seenggaknya, biar nggak di cap orang sombong. Nggak pa-pa deh, di cap orang SKSD. Sok Kenal Sok Dekat. Dirinya kan, memang orang yang ramah!
"Inget ya kata Bunda. Kamu harus ramah sama semua orang. Jangan di simpan terus senyumnya, sayang. Senyum kamu itu manis kayak gulali, soalnya."
Seketika senyumnya terangkat, mengingat ucapan yang pernah di katakan Bunda padanya dulu. Tiba-tiba, hatinya mendadak sedih dan rindu pada orangtuanya itu. Sejak kemarin mereka sudah tak bertemu. Dua hari yang lalu, Bundanya pergi ke Bandung mengunjungi rumah saudaranya yang sedang sakit parah bersama Ayah tirinya.
Sedikit informasi, Ayah kandungnya telah tiada akibat sakit jantung. Tahun lalu, tepatnya saat ia baru masuk SMA, Ayahnya meninggal dunia secara mendadak. Saat kejadian, Kilau tengah menjalankan mos di sekolah. Setelah pulang, ia di kejutkan dengan bendera kuning yang terpajang di depan rumahnya. Bendera dengan simbol duka itu benar-benar membuat jantungnya seakan tertembak, karena kaget. Sudah banyak pula orang-orang yang ramai datang ke rumahnya. Sungguh, sulit sekali menjelaskan perasaan Kilau pada saat itu. Benar-benar, terkejut.
Almarhum Ayahnya bernama, Aidan Panca Nugroho. Seorang Dokter Umum di salah satu rumah sakit yang sama tempat Ibunya bekerja. Seorang Dokter yang memiliki sahabat dekat bernama Anton Darmawan yang merupakan guru Kesenian di sekolahnya sendiri, dan yang kalian tahu merupakan Ayah dari cowok bernama, Faresta Anton.
Kepergian Ayah kandungnya itu, meninggalkan kepedihan terdalam bagi Kilau dan Ibundanya. Beserta, sebuah warisan dan wasiat gila bagi Kilau. Salah satu wasiat yang ditinggalkan adalah, menjodohkannya dengan anak dari sahabatnya, yakni Faresta Anton. Jelas, Kilau tidak mau! Ia tidak mengenali siapa Anton, bagaimana orangnya, bagaimana sikapnya, apakah baik atau tidak? Terlebih, pada saat bersamaan dirinya baru saja menemukan seseorang yang menarik hatinya. Seseorang yang menurutnya berbeda. Ia sudah menyukai Lingga. Karena itu, Kilau sangat bersih keras menolak.
Suatu ketika, Ibundanya mengenalkan seseorang yang hampir seumur dengan Almarhum sang Ayah. Orang itu bernama, Roger Darius G. Seorang CEO di salah satu perusahaan terkenal di Jakarta. Awalnya, Kilau pikir jika sang Ibunda hanya sekedar berteman, namun ternyata keduanya telah menjalin hubungan setelah kepergian sang Ayah. Jelas, mengetahui hal itu, Kilau marah besar. Bagaimana bisa sang Ibunda begitu cepat melupakan Ayah??
Namun, ada beberapa hal yang membuat Bundanya untuk beralasan.
Sampai akhirnya, keduanya meminta ijin untuk menikah. Jelas, Kilau menolak. Namun, dengan susah payah ia menolak dan dengan beribu macam alasan, ujung-ujungnya ia mengalah. Bukan tanpa alasan, sebuah perjanjian di gunakan Bunda dan Roger untuk membuatnya menyetujui.
"Kalau kamu mengijinkan, perjodohanmu dengan Faresta Anton boleh di batalkan."
Jelas, ia pun menerima. Akhirnya, sang Bunda pun menikah lagi. Meski, kehadirannya tidak di sukai oleh anak dari Roger Darius G. Sejatinya, anak Roger sama dengan dirinya, yakni sama-sama belum bisa menerima atas pernikahan kedua orangtua mereka itu. Karena, setahu Kilau perceraian antara Roger dan mantan istrinya dulu hanya berkelang beberapa bulan saja. Persis, jaraknya hampir sama semenjak di mana sang Ayah telah tiada. Hanya berjarak beberapa bulan sang Ibundanya menikah lagi.
Ada begitu banyak pertanyaan dalam isi kepalanya sendiri. Ada sesuatu hal yang janggal. Entahlah! Kenapa, waktu bertepat sekali?
Bundanya yang baru kehilangan Ayah, beberapa bulan.
Roger yang baru bercerai dengan istrinya, beberapa bulan.
Lalu, selang beberapa bulan mereka berhubungan dan akhirnya menikah.
