Suasana hati dan fikiran Raka sekarang tidak menentu, setelah dirinya mengucapkan sebuah ikrar di depan penghulu, dan dijawab oleh semua saksi dengan kata "Sah!" menjadikannya seperti orang yang kurang beruntung dalam hidup, kalau bukan keinginan dari orang tuanya, tidak mungkin ia mau melangsungkan pernikahan tersebut. Karena dia sudah memiliki pilihan hatinya sendiri. Karena untuk membangun sebuah rumah tangga, tidak mungkin hanya bermodalkan ikatan saja. Namun, harus ada rasa saling mencintai antara kedua pasangan, begitulah menurut Raka.
"Raka. Kamu kok melamun di luar seorang diri. Pergi temani istrimu, dia sudah menunggumu di kamar," ujar ayahnya.
"Baik, Yah," ucapnya dengan rasa malas sekaligus tidak semangat. Raka beralih dari tempat duduknya dan pergi menuju kamar yang telah disiapkan untuknya bersama sang istri. Namun, dirinya masih belum menerima, Mana mungkin dia bisa hidup, dan membangun rumah tangga dengan orang yang tidak pernah ia cintai.
Raka masuk ke dalam kamar, dan mendapati seorang wanita yang kini telah resmi menjadi istrinya tersebut sedang duduk dan termenung di tepi kasur. Dengan tatapan nanar dan penuh amarah, ia tidak memperdulikan istrinya tersebut, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya, sekedar menyapa pun tidak. Ia langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan badannya, mana tau setelah ia mandi, perasaannya bisa lebih tenang dari sebelumnya.
Setelah mandi, ia kemudian manatap dirinya di kaca wastafel yang menempel di kamar mandi. Ia menatap dirinya tajam seraya berkata terhadap dirinya sendiri, "ini hanya syarat agar aku bisa mendapatkan warisan ayah, aku pasti bisa melaluinya, untuk urusan hati Rayna, aku tidak peduli. Yang penting, aku masih bisa berhubungan dengan Dewi, kekasih hatiku."
Akhirnya Raka keluar dari kamar mandi, ia melihat Rayna sudah tertidur dan masih mengenakan kebaya pernikahannya. Rasa lelah sudah mengambil alih badannya, tidak hanya badannya saja, fikiran serta hatinya juga ikut lelah. Raka kemudian mengambil sebuah bantal dan selimut di atas kasur, lalu ia berjalan menuju sofa yang berada di pojok kamar. Ia kemudian merebahkan badannya di sofa tersebut.
"Jangan harap aku akan tidur satu ranjang bersamamu, Rayna. Kecuali jika takdir telah merubah itu semua," batin Raka yang tengah menatap Rayna sinis. Pasalnya, setelah warisan ayahnya nanti jatuh ketangannya, ia akan segera menceraikan Rayna. Dan membangun rumah bersama wanita yang ia cintai.
Di sudut kasur, Rayna yang tengah berbaring miring ke arah dinding kembali membuka matanya, sebenarnya ia tidak tidur, ia hanya pura-pura. Mana mungkin ia bisa tidur dengan orang yang belum ia kenal sebelumnya. "mungkin malam ini aku bisa sedikit tenang, karena Raka tidur di sofa. Namun aku harus tetap waspada, mana tau nanti si Raka melakukan hal yang aneh terhadapku," batin Rayna yang tengah waspada dan was-was terhadap dirinya.
Namun, rasa was-was dan takut tersebut terkalahkan dengan rasa kantuk yang begitu kuat. Rayna akhirnya tertidur seorang diri di atas ranjang. Sedangkan Raka, sudah tidur nyenyak dan masuk ke dalam mimpinya di atas sofa panjang yang terletak di sudut kamar Rayna ini. Ya, karena pernikahan antara Raka dan Rayna dilaksanakan di Rumah Rayna. Makanya, untuk sementara waktu, Raka harus tinggal di rumah Rayna dulu, sebelum mereka berdua pindah ke rumah yang telah disediakan oleh orang tua Raka untuk dirinya dan Rayna.
Malam yang seharusnya menjadi malam yang istimewa bagi dua insan yang baru disatukan dengan ikatan pernikahan itu, berlalu begitu saja. Untuk Raka dan Rayna, tidak ada malam yang istimewa bagi mereka berdua. Bahkan ini adalah malam terburuk bagi Raka sendiri. Namun berbeda dengan Rayna, ini adalah malam yang tidak terlalu buruk, ia sebetulnya Menerima saja dijodohkan dengan orang pilihan ayahnya. Namun, untuk menyesuaikan diri terhadap semuanya, Rayna membutuhkan waktu.
