Saat Raka ingin masuk ke dalam kantornya, ia kemudian mendengar seseorang tengah memanggil namanya. Suara itu sangat familiar di telinga Raka. Raka tersenyum dan berbalik arah, kemudian menatap seorang wanita cantik yang tengah berdiri di hadapannya itu. Dan benar saja, itu adalah suara Dewi, sang kekasih pujaan hatinya.
"Sayang! kamu kenapa enggak kabari aku kalau mau datang? Kan aku bisa jemput kamu," tanya Raka terhadap Dewi, kekasihnya.
"Iya, sayang. Aku kebetulan ada pertemuan di cafe dekat kantor kamu, sebetulnya aku ingin pulang, tapi aku lihat kamu baru datang. Makanya aku samperin kamu di sini. Emang wanita yang bersama kamu tadi itu siapa?" tanya Dewi terhadap Raka dengan rasa ingin tahu.
Raka tersenyum, ia tahu bahwa wanita yang ada di hadapannya ini tengah cemburu, karena sangat jelas dari raut wajahnya yang cantik lagi putih itu menunjukkan ekspresi tidak senang, dan penuh dengan rasa ingin tahu terhadap wanita yang baru saja bersama dirinya tadi, menjadikan Dewi terlihat begitu sangat manis.
Dewi Ajeng Iskandar, wanita cantik bermata coklat nan sangat indah, rambut panjang terurai, serta tinggi badan yang ideal dan sangat modis ini adalah kekasih Raka, mereka berdua sudah menjalin hubungan saat dirinya dan Raka tengah berkuliah pada semester akhir saat itu.
Namun, walaupun Raka sudah memiliki istri, ia tidak memutuskan hubungan dengan Dewi. Ya, karena pernikahan itu adalah kehendak dari ayahnya, bukan dirinya. Ia telah mengatakan, bahwa dirinya sudah memiliki pilihannya sendiri untuk masalah hati. Namun ayahnya tidak menghiraukannya, bahkan ia di ancam tidak akan mendapatkan warisan jika tidak menikah dengan pilihan ayahnya tersebut.
Dengan berat hati, Raka harus menuruti keinginan ayahnya, Raka sudah mengatakan terhadap Dewi bahwa dirinya akan menikah dengan wanita pilihan orang tuanya. Meski pertama kalinya Dewi tidak setuju, namun akhirnya ia bisa mengikhlaskannya, asalkan Raka tetap bersama dirinya dan tidak memutuskan hubungan dengan dirinya.
"Tadi itu Salsa, dia baru pulang dari Singapura," jawab Raka dengan seulas senyum dari bibirnya yang terlihat sangat tampan.
"Owh, jadi kuliah Salsa sudah selesai di sana? Cepat ya, enggak terasa waktu sudah cepat berlalu. Rasanya baru kemaren kamu kabari aku untuk ngantarin Salsa ke Bandara," ucap Dewi dengan perasaan bahagia dan sangat lega.
"Kita ngobrolnya di cafe saja, ya sayang. Aku takut nanti ada karyawanku yang lihat, secara mereka tahu kalau aku sudah menikah," ucap Raka yang mengajak Dewi pergi ke cafe yang berada di dekat perusahaannya itu.
Di kampus, Rayna dan Abi tengah asik berbincang dan duduk berduaan dengan jarak sedikit berjauhan antara satu sama lainnya, mereka berdua duduk di bangku panjang yang berada di depan gedung dari salah satu fakultas yang ada di kampus Rayna.
"Tari beli airnya ke Amerika kali, ya. Lama bener datangnya," ujar Abi yang membuat Rayna tertawa dengan ucapannya itu.
"Enggak kok, Kak. Palingan di warung yang berada di di belakang gedung ini," ucap Rayna menenangkan Abi.
"Eh, Ray. Gimana hubungan kamu dengan Raka setalah menikah ini, baik-baik saja, kan?" tanya Abi terhadap Junior sekaligus sahabat adiknya itu.
Rayna diam seketika mendengar pertanyaan dari Abi, ia kemudian tersenyum terhadap Abi seraya berucap, "Baik, kok Kak," jawab Rayna bohong.
"Alhamdulillah, kalau begitu. Jika kamu dapati Raka cuek, jangan diambil hati. Dia orangnya emang begitu, sangat dingin kalau bertemu dengan orang yang belum dia kenal, tapi kalau sudah kenal, barulah sifat baiknya muncul," ucap Abi memberi tahu Rayna disertai dengan sedikit gelak tawa.
Rayna kaget mendengar penjelasan dari Abi, selama dirinya hidup dengan Raka, belum pernah Rayan menemukan sikap dingin Raka seperti yang diucapkan oleh kakak seniornya ini, bahkan yang Rayna tahu, bahwa Raka adalah seorang laki-laki yang kejam dan tak punya perasaan, "Baik dari mana coba? Jahat kek gitu, l" batin Rayna yang sibuk dengan pikirannya sendiri, sehingga membuatnya diam dan tidak merespon ucapan dari Abi.
Abi yang melihat Rayna yang hanya diam tanpa merespon ucapannya merasa aneh. Abi sempat berpikir bahwa Rayna tengah mengalami sebuah masalah saat ini, namun ia mencoba berbaik sangka terhadap Rayna, mungkin karena Rayna sangat haus makanya tidak merespon ucapannya.
