"Untuk apa?" tanya ia sekali lagi.
"AKU TAK KAN BISA!" teriak-nya memekak kan telinga siapa saja yang mendengar-nya,
baginya hari-hari yang ia lalui hanya bagaikan warna hitam tanpa bisa di tembus cahaya
Hidup hanya terkurung dikamar, dengan dinding berwarna putih kusam, langit-langit kamar yang sudah usang, dan kasur yang seakan menghisap tubuhnya.
Kapan hidupnya akan berubah bahagia? menari ditaman bunga, atau berlari di hamparan rerumputan hijau, terbaring sambil menatap langit, berwarna biru cerah.
apakah hidup baginya adalah kemalangan, yang setiap hari harus ia lalui dengan tangisan dan teriakan?
"Ibu tak bisa berbuat apa- apa terhadap diriku, ibu tak bisa menyembuhkan luka Ku bukan?." tanya ia dengan tangisan yang mengalir dari mata-nya yang sayu itu.
Setiap hari hanya tangis menyertai perkata'an nya, ibu-nya tak bisa berbuat apa-apa selain berkata.
"Maaf ini salah ibu". sembari memeluk tubuh-nya,
tak ada kata yang terucap setelah itu, yang hanya adalah tangisan sendu dari kedua-nya.
apakah hidup semenyakit kan ini?,
ke mana dia yang dulu ceria bagaikan bunga yang mekar di musim semi.
"apakah kau ingin melihat senja?", ibu-nya bertanya, sembari melangkah ke arah jendela kamarnya dan membuka pintu jendela.
Ia diam saja.
setiap hari hanya itu lah kata yang terucap dari ibunya, sambil mengajaknya untuk melihat senja, namun ia diam atau pun melontarkan sebuah pertanyaan yang sama setiap harinya.
"bukankah senja hanya menawarkan warna kelam?, yang suatu saat berubah menjadi hitam-nya malam".
Atau sebaris kalimat serupa namun tak sama
"senja hilang berganti malam hitam, apa itu yang harus kulihat?"
setiap hari ibu-nya menyapa dan mengajak-nya untuk melihat senja walupun kalimat itu terus ia lontarkan kepada ibu-nya, namun seperti-nya ibu-nya tak kan pernah bosan, untuk mengajaknya melihat senja.
"apakah senja hanya menawarkan itu saja, tidak bukan?. Kau lihatlah senja dan kau rasakan hembus'an angin-nya" sambil memejamkan mata, untuk merasakan hembus,an angin senja.
Ibu-nya tak pernah lelah mengajaknya untuk melihat senja dan menikmati hembusan angin senja.
Namun harus ia jawab dengan pertanya'an itu atau pun.
"untuk apa bukankah angin-nya hanya membawa kepedihan yang nyata?" Kata ia sambil menyelimuti diri-nya dengan kain kusam milik-nya.
ibunya pun terdiam sesaat mendengarkan pertanyaan itu, ia tak menduga bahwa anaknya akan mengeluarkan kalimat seperti itu.
Lalu ia tutup pintu jendela itu dan segera keluar dari kamar anaknya, ia tak habis pikir luka yang ada dalam diri anaknya itu begitu dalam hingga tak bisa menyembuhkan-Nya.
tangis pun berderai dari mata-nya, ia tak menyangka akan semua ini dan berpikir bahwa ia adalah ibu paling bodoh sedunia, yang tega membuat luka pada anak yang telah ia lahirkan itu.
Tak ada ceria dalam hidup, terbaring dikasur berselimutkan kain, ia melewati hari-hari tanpa ada arti.
hari pun berlalu dengan begitu saja tanpa ada yang mampu menghalangi.
seminggu sudah waktu berlalu setelah kejadian itu tak ada lagi sapaan seperti biasanya, tak ada lagi kata yang selalu ibunya ucapkan, kata....
"apakah kau ingin melihat senja?" seakan kata itu sudah diharamkan dari mulut ibunya.
Yang hanya ada senyuman yang dipaksakan oleh ibunya, senyuman kepalsuan, walaupun palsu ia tak menggubriskan itu.
Baginya tak ada kalimat itu sudah membuat hatinya tak bergejolak dalam kesedihan.
sekali lagi, apakah hidupnya hanya seperti ini, tak penuh warna?
kapan warna itu datang?, entahlah.
mungkin langit masih mendung, menjadikan cahaya terkurung dalam awan hitam.