Seperti jalan cerita yang memang sudah di rencanakan. Tak nampak seperti kebetulan.
Kilau menggeleng-gelengkan kepalanya yang mendadak pening tiap kali memikirkan kejadian-kejadian yang telah lalu itu. Di raihnya rambut panjang yang tergerai sejak tadi, lalu di kucirnya satu dengan ikat rambut berbentuk matahari.
Tampak seseorang memperhatikan kegiatan Kilau dengan rambut hitamnya. Berdiri di ujung koridor, dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana. Seakan memang sengaja berdiam diri di sana sampai cewek itu mendekat.
Kilau terus saja menundukkan kepalanya ke bawah. Berjalan menunduk melihat sepatu yang menyentuh ubin lantai koridor tanpa memperhatikan ada siapa yang menunggunya di ujung sana.
Sampai akhirnya, keningnya menabrak sesuatu.
"Aw!" ringisnya.
Matanya membulat saat menyadari jika yang ia tabrak adalah dada bidang seseorang. Bau mint yang ia kenali makin membuat jantungnya berdebar.
Lingga Sambara?? Tebak, Kilau.
Jika, benar. Seseorang itu adalah Lingga. Jujur, dirinya masih takut untuk bertemu dengan cowok itu. Karena, kejadian semalam di rumahnya. Terlebih, dengan perkataan dan bentakkan oleh cowok itu.
Kilau sendiri sudah memutuskan untuk tidak menemui cowok itu hari ini. Besok saja, atau hari lain saja. Namun, rencananya itu gagal. Karena, seseorang itu benar adalah Lingga Sambara. Cowok yang kini memandang Kilau dengan tatapan datar tak berekspresi, namun tatapan mata yang, sendu???
Kilau bingung.
"Maaf, jalan nggak liat-liat. Misi.."
Kilau berusaha untuk kabur. Benar, iya memang tak mau bertemu cowok itu dulu.
Ada keanehan saat cewek itu berkata demikian, itulah yang di rasakan Lingga. Tak seperti biasanya, heboh! Kali ini, tidak. Harusnya ia senang. Namun, entalah. Justru, sikap Kilau yang begitu membuat Lingga semakin di selimuti rasa bersalah atas kejadian semalam.
Lingga segera menggeserkan dirinya saat Kilau hendak kabur melewati celah di sisi kanan. Membuat cewek itu terkejut.
Kilau kaget. Melihat wajah Lingga sebentar dan kembali menundukkan kepalanya.
Jelas, di mata Lingga. Jika, cewek itu masih takut padanya atas perlakuannya semalam.
"Kenapa lo menghindar?" tanya Lingga dengan suara rendah terdengar datar juga. Atau terkesan malas-malasan, begitulah.
"Nggak!" jawab Kilau, namun kepalanya masih terus menunduk melihat ujung sepatu.
Lingga menghela napas pasrah. Oke, nampaknya perlakuan dan sikapnya semalam memang membuat trauma mungkin, bagi cewek itu. Jadi benar-benar merasa bersalah lagi!
"Ikut gue!" katanya, lalu berbalik badan pergi berjalan tanpa mendengarkan jawaban dari Kilau.
Kilau bingung harus bagaimana? Apa yang di mau Lingga? Apa yang mau di lakukannya?
Dalam langkah yang terus membawanya menjauh dari Kilau, Lingga berkata, "Ikut gue atau lo bakal nyesel!"
Terdengar sebagai sebuah bentuk pengancaman besar.
Mau tak mau Kilau segera mengekori Lingga dari belakang.
"Iya," jawabnya berbisik.
Mendengar suara langkah kaki di belakang, membuat seorang Lingga menyunggingkan senyuman.
"Bener-bener nurut," gumamnya pelan.
🌵🌵🌵
Nampaknya kantin adalah saksi keributan murid-murid sekolah. Tak ada lokasi lain yang seru di bikin rusuh. Mang Siwon sudah pening melihat kelakuan murid-murid itu. Persis, anak Tk yang sulit di diamkan. Tadinya, ia mencoba untuk melerai, namun akhirnya menyerah dan kembali berkutat membuat es teller untuk pelanggannya yang lain.
Pop menyiramkan air kuah bakso ke celana Untung dengan sengaja. Beruntung, kuahnya tidak panas alias sudah dingin. Namun, meski begitu Untung tetap emosi dan marah besar pada Pop. Hal itu di lakukan Pop untuk membalas perkataan Untung yang sejak tadi menyinggung dirinya terus.
