"dadah..." ucap ridho dengan melambaikan tanganya di balik kaca mobil yang terbuka.
dan dibalas dengan lambaian tangan dari mawar.
kemudian ia berlalu meninggalkan mawar di teras rumah.
"udah pulang" sapa ibunya kepada mawar, dan melihat barang bawaan mawar yang begitu banyak.
kemudian mawar memperlihatkan semua pakaian yang diberikan Ridho itu pada ibunya.
"cantik dan bagus-bagus" sambil memegang satu persatu pakaian-nya.
tapi apa daya ia tak bisa mengunakan ini semua, dalam keadaan ia masih seperti ini.
ingin ia bertanya kepada ridho kapan memulai untuk menyembuhkan kakinya, tapi ia urungkan pertanyaan yang melekat di kepalanya itu.
karena Ridho pun kini pergi ke singapura dalam waktu yang lama.
satu bulan waktu yang cukup lama baginya menunggu ridho, ingin ia pergi kerumahnya tapi ia tak tahu alamat rumah Ridho.
dua bulan pun berlalu, dan belum ada tanda-tanda akan kehadirannya.
ingin ia menyerah tapi niat akan kesetiaan jauh melampaui semuanya.
"tok tok tok" tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari seseorang.
"owh...! nak ridho, masuk dulu nak" kata ibunya sambil mempersilahkan ridho untuk masuk dan duduk di kursi.
"mawar ada bu?" tanya Ridho lalu duduk di kursi.
"ada, tunggu sebentar ibu panggilkan" kemudian ibunya berjalan ke kamar mawar dan memanggil dirinya.
tak lama mawar pun keluar dengan muka muram menatap tajam wajah Ridho.
seakan ridho mengerti semuanya.
"maaf bila kamu marah akan semua ini" mendekati mawar dan berbisik ke telinga mawar.
"jangan gambek lagi ya" bisik nya, yang membuat muka mawar panas dan memerah.
mawar pun hanya diam mematung seakan masih marah kepada Ridho.
kemudian Ridho menggenggam tangan mawar dan meletakan di dadanya.
"bisakah kita melihat senja?" ucap ridho, lalu mengajak mawar untuk melihat senja, dipantai yang biasa mereka singgahi.
mawar hanya diam sedari tadi tak berbicara sedikit pun kepada Ridho.
"kau tau senja kali ini tak lah begitu indah." lalu menoleh ke arah mawar.
"karena ada yang lebih indah dari itu. yakni kamu" gombalnya yang membuat muka mawar memerah.
"kau tak kan diam seperti ini bukan?" lalu ridho memegang tangan mawar dan melanjutkan bicaranya.
"jangan buat aku jadi serba salah".
"apa yang kau lakukan disana?" memulai pertanyaan kepada Ridho.
Ridho tak menjawab pertanyaan itu, ia hanya memandangi senja yang secara perlahan jatuh ke lautan.
apa yang ingin ia jawab?
masih kah mawar berada disisinya kalau ia mengatakan sebenarnya?
masih banyak lagi pertanyaan yang ada di benaknya.
"aku akan mengatakanya, tapi bukan sekarang" ia tersenyum kepada mawar seakan dalam senyumnya, ia menyembunyikan sesuatu.
"bukannya dalam menjalani suatu hubungan, harus ada namanya kejujuran" mawar menoleh padanya dengan tatapan kemarahan yang tampak dari wajah cantiknya.
"aku hanya ingin menutupi ini saja, agar kau tak khawatir kepada ku" menghela nafas panjang dan tertunduk lesu.
"apa kah aku tak berarti di hadapan mu?" kata mawar dengan sedikit meninggikan suaranya.
"kau sangat lah berarti bagi ku" jawab ridho dengan mata berkaca-kaca.
"hanya saja aku tak ingin mengatakan-nya sekarang, maaf bila ini membuat mu marah.
aku tak ingin membuat mu khawatir berlebih terhadap diriku."
lalu mawar memalingkan wajahnya dari ridho
"aku tak tau apa yang kau rahasiakan" tangan nya mengempal menahan emosi, akibat ke tidak jujuran Ridho pada dirinya.
ingin ia memukulnya sekuat tenaga, tapi percuma. tindakan itu tak akan membuat Ridho jujur kepada mawar.
"baik lah" ucap mawar sambil menarik nafas panjang
"aku ingin pulang" kata mawar kepada Ridho.
"tak usah" sesaat ridho ingin mengantarnya pulang.
"aku bisa sendiri" lalu mawar pergi menjauh darinya dengan keadaan masih kesal.
ridho pun hanya bisa memandangi nya dari kejauhan seraya menepuk-nepuk keningnya.
sebenarnya ingin ia mengatakan itu, tapi keberanian-nya luluh sesaat melihat mawar begitu khawatir pada-nya. dalam hati ia ingin berkata jujur.
tak terasa hari berlalu begitu saja tanpa bisa dinikmati.
pagi datang, dan membangunkan mawar dari mimpi buruk.
lalu ia melihat ridho sudah duduk di sebuah sofa yang menghadap kamarnya.
