Chereads / Dilema Cinta Pertama / Chapter 5 - Part 5

Chapter 5 - Part 5

"Ayo, Rayna. Kamu pasti bisa! Jangan gugup," ucap seseorang yang tengah memperhatikan Rayna dengan seksama. Rayna tersenyum mendengarnya, ia tidak menyangka, bahwa kakak seniornya itu bisa hadir di persidangannya hari ini.

"Kak, Abi!" gumam Rayna pelan seraya melemparkan sedikit senyuman terhadap Abi.

"Enggak usah gitu kali natap Raynanya, Kak. Dia sudah punya suami," ucap Tari terhadap kakaknya itu.

"Kamu apaan sih, Dek. Kakak hanya kasih semangat untuk Rayna, bukan bermaksud rebut Rayna dari suaminya," elak Abi atas tuduhan yang diucapkan adiknya terhadap dirinya.

"Semoga saja seperti itu. Kakak juga, kenapa enggak dari dulu lamar Rayna, kan keburu ditikung sama orang," sindir Tari dengan sedikit senyuman yang begitu mengejek.

"Jodoh sudah ada yang ngatur, Dek. Kita tidak bisa berbuat sekehendak kita saja. Karena itu urusan yang diatas," jelas Abi seraya menatap Rayna yang tengah menjelaskan skripsinya dihadapan para dosen penguji.

"Takdir bisa dirubah dengan doa, Kak. Bahkan yang impossible saja bisa menjadi possible, istilahnya kak the power of doa. Mungkin kakak saja yang kurang usahanya saat itu," ucap Tari tak mau kalah.

"Iya, iya. Kamu yang menang deh. Eh, Dek, Bonekanya jadi kamu beli, kan?" tanya Abi terhadap adiknya Tari.

"Jadi, Kak. Enggak usah khawatir, sudah Tari bungkus bonekanya, " jawab Tari yang tatapannya tidak terlepas dari Rayna.

"Kamu gimana sidangnya kemaren, susah nggak pertanyaan yang dikasih sama dosen pengujinya?" tanya Abi terhadap adiknya yang telah sidang satu minggu yang lewat. Ia tidak bisa menghadiri sidang skripsi Tari, karena dirinya harus pergi ke luar kota untuk menghadiri rapat dengan para donatur-donatur perusahaannya.

" Enggak kok, Kak. Tapi ada juga sih sedikit yang susah. Intinya itu yang belajar," ucap Tari yang masih memusatkan pandangan dan perhatiannya terhadap Rayna yang sedang berada di dalam ruangan sidang tersebut.

Di cafe, Raka dan Salsa sedang Sarapan. Raka sangat bahagia karena adik kecilnya tersebut sudah nampak mulai dewasa. Gadis nan dulunya imut serta manja itu sekarang sudah menjelma menjadi seorang wanita cantik yang lima bulan lagi akan berumur dua puluh dua tahun, beda lima tahun dengan dirinya yang saat sekarang ini.

"Kak, gimana rasanya jadi pengantin baru? Enak nggak?" tanya Salsa memecahkan suasana.

Mendengar pertanyaan dari adiknya itu, tiba-tiba Raka batuk dan segera mengambil air untuk minum.

"Kakak kenapa? Kok tiba-tiba batuk gitu?" tanya Salsa yang sedikit cemas melihat mata kakaknya yang sudah merah karena terbatuk-batuk tadi.

"Enggak ada, Dek. Cuma tersendat saja tadi. Ayo cepat habisin, soalnya kakak ada meeting sebentar lagi," ucap Raka bohong, karena tidak mungkin ia katakan bahwa dirinya tidak bahagia hidup berdua dengan Rayna saat ini.

"Yah, Kak. Kan ada papa, biar saja papa yang meeting dengan mereka. Kakak ikut aku ke kampus teman aku saja. Soalnya dia lagi sidang," pintar Salsa memelas sambil menggenggam tangan kakaknya, memohon agar Raka pergi dengan dirinya.