Untung yang tidak terima ingin membalas Pop. Cowok itu pun segera merampas air jeruk milik Bejo yang baru saja hendak di cicipi cowok itu.
Salah siapa, main lewat-lewat di depan orang yang lagi ribut! Lewatnya nggak nyelo lagi! Tepat di antara tengah-tengah keduanya, ibarat kata Bejo membelah sebuah jalanan terbagi menjadi dua.
"AKKKHH!!!!" pekik cewek-cewek. Ketika, melihat Untung balik menyiram Pop dengan air jeruk ke rok sekolahnya. Menciptakan sebuah karya seni bewarna kekuning-kuningan.
Untung tersenyum miring.
"BAGUS TUNG! BAGUS! PERTAHANKAN HARGA DIRI DENGAN BALIK MEMBALAS KEJAHATAN DENGAN KEBURUKKAN YANG SAMA !" teriak Menang yang berdiri di belakang Untung dengan gaya bak para pendemo.
"SATU DUA KOCENG BERANAK!"
"CAKEEEEEEEEEEPP!!!!"
"RASAKAN KAU KUNTILANAK!!"
Meski, pantun Untung tak begitu nyambung. Namun, patut di apresiasikan. Kaming, Menang, Padu bertepuk tangan meriah. Bahkan, murid-murid yang menjadi penonton dan pendukung multikubu. Turut memeriahkan.
"JANGAN MAU KALAH POP, BALES!" kompor Cantik. Membuat Padu senyum smirk. Asik nih ada bahan ejekan! Pikir, Padu.
"YANG PENDEK- YANG PENDEK, JANGAN IKUT CAMPUR URUSAN TEMEN GUE! ENTAR, TENGGELEM!" ejek Padu dengan logat seorang pedagang asongan.
Deg.
Ucapan Padu benar-benar memancing emosi.
Cantik memajukan diri ikut bersejajar dengan Pop.
Perkataan Padu di balas Cantik dengan, "YANG JELEK- YANG JELEK, JANGAN BANYAK BACOT! ENTAR GUE GAPLOK PAKE KAOS KAKI BEJO MAU!" balas Cantik mengejek Padu dengan logat yang hampir serupa.
"HEH! KENAPE JADI LO BERDUA YANG RIBUT! UNTUNG AMA POP AJA BELOM KELAR URUSANNYE! ENTAR AJA, HABISIN DULU KEUWUAN ITU!!" sela Menang sewot.
Banana yang ada di lokasi kejadian akhirnya mengangkat suara dan turut bergabung.
"TEMEN RIBUT BUKANNYA DI LERAI DI SURUH BAIKKAN MALAH DI KOMPORIN! MENDING, KALIAN BUBAR DEH! SEBELUM, GUE SURUH MURID OSIS BUAT NGADUIN KE PAK BUNTUT!"
"WOOO! BERANINYA NGANCEM-NGANCEM LO! SERAH GUE LAH! SIAPE ELO NGATUR-NGATUR GUE! MINGGAT SONO LO!" timpal Untung.
Banana tidak suka dengan ucapan itu.
"PAS BANGET! ADA KUNTILANAK! ADA PISANG!" sambung Untung menunjuk kedua cewek itu secara bergiliran. "KUNTILANAK KAN, KONON KATANYA SUKA NANGKRING DI POHON PISANG!" sambung Untung.
"EMANG DASAR MULUT LO MAU GUE TAMPOL PAKE SAOS SAMBEL YA, TUNG!" kata Banana dan cewek itu mengambil selembar tisu di isinya dengan saos sambal lalu ia tempelkan di bibir Untung.
"AKHHHHHH!!!!!!!" teriak Untung kepanasan.
"RASAIN!"
"WAH BAGUS TUH! SIAPE NAMA LO?"
"BANANA."
"WAH, BESTFRIENDS KITA!" kata Pop lalu memeluk Banana.
Untung melompat-lompat dan berlarian ke sana kemari karena rasa panas dan pedas bercampur menjadi satu. Kaming kebingungan harus bagaimana membantu temannya itu. Menang sibuk ngomel-ngomel dengan Pop dan Banana yang asik menertawakan temannya. Sedangkan, Padu sibuk beradu mulut dengan Cantik.
"DIEM LO JELEK! NGGAK USAH SOK KECAKEPAN DEH, MUKA UDAH KEK TUTUP PANCI AJA BELAGU!"
"DENGER YA! POHON TOGE RUMAH GUE AJA BISA TINGGI MENJULANG HANYA KARENA GUE SIRAM AIR. LAH ELO, UDAH MINUM SUSU BONETO MASIH AJA PENDEK. NGGAK ADA PERUBAHAN, DASAR KURCACI!"