"untuk apa ia datang sepagi ini?" tanya mawar sembari berlalu dari Ridho.
ia menanyakan itu kepada ibunya, kenapa ridho datang kerumahnya sepagi ini, ibunya hanya mengeleng-gelengkan kepala-nya karena tidak tahu juga.
kemudian mawar menghampiri ridho, dan menanyakan, untuk apa ia datang sepagi ini kerumahnya.
dan dibalas dengan senyuman di wajah ridho, ia tak mengerti arti dari senyuman itu.
"bisakah kita pergi sebentar?" tanya ridho, kemudian berdiri dan mendorong kursi roda milik mawar.
"kemana?" tanya ia kepada ridho.
tapi tak ada jawaban dari ridho, sebenarnya apa yang di pikirkan Ridho?,
apakah ini ada hubungannya dengan kejadian kemarin?.
pertanyaan demi pertanyaan mulai muncul dari otaknya dan melihat wajah Ridho dengan ekspresi datar.
tak ada kata dalam perjalanan kali.
mereka sama-sama diam seribu bahasa, dalam perjalanan begitu jauh pasti ada rasa bosan melanda, apalagi kalau tidak diselingi dengan obrolan-obrolan ringan.
kemudian mereka sampai di sebuah tempat, yakni sebuah bukit nan indah, tiba-tiba ridho mengendong tubuhnya untuk mendaki bukit yang cukup tinggi itu.
sesampainya diatas Ridho menduduki-nya di sebuah bangku panjang yang ada di sana.
"bisakah kau melihat pemandangan ini, indah bukan?" lalu menatap ke depan.
kemudian mereka terdiam sesaat, sembari menikmati pemandangan di depan mereka.
"kau benar, ini sangat lah indah untuk dipandang" jawab mawar, kemudian menatap wajah ridho yang dibalas dengan tatap juga dari Ridho.
"apakah kamu ingin aku jujur tentang itu?" berhenti sejenak dan memulai lagi berbicara.
"kalau kamu ingin, aku akan jujur kepada mu" terusnya lalu mencubit pipi kanan mawar.
"aku tak, akan memaksakan nya lagi" tersenyum ke arah ridho sambil menelengkan kepalanya ke kiri, yang membuat jantung ridho berdetak lebih kencang dari biasa-nya
Deg deg deg...
suara detak jantung Ridho.
"oh... imut nya" ucap ridho dalam hati, saat melihat wajah cantik dan imut kekasihnya itu.
bisakah waktu berhenti?.
tanya dalam hati, pada diri sendiri.
kemudian mawar menyenderkan kepalanya ke bahu Ridho seraya berkata.
"maaf bila aku pernah marah dan curiga kepadamu" kemudian mawar memejamkan mata-nya untuk sesaat.
"tapi aku berharap..." tak meneruskan bicara-nya, karena memikirkan sesuatu.
ia hanya ingin seperti ini saja tanpa ada rasa curiga sedikit pun terhadap Ridho.
cukup seperti ini saja sudah membuatnya bahagia, berdua dalam rasa cinta yang membara di dada.
lagi-lagi ia bertanya apakah ini bisa bertahan?.
"aku harap begitu" tukasnya sembari melihat ridho yang sedang melihat-lihat ke bawah bukit.
"aku ingin seperti ini untuk sesaat sebelum waktu ku usai".
'tak dapatkah Tuhan memberiku waktu sebentar saja untuk bersamanya?" pikir ridho.
bahagia sekaligus sedih berpadu padan didalam hati ridho, ingin ia menangis tapi tak bisa seakan air mata nya sudah habis.
takdir yang terukir dalam hidupnya tak kan bisa ia hapus.
"aku hanya ingin satu hal darimu." kemudian menoleh ke arah mawar.
"menyembuhkan kan mu adalah salah satu keinginan terbesarku"
digengamnya tagan mawar, kemudian tersenyum kecil pada mawar.
tak ada yang bisa ia lakukan selain bisa membuat mawar berjalan lagi, bisa melompat dan berlari-lari kesan-kemari.
andai ia bisa melihat kesembuhan mawar dengan kedua matanya.
mungkin ini menjadi kebahagiaan nya tersendiri, tapi hidupnya tak kan bertahan lama lagi.
penyakit yang ia derita mungkin mustahil untuk disembuhkan.
ingin ia mengatakan ini kepada mawar tetapi ia tak berani merubah senyum mawar menjadi tangisan untuk dirinya, walau pun pada akhirnya mawar pasti akan menangisi-nya.
tapi baginya menunda tangisan kekasihnya adalah hal yang sangat baik untuk saat ini.