"Nggak bisa, Salsa. Nanti kalau Papa marah, gimana? Kamu mau tanggung jawab, ha?" ucap Raka yang melepaskan tangan Salsa dari tangannya.

"Yaaah, Kakak enggak asik. Biar aku chat papa dulu. Kalau dapat izin, pokoknya Kakak harus pergi sama aku," paksa Salsa terhadap Raka seraya mengambil smartphone miliknya dan kemudian mulai menghubungi papanya lewat pesan.

"Ya, sudah. Coba saja, pasti Papa tidak izinin," ucap Raka seraya memakan makanannya.

"Yey! Papa izinin kaka," teriak Salsa girang seraya menyodorkan smartphone miliknya terhadap Raka agar kakaknya itu bisa melihat pesan singkat yang telah disetujui oleh papa mereka.

"Ya, sudah. Ayo cepat habisin makanannya," ucap Raka malas, "Untung adik sendiri, kalau tidak sudah gue tinggalin ni manusia," batin Raka yang kemudian tersenyum terhadap adiknya itu. Walaupun sudah dewasa ternyata sifat manjanya masih belum berubah.

"kenapa senyum gitu? Kakak mikirin kak Rayna, ya?" ujar Salsa terhadap kakaknya yang hanya senyum-senyum sendiri.

Mendengar ucapan dari adiknya tersebut, ekspresi Raka berubah seketika itu juga. Raka tak habis pikir, kenapa adiknya ini selalu membicarakan Rayna di hadapan dirinya. Padahal Raka melihat Rayna saja muak, apalagi untuk tersenyum bisa-bisa dirinya nanti muntah seketika itu juga.

Setelah menyelesaikan sarapan, akhirnya Raka dan Salsa pergi ke kampus temannya itu. Raka tidak tahu siapa teman yang akan dikunjungi oleh adiknya ini. Soalnya, semenjak Salsa kuliah di Singapura. Ia tidak pernah tahu bahwa Salsa dekat dengan seseorang pun kecuali teman-teman SMA-nya.

"Selamat Rayna!" ucap Tari dengan bahagia seraya memeluk sahabatnya itu.

"Terima kasih sudah datang ya, Tar. Alhamdulillah, akhirnya tahun ini kita bisa wisuda sama-sama," ucap Rayna seraya membalas pelukan dari sahabatnya itu.

"Ekheem! Emang, ya. Kalau sudah bertemu, pasti dunia ini terasa milik mereka berdua." Abi pura-pura mengerahkan nada ucapannya, karena dirinya telah di acuhkan oleh dua wanita yang tengah asik berpelukan sedari tadi. "Udah dong pelukannya. Nggak kasian apa sama orang yang ada di samping ini," sindir Abi terhadap Rayna dan adiknya.

Mendengar ucapan dari Abi, seketika itu Rayna dan Tari tertawa. Rayna mengarahkan pandangannya terhadap Abi dan seraya berterima kasih karena telah berkenan hadir dalam persidangannya hari ini.

"Terima kasih, Kak. Sudah datang. Rayna enggak nyangka Kakak bisa datang hari ini, kata Tari biasanya Kakak sibuk terus sama pekerjaan kantor," ucap Rayna terhadap Abi.

"Iya, kebetulan hari ini ada waktu senggang. Selamat ya, Ray," ucap Abi memberikan selamat seraya menyodorkan sebuah boneka yang telah dibawa olehnya tadi.

Rayna mengambil boneka tersebut, ia sangat bahagia karena masih bisa berkumpul dengan orang-orang yang sangat menyayanginya. Masalah keluarga yang telah menimpa dirinya tadi pagi hilang seketika itu. Ia sangat bersyukur karena memiliki sahabat seperti Tari yang begitu mengerti tentang dirinya.

"Bilang saja nggak bisa move on karena ditikung sama orang lain," ucap Tari menyinggung Abi, kakaknya yang seketika itu terlihat malu.

"Apaan sih, Tar. Kamu malu-maluin kakak saja, kualat nanti, baru tahu rasa," ucap Abi terhadap Tari. Kalau bukan karena adik kandungannya, mungkin Abi sudah mengikat mulut yang telah mengucapkan kata-kata itu.