Keributan terjadi terus antar keduanya. Terserah apa kata orang dan situasi sekarang.
Lain itu, Untung masih teriak-teriak kepanasan. Bahkan, mang Siwon yang sibuk membuat es teller di ganggu oleh Untung yang tiba-tiba menyambar es batu.
"PANASSSSS MANG PANASSSS HADOOOH!!"
"WEE WEE WEE, KAMU TOH UNTUNG! ITU ES BATUNYA BAYAR NGGAK?!" kata Mang Siwon dengan logat sok-sok an ala orang korea.
"SIALAN MANG SIWON! DI SAAT KAYAK GINI, MASIH AJA MINTA DUIT!"
Setelah bilang begitu Untung berlari dan bergabung lagi dengan teman-temannya.
"ASTAGFIRULLAH!!!" kaget Kaming ketika melihat bibir Untung dower ke bawah. Sangking, kagetnya cowok berambut kriting itu memegang dada, bahkan sampai terlompat di tempat.
"AHAAAA AHAAAA AHAAAAA!!" tawaan Pop, Banana, dan penonton alay.
"BENER-BENER TEGA BANGET LO PADA LIAT TEMEN GUE DOWER BEGITU BIBIRNYA!" galak Menang dengan berkacak pinggang. Yang bisa di lakukan cowok gendut itu hanya mengomel. Bukannya, membantu Untung untuk menghilangkan rasa panas dan pedas di bibirnya.
Kaming melihat air es dalam baskom di dekat gerobak jualan mang Siwon. Segera ia ambil lalu di letakkannya ke atas meja.
"TUNG SINI TUNG! GUE HILANGIN RASA PANAS DI BIBIR LO!"
"HAH? GIMANA MING, AYO MING TOLONGIN GUE!"
Kaming segera menangkap kepala Untung dan..
HAP!!!
Semua mata yang menyaksikan terkejut bukan main.
Kaming langsung menyelupkan wajah Untung ke dalam baskom air dingin dengan gerakkan kilat.
"AHAAAAA AHAAAAAHAAAA!!!"
Suasana kantin semakin heboh. Melihat nasib Untung yang di perlakukan bak mangkok mie ayam yang asal di cemplung dalam air baskom.
Bukan Untung, namanya. Kalau, tidak semakin emosi.
Wajah dan seragam sekolah Untung sudah basah kuyup. Di tatapnya wajah Kaming penuh emosi.
"KAMINGSUN GUE ABISIN LO SEKARANG. JANGAN KABURRRRRR!!!!!"
Terjadilah kejar-kejaran antara Untung dam Kaming. Membuat situasi kantin semakin tak terkendali. Seluruh penonton bersorak-sorak heboh layaknya menyaksikan pertandingan tinju.
Untung tanpa henti dan pantang menyerah mengejar Kaming. Naik meja-turun meja, berlari ke sana ke mari tanpa henti.
🌵🌵🌵
Sebuah loker bernomor 52 menghentikan pandangannya. Lingga mengajaknya kemari dan cowok itu kini membuka loker tersebut. Masih dengan pandangan dan tatapan yang sama.
Cowok itu berkata, "Ambil."
Kilau berdehah. "Hah???"
"Ambil, buruan!"
Kilau menatap isi dalam lokernya lalu menatap wajah Lingga secara bergantian. Di lihatnya, sebuah benda panjang.
"Gue bilang ambil ya ambil!" kata Lingga kembali membuat Kilau sedikit terhenyak.
Tanpa bicara, Kilau memajukan dirinya. Lalu, memasukkan tangan ke dalam loker milik cowok itu. Saat tahu benda apa yang Lingga suruh dirinya untuk ambil, Kilau melompat kegirangan.
"LINGGA KASIH COKELAT BUAT KILAU?!"
Lingga mengangguk sekali, lalu langsung menutup kembali lokernya.
"AKKH! LINGGA TAHU AJA, KALO KILAU SUKA COKELAT!" girangnya. Lalu, terdiam sebentar. "Tapi.., kok tumben? Kenapa kasih ini?"
Kini, Kilau sudah tak takut lagi memandang wajah itu.
Jujur, ada rasa gengsi yang menyelimuti dirinya. Namun, Lingga harus mengatakan yang sebenarnya. Cowok itu sedikit menegapkan badannya, lalu menjawab, "Maafin gue soal kejadian semalem."
Deg.
Kilau mengangguk paham. Cewek itu sempat terdiam sejenak, tapi setelahnya melayangkan senyuman.
"OKE!"