Pasalnya, perjodohan mereka berdua terjadi karena ayah Raka, Robi Wijaya ingin membalas budi ayah Rayna. Karena, kalau bukan bantuan dari ayah Rayna waktu itu, mungkin perusahaan ayah Raka sudah gulung tikar saat itu juga. Makanya, Robi telah berjanji terhadap dirinya sendiri, jika anak sulung nya nanti sudah besar. Maka, ia akan menjodohkannya dengan anak sahabatnya yang bernama Jaka Mahesa, ayah Rayna.
Rayna terbangun dari tidurnya, ia kemudian melirik jam di dinding kamarnya yang sudah menunjukkan jam empat pagi. Namun Rayna merasa aneh, Kenapa ia tidur mengenakan kebaya seperti ini. Kemudian ia menatap ke arah samping, terlihat di pojok kamarnya itu seorang laki-laki yang masih tidur dengan sangat lelapnya, "Astagfirullah, kan aku sekarang sudah menikah, kenapa aku bisa lupa," bisiknya lirih.
Rayna bangkit dari kasur, dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang sejak semalam belum ia bersihkan. Disaat Rayna sudah selesai dengan ritual mandinya Serta memakai pakaiannya. Ia kemudian mengambil mukena putih miliknya, karena waktu untuk melakukan shalat malam masih ada, ia tidak ingin menyia-nyiakan waktu berharga tersebut.
Rayna termasuk seorang wanita yang sering melakukan shalat malam sedari ia kecil. Karena asuhan dari sang ayah yang selalu mengajarkannya ilmu agama terhadapnya, pengetahuannya terhadap agama islam cukup baik dan memadai untuk seorang wanita seperti Dirinya yang hanya lulusan SMA.
Setelah Rayna melakukan shalat malam. Ia mencoba memberanikan diri untuk membangunkan Raka, yang saat ini sudah menjadi suaminya itu. Dengan rasa cemas dan takut, ia kemudian berkata dengan suara yang sedikit lirih "Kak, Kak Raka. Kak, bangun. Shalat subuh, Kak. Sepuluh menit lagi waktu akan masuk, " panggilnya Dengan sedikit menggoyang-goyangkan kaki Raka yang masih terbungkus dengan selimut.
Mendengar ada yang membangunkan dirinya, Raka membuka matanya perlahan, ia terkejut karena di sampingnya sudah ada Rayna. "Kamu nagapain, ha? Gangguin orang tidur saja. Sana jauh-jauh, kalau mau shalat, shalat saja sendiri," bentak Raka terhadap Rayna yang kembali memejam mata untuk tidur.
Sebetulnya Raka tidak sejahat itu, namun entah setan apa yang mepengaruhi dirinya, sehingga dia bisa mengeluarkan kata-kata seperti tadi. Ya, walaupun di dirinya masih tersimpan rasa marah yang mendalam terhadap Rayna, karena Rayna telah bersedia menerima lamaran dari orangtuanya. namun untuk membentak seorang wanita, bukanlah sifat asli dari dirinya.
Mendengar perkataan yang sangat kasar dari Raka tadi, hati Rayna terasa sakit, belum pernah ia rasakan dibentak oleh seorang laki-laki seperti yang dilakukan Raka terhadap dirinya. Dengan perasaan sedih, Rayna akhirnya menjauh dari Raka, dan melaksanakan shalat subuh sendiri.
Sinar mentari perlahan menyeruak masuk ke dalam kamar melewati jendala yang telah terbuka, cahaya hangatnya perlahan menyentuh muka seorang yang tengah terlelap di atas sofa panjang yang berwarna abu-abu, sehingga membuat anak Adam yang terlelap itu terbangun dan membuka matanya dengan perlahan. Ia kemudian melirik arloji yang ada di tangannya, "Sudah jam tujuh pagi," gumamnya.
Ia kemuadian bangkit dari sofa itu dan ingin beranjak ke kamar mandi, namun ada yang aneh menurutnya, "kenapa Rayna tidak ada di kamar, kemana ia pergi? Atau jangan-jangan dia mengadu terhadap mama dan papa," batin Raka cemas atas apa yang telah diperbuatnya sewaktu tadi subuh. Dengan rasa cemas, ia keluar dari kamar dan mencari Rayna, namun ia tidak menemukan Rayna di dalam rumah tersebut.
.
.
.
TBC
...........
Jangan lupa kasih kritik, vote, dan dukungannya ya, Kak.
Salam cinta untuk kalian semua. 🤗