Rayna tersadar dari semua pikirannya saat Tari datang dengan membawa 3 botol air mineral.
"Kamu ngelamun apa, Ray? Sampai-sampai Kak Abi kamu diamin kayak gitu," ucap Tari dengan senyumnya yang khas, ia merasa bahagia melihat ekspresi diam kakaknya tanpa ada ekspresi sedikit pun. Sangat lucu dan menggemaskan menurutnya, "Untung Kakak kandung, kalau tidak, sudah aku bungkus dan bawa langsung ke KUA," batin Tari.
"Kalau mau bilang ganteng, enggak apa-apa, kok. Selagi belum bayar," ucap Abi yang membuat Tari seketika itu ingin muntah mendengarnya.
"Owh iya, Kak. Kakak sudah kenal dengan Kak Raka? Sejak kapan?" tanya Rayna yang membuat kedua kakak beradik itu menoleh terhadap dirinya.
"Iya, Ray. Raka itu teman lama Kakak, kami berjumpa saat awal masuk kuliah, dan akhirnya jadi sahabat dekat hingga saat ini, emang kenapa, Ray?" papar Abi menjelaskan terhadap Rayna.
"Enggak kok, Kak. Pengen tahu saja," ucap Rayna singkat.
"Ooo, jadi ceritanya lagi bicara tentang jodohku ditikung oleh sahabat sendiri," ujar Tari disertai gelak tawa dan bermaksud menyindir Kakaknya.
"Itu mulut apa ulekan cabe, lancar benar seperti kereta api," ucap Abi menyindir Tari.
"Yang betul yang mana, sih Kak. Ulekan atau kereta api?" goda Tari sekali lagi, sehingga Abi yang tambah kesal dibuatnya.
Rayna hanya bisa tertawa melihat kedua manusia ini, memang mereka selalu mempunyai cara agar dirinya bisa melupakan semua masalah yang menimpanya dan menukarnya dengan kebahagiaan walaupun hanya sebentar.
Setelah lama bersenda gurau, mereka bertiga akhirnya berencana pulang ke rumah masing-masing. Walaupun Rumah Rayna dan kedua Kakak beradik itu berbeda arah, namun Abi tidak tega jika melihat Rayna harus pulang naik angkot ataupun taksi. Ada kelelahan yang Rayna sembunyikan dari mereka berdua. Meskipun demikian, binar mata yang sangat jernih bak air embun di pagi hari itu tidak bisa berbohong, bahwa dirinya tengah kelelahan hari ini. Makanya Abi berinisiatif mengantar Rayna pulang sampai ke rumahnya.
Di cafe, Raka dan Dewi tengah asik bermesraan dan menuai segala rindu yang selama satu minggu ini telah mereka tahan. Bagai dua sejoli yang telah lama tidak bertemu, Dewi tak henti-hentinya mengambil perhatian pria tampan yang memiliki bola mata hitam pekat seperti malam yang kelam, namun memiliki sorot mata yang memancarkan sinar bak purnama di malam ke empat belas yang begitu sempurna, sehingga menjadikannya terlihat sangat menawan untuk dipandang mata.
Dewi menyuapi Raka yang tengah memainkan smartphonenya itu dengan cake yang telah mereka pesan, Raka tidak menolak untuk memakan cake dari suapan kekasihnya itu. Menurutnya itu adalah hal yang wajar, karena mereka adalah pasangan kekasih.
Saat Raka masih asik dengan smartphonenya, Dewi membuka suara terhadap Raka, "Bagaimana hubungan kamu dengan Rayna?" tanya Dewi.
Raka yang mendengarnya seketika itu menghentikan kegiatannya dan menoleh ke arah Dewi, "Biasa, malahan aku sangat muak melihat mukanya," ucap Raka, "Kamu cemburu? Kan kita sudah bahas ini dua minggu yang lewat, Sayang." Raka menyentuh rambut Dewi dan mengelusnya dengan lembut seraya memberikan ketenangan untuk Dewi agar percaya terhadap dirinnya.
Dewi hanya diam, tidak ada tanggapan. Raka yang melihatnya kembali berucap, "Kamu percaya sama aku. Aku lagi cari cara agar bisa berpisah dengannya, tapi aku takut jika mama dan papaku tidak menyetujuinya."
Dewi menatap Raka dalam, ia mempunyai cara agar Raka dan Rayna bisa bercerai tanpa mendapat gugatan dari siapapun, "Aku ada ide, Sayang. Kamu mau mencobanya?" ucap Dewi terhadap Raka.
"Apa?" tanya Raka singkat.
Dewi tersenyum dengan penuh kebahagiaan, seolah senyumannya itu menyimpan banyak makna yang tersirat di dalamnya. Dewi kemudian menjelaskan rencananya yang ia miliki terhadap Raka. Dan Raka pun setuju dengan cara yang diberikan oleh kekasihnya itu, "Boleh juga, nanti aku coba, ya sayang," ucap Raka.
.
.
.
.
TBC.
.
.
Jangan lupa saran dan dukungannya ya, kakak dan teman-teman semua.
.
Karena dukungan kalian adalah semangat yang begitu berharga bagi saya untuk melanjutkan cerita ini. Selamat membaca.