Rayna yang melihat perdebatan antara adik kakak itu hanya bisa tertawa dan tersenyum bahagia. Sudah lama dirinya tidak merasa bahagia seperti ini. Jika Rayna mengikuti egonya, ia tidak ingin keluar dari siklus kebahagiaan ini. Namun, itu semua hanyalah ego, dan tidak akan pernah abadi. Nyatanya nanti ketika dirinya sampai di rumah, ia harus kembali lagi seperti sebelumnya, diacuhkan dan bersedih hati seorang diri.

Sementara itu, Raka sudah merasa bosan karena terus menurut dan mengikuti adiknya yang tak tahu entah mau pergi ke gedung mana. "Universitas Eka Sakti," baca Raka dalam hati pada salah satu tulisan yang ada di gedung nan baru saja mereka lewati. Ia merasa tidak asing dengan nama kampus ini, ia mencoba memutar ingatannya dengan cepat, dan seketika itu ingatannya terhenti pada satu foto yang pernah ia lihat di rumah Rayna sewaktu acara pernikahannya.

"Jadi, ini kampusnya Rayna," gumamnya dalam hati, "Emang teman yang akan kamu temui itu siapa, Dek? Apakah Kakak kenal dengannya?" tanya Raka terhadap Salsa. Ia ingin memastikan bahwa teman yang dimaksud adiknya itu bukan Rayna, secara umur dari Salsa dan Rayna beda satu tahun, ia sangat tahu bahwa adiknya itu tidak akan terlalu dekat dengan seseorang yang lebih tua dari dirinya dan lebih memilih yang seumuran dengannya. Namun jika itu Rayna, mungkin dirinya harus siap-siap berakting dengan semaksimal mungkin nantinya agar tidak menimbulkan kecurigaan terhadap Salsa atas apa yang terjadi.

"Namanya Doni, Kak. Kakak belum kenal dengannya. Kami pernah bertemu waktu acara seminar internasional di Malaysia. Doni merupakan utusan dari Fakultasnya waktu itu," jawab Salsa.

Setelah menemukan Doni dan memberi selamat atas persidangannya. Akhirnya Raka dan Salsa bermaksud ingin pergi pulang. Saat berjalan melewati satu gedung, tanpa sengaja Raka melihat Rayna yang tengah asik mengobrol dengan seorang lelaki yang terlihat begitu dekat dengan Rayna.

"Siapa lelaki itu? Dari segi pakaiannya yang memakai jas, sepertinya dia seorang pekerja kantoran," batin Raka bertanya. Pandangan tak lepas melihat Rayna dan laki-laki yang tengah berbicara dengan istrinya tersebut. Ada rasa cemburu menggerogoti hati Raka, namun ia segera menepisnya, "Untuk apa aku cemburu, bukankah itu hak dia untuk dekat dengan siapapun, aku tidak akan peduli terhadapnya," batin Raka.

Raka dan Salsa kemudian pergi dari Universitas itu dan kembali ke kantornya lagi. Ketika mereka telah sampai di kantor, Raka bertanya terhadap adiknya apakah ia akan langsung pulang ke rumah atau ikut ke ruangan miliknya. Namun Salsa lebih memilih pulang ke rumah karena ada pekerjaan yang harus ia kerjakan di rumah.

"Ya, sudah. Hati-hati, ya Dek," ucap Raka seraya menutup pintu taxi yang akan membawa adiknya pulang ke rumah.

Saat Raka ingin masuk ke dalam kantornya, ia kemudian mendengar seseorang tengah memanggil namanya. Ia sangat familiar dengan suara yang memanggil namanya tersebut. Raka tersenyum dan berbalik arah menghadap suara itu, dan benar saja, itu adalah suara Dewi sang kekasih pujaan hatinya.

.

.

.

TBC.

.

.

Jangan lupa saran dan dukungannya ya, kakak dan teman-teman semua.

.

Karena dukungan kalian adalah semangat yang begitu berharga bagi saya untuk melanjutkan cerita ini. Selamat membaca.