"besok aku ingin mengajak mu ke pesta teman ku. bisakah kamu ikut denganku, untuk menghadiri pesta temanku".
dengan angukan saja ia sudah mengerti.
apa yang ingin dikatakan mawar.
di pandanginya wajah mawar, kemudian berucap "kau sungguh cantik".
mawar pun terkejut mendengar perkataan itu.
ia tak menyangka bahwa masih ada orang yang berbicara seperti itu kepada-nya.
lama sudah ia tak mendengar kata itu, selain dari ibunya tak ada lagi yang berkata sedemikian, lalu tiba-tiba kini Ridho mengatakan itu padanya.
mukanya memerah sembari menatap muka kekasih ridho.
entah siapa yang memulai terlebih dulu, tiba-tiba .
"Cup".
ciuman mendarat dari bibir keduanya, dengan panas mereka berciuman, beradu lidah dan saling mengigit kecil bibir satu sama lainya, dalam nafsu yang membara.
"huh. hus..."
lenguh nafas mereka sesat menyudahi ciuman itu.
terasa ciuman itu sesuatu yang sangat manis walau mereka masih hijau akan hal itu.
"Sebenarnya saat aku ke singapura, aku bukanya berlibur seperti kebanyakan orang" lalu menyentuh bibir tipis mawar dengan ibu jari.
"aku ke sana untuk berobat" sambungnya.
kemudian mawar bersender di pundaknya.
tapi Ridho masih saja tak ingin membicarakan perihal penyakit yang dideritanya.
mungkin ia takut, takut mawar akan bersedih, ia tak ingin itu terjadi, ia tak ingin merusak kebahagiaan mawar.
"aku pernah berbohong kepada diri ku sendiri" ucap mawar yang sedari tadi hanya diam membisu.
"tapi aku tahu ini tak lah berguna". Sambungnya lagi
"membohongi diri sendiri, hanya bisa membuat batin bergejolak, hati tak tenang, dan selalu berpikir negatif tentang diri sendiri" seakan menyindir Ridho.
"aku berpikir bahwa dulu tak ada yang tau bahwa aku berbong" sembari memegangi wajah Ridho dengan kedua tangan-nya.
"tapi bila kau tak ingin berbicara, aku tak memaksa, tapi dalam hati ku masih ada rasa curiga terhadap mu" tersenyum ke arah Ridho.
yang dikatakan mawar adalah benar, untuk apa berbohong, apakah ada rasa ke tidak percayaan terhadap orang didekat-mu.
langit menjadi cerah, matahari mulai naik pertanda siang mulai datang, hawa terasa panas di sekitar mereka, kemudian mereka sepakat untuk pulang.
di perjalanan pulang Ridho selalu memikirkan perkataan mawar.
ada benarnya apa yang dikatakan mawar itu, bawah kebohongan membuat ke tidak tentraman dihati nya.
suara riuh terdengar, Malam ini begitu membisingkan bagi ia yang tak suka akan keramaian.
"hadirin mari kita sambut tuan rumah pesta ini" terdegar suara MC yang mengunakan mikropon, kemudian semua para tamu.
menoleh ke arah suara tersebut.
tepukan tangan terdegar begitu riuh sesaat Tuan rumah yang seorang gadis cantik, naik ke atas panggung.
kemudian gadis itu mengucapkan salam pembuka, sebelum melanjutkan ucapan terimakasihnya, kepada semua yang hadir di pesta itu.
Kemudian ia menyuruh semua yang hadir untuk mencicipi makanan yang sudah dihidangkan.
mungkin kalian belum pernah mendengar pesta makan malam atau bahasa keren nya dinner party, ya bagi orang seperti mawar ia baru pertama kali mendengar dan merasakan ini.
ia keheranan dengan semua ini, apa untungnya mengadakan pesta yang sebesar ini, hanya untuk mengadakan makan malam saja.
ia tak habis pikir, beginikah orang kaya kalau ingin menghabiskan uangnya.
bukankah lebih baik menyumbangkan nya pada orang yang lebih membutuhkan.
"sayang bisakah kau tunggu di sini" kata Ridho menyuruhnya menunggu di sini.
kemudian Ridho berjalan menghampiri gadis itu, ya gadis yang mengadakan pesta ini.
dilihatnya dari kejauhan Ridho berbicang-bincang kepada gadis itu, yang diselingi tawa kecil dari keduanya.