"Kok cepet banget lo maafin gue? Padahal, gue udah nyakitin perasaan lo, mungkin?" kata Lingga merendah di akhir kata.
Kilau menegapkan badan dan lurus menghadap Lingga lalu bilang, "Setiap orang yang minta maaf harus di maafin, Ga. Karena, nggak mudah buat orang untuk berani minta maaf. Butuh nyali yang besar. Ibarat kata..., minta maaf itu suatu hal yang sangat bernilai tinggi dan patut di apresiasi."
"..."
"Lingga tahu nggak, ada banyak orang yang memilih untuk nggak minta maaf karena rasa malu dan gengsi yang dia punya."
"..."
"Hanya orang-orang yang pemberani dan berjiwa keren yang mau minta maaf dan mengakui kesalahannya. Lingga contohnya!" sambung Kilau dengan senyum manis di akhir.
"Tapi, kata orang minta maaf itu mudah, yang sulit itu memaafkan," kata Lingga dengan suara yang tidak terdengar dingin seperti biasa.
Kilau geleng-gelengkan kepalanya.
"Bagi gue, memaafkan nggak sesulit yang di bayangkan. Cukup, lo punya hati yang lapang dan ikhlas," jawab Kilau melihat ubin lantai. Cewek itu tersenyum. Karena, tiba saja mengingat ucapan Almarhum sang Ayah yang pernah berkata demikian. Lalu, pandangannya kembali melihat wajah Lingga.
Kilau kembali lagi bersuara, "Walau, seberapa sakitnya perkataan orang yang udah nyakitin perasaan lo." Kilau menjeda sebentar. "Jangan selalu anggap persoalan itu sulit, Ga. Gampang, kalo kitanya bisa ambil pelajaran dari setiap kejadian. Lebih tepatnya, nggak ambil pusing. Orang minta maaf, ya udah maafin. Janji, dia nggak akan ngulangin kesalahannya."
"..."
"Lagian, buat apa juga mendam dendam. Apa untungnya kita nggak maafin orang? Yang ada, kitanya yang dosa!"
Di pandangan mata Lingga kini, Kilau nampak berbeda dari biasanya. Sedikit lebih dewasa. Cowok itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada memperhatikan cewek itu lanjut bicara.
"Intinya, orang yang memaafkan jauh lebih keren daripada orang yang minta maaf!"
"Jadi.., lo lebih keren dari gue gituh?"
"Eh?!" Mata Kilau melotot kaget. Apa Lingga marah??? Mengapa, berkata demikian??
"ENGGAK GITU KOK!"
Lingga diam saja. Kilau jadi ikut diam juga. Lalu, otaknya Kilau berpikir dan hatinya juga bilang kalo ia juga harus minta maaf.
"Soal kejadian semalam. Gue juga minta maaf...., Mungkin, perkataan lo yang semalam itu ada benernya juga. Nggak seharusnya, gue jadi cewek berani datang ke rumah lo malem-malem. Omongan lo kemarin ada baiknya, kok. Jadi, ngajarin gue untuk nggak kayak gitu lagi. Jadi, jangan ngerasa bersalah-salah amat."
Deg.
Keheningan terjadi cukup lama, baik Kilau yang cerewet dan Lingga yang memang cuek tidak berkata apa-pun. Hingga, satu hal menyadarkan lamunan.
"Gimana, tangan lo masih sakit?"
Kilau menyungakkan wajahnya, memastikan apakah benar suara barusan milik suara berat nan dingin yang biasa di layangkan Lingga padanya. Tapi, suara tadi itu terdengar sangat lembut.
Dan benar saja, memang suara itu milik Lingga. Cowok yang sekarang ini sedang memegang pergelangan tangannya dengan tatapan yang sangat sulit di artikan.
"Maaf, gue nggak maksud buat nyakitin lo. Apalagi, sampai bikin tanda kebiruan gini. Gue menyesal."
Deg.
Apa telinganya tidak salah dengar???
"Maafin gue, Kilau."
Ada sorotan mata sendu di sana. Kilau tahu itu.
"Apa kata orangtua lo, kalo anaknya tahu ada bekas memar kayak gini, pasti cemas, terus khawatir. Gue bakal siap kena omelan orangtua lo, Kil. Kalo perlu gue bakal minta maaf juga deh sama mereka. Karena, udah bikin anaknya kayak gini."
"Ini Lingga Sambara kan? Cowok yang kemarin-kemarin selalu ngomong cukup irit dan dingin banget sama gue???"
Ada beribu-ribu tanda tanya dalam isi kepala Kilau.
"Mulai lagi deh!"
Lingga berdecak, sebal.
🌵🌵🌵