Atau warna masih kusam dalam diri-nya tak lah ada warna-warni kehidupan menyertai kehidupan-nya.
lagi-lagi waktu berjalan begitu cepat pagi berganti siang, siang berganti sore, sore berganti malam dan mengulang seterus-nya.
kali ini senyum ibu-nya sangat tulus, senyum yang begitu lebar, saat masuk ke kamar-nya sembari membawa vas bunga.
lalu ibu-nya meletakan vas itu di jendela kamar-nya.
"bunga mawar indah bukan?". kata ibu-nya sembari tersenyum dan melangkahkan kaki-nya keluar dari kamar itu.
ia berpikir untuk apa ibu-nya meletakan mawar yang kuncup itu dikamarnya, bukankah tiada guna?.
hari-hari berlalu silih berganti ia pun tetap seperti biasanya berbaring dikasur berselimutkan kain kusam.
ibu-nya pun setiap hari masuk ke kamarnya untuk menyapa dan merawat tanaman itu.
tanpa ia sadari kuncup mawar pun mekar berubah menjadi mawar yang cantik.
di dalam hati-nya ia berkata "mawar itu cantik" ia tak menampik dan berdusta pada diri-nya, memang mawar itu sungguh cantik, sangat-sangat cantik.
apakah ini yang ibu-nya inginkan?
agar ia tahu bahwa mawar(anaknya) juga masih cantik?
tidak itu tak mungkin sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"terserah ia saja, aku tak peduli" kata-nya dalam hati, baginya itu sia-sia saja tak kan ada yang akan berubah pada diri-nya.
"mengapa ibu letakan itu (dengan tangan-nya menunjuk ke arah bunga mawar itu) di kamar ku, BUANG!. aku tak peduli akan semua itu" lalu ia menyelimuti seluru diri-nya dengan kain.
"apakah mawar ini membuat mu tak nyaman nak?" tanya ibunya sambil menyirami bunga mawar itu.
"ya sangat-sangat tak nyaman", dengan tetap menyelimutkan diri-nya dengan kain.
"apakah kau iri dengan kecantikan diri-nya, hingga kau menyuruh ibu mu untuk membawa mawar ini pergi menjauh dari mu?". Dengan tetap menyirami bunga itu.
"apa! aku iri padanya?, tiada gunanya bukan?" Kemudian ia menyelimuti seluruh dirinya lagi dengan kain.
ibu-nya hanya bisa tersenyum saat mengetahui rencana nya itu berhasil.
"mawar kau sungguh cantik" kata ibu-nya,
ia menyangka bahwa ibu-nya berucap pada bunga mawar, lalu tiba-tiba ibu-nya membuka selimut kainnya itu, dan berbisik ditelinga-nya.
"kau sungguh cantik, seperti mawar ini" bisik ibu-nya
"tidak Bu, kau salah" sambil menunduk kan wajah-nya
"tidak, ibu tak bohong, kau cantik" lalu diraih-nya kepala anaknya itu, dan ia sandarkan didada nya.
"kau mawar sungguh cantik" tak lama kemudian berderailah air mata dari nya,
ia tak menyangka masih ada orang yang mengatakan itu pada-nya,
lalu dipegang wajah anaknya itu dan ia dongakkan ke atas sembari berkata
"kau masih cantik" lalu di cium kening anaknya.
"apakah kau ingin melihat senja?" Tanya ibu-nya, mula nya ia tak mengubris pertanyaan ibu-nya, ia masih larut dalam kesedihan.
Namun ibu-nya terus mengulangi pertanyaan nya.
Mawar pun hanya mengangguk.
lalu dipapah anaknya itu untuk duduk di kursi roda, kemudian ibunya mendorong perlahan mendekati jendela kamar, kemudian ibu-nya buka jendela itu, angin pun berembus masuk dan menerpa wajah lusuh nya, ia pejamkan mata terasa angin senja yang mulai dingin menyentuh kulit wajah-nya.
"kau lihat matahari senja indah bukan?" kata ibunya,
lalu ia buka matanya untuk melihat senja,
"iya sungguh indah" tak terasa air mata pun jatuh.
Dalam hidup sukar dan duka pasti pernah dialami, tak kan mungkin hidup tanpa cobaan, mustahil ada-nya.
hari pun berganti, sejak saat itu warna dalam hidupnya sangat berwarna-warni bukan hanya warna kelam seperti dulu lagi, tapi warna cerah yang mewarnai hidup-nya.
Tawa kini menyertai-nya, warna cerah kini berada didekat-nya, ia tak lagi seperti dulu, yang selalu bersedih, kini ia ceria, tersenyum lebar.