"mengapa aku jadi kesal begini" gumam-nya sesaat melihat semua itu.
tak lama kemudian Ridho pun menghampiri nya
"kenapa kau melamun?" Ridho bertanya padanya.
yang membuat ia tersadar dari lamunan+nya.
"tak, tak apa" jawabnya, lalu ia meminta ridho untuk mengambilkan makanan untuk nya, karena katanya ia sangat lapar sekali.
padahal ia tak begitu lapar.
"apa yang terjadi dengan ku" gumam mawar seakan menanyakan apa yang terjadi pada dirinya.
ia sangat kesal, tapi apa yang ia kesalkan.
mungkinkah ia cemburu melihat ridho bersama gadis cantik tadi.
"tidak, tidak mungkin" gumam-nya lagi, tapi hati ini terasa sakit.
"ini makanan-nya" suara ridho terdengar dalam kebisingan pesta itu.
"bisakah kita pulang setelah aku menghabiskan makanan ini" pinta mawar pada Ridho.
"tentu, tapi habiskan dulu makanannya" lalu tersenyum, sesaat melihat mawar melahap makanan yang ia bawakan tadi.
"ah! begitu imut gadis ini" kata ridho dalam hati, saat melihat wajah mawar yang begitu imut dan mengemaskan, ingin ia mencubit pipi itu, tapi ia urungkan niatnya, karena ia takut para jomblo iri dan sakit hati melihat kemesraan mereka berdua.
"aku sudah menghabiskan semuanya, bisakah kita pulang?" lalu mawar menyodorkan piring bekas makanan+nya ke Ridho.
"tentu" sambil mengambil piring itu dan meletakanya di tempat duduk yang kosong. kemudian mereka pergi dari pesta itu,
"bisakah kita pergi ke suatu tempat terlebih dahulu?" ridho bertanya padanya sembari memegang setir mobil.
"ke mana?" tanya mawar pada ridho
"tempat yang kau sukai" kemudian mengarahkan mobil ke jalan berbukit dan menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan.
kemudian mereka turun dari mobil itu.
"indah sekali" dengan terkagum-kagum.
bukit yang indah pada malam hari, dengan bintang diatas langit berpadu padan dengan kemerlap nya lampu perkotaan di bawahnya.
"indah bukan?". kemudian ridho memeluk tubuh kecil mawar dan mencium kening kekasihnya itu.
"kau selalu saja membuat kejutan pada ku" kemudian mawar mencium bibir nya.
"uuummm" suara yang tertahan dari mereka berdua, ciuman yang hangat dalam dinginnya malam.
"ini hanyalah hadiah kecil yang aku berikan" lalu ia memberikan sepucuk surat, yang tertulis nama sebuah rumah sakit.
"Mungkin lusa, kita sudah harus pergi ke rumah sakit". ucap ridho kepada mawar,
mawar sepertinya gembira saat ia membaca surat itu
hari yang ditunggu pun tiba, mawar.
kini menunggu kehadirannya di depan teras rumahnya, menunggu Ridho menjemput dirinya.
"Ah...! kemana garangan ia, sudah satu jam lebih aku menunggu". jam demi jam terlewati begitu saja tanpa bisa ia halangi.
hari yang tadinya pagi kini berubah menjadi teriknya siang, yang memanaskan tubuhnya.
"mungkin ia tak datang hari ini" pekik nya, lalu masuk ke dalam.
apa yang ia lakukan, sehingga hari ini ia tak datang, untuk menepati janjinya pada mawar.
tak terasa waktu sudah berlalu selam seminggu lebih.
tapi tak ada tanda-akan kehadirannya.
"tok, tok, tok."
suara pintu rumah nya diketuk seseorang dari luar, ia berpikir itu adalah Ridho.
dengan tergesah-gesah ia membuka pintu rumahnya.
"siapa Anda?" tanya ia, sesaat mengetahui yang dihadapan ia bukanlah ridho, melainkan seoarang bapak tua berjas hitam dengan muka yang menampakkan kelesuan.
"ayah Ridho" jawab bapak tua itu kepada mawar.
mengetahui bahwa di hadapan nya adalah ayah Ridho dengan segera ia mempersilahkan nya masuk ke dalam rumah.
"Bu tolong buatkan teh" pinta nya pada ibunya.
"tak usah repot-repot, kedatangan saya kesini ialah, hanya ingin menyampaikan amanat dari anak saya, kemudian menyodorkan surat yang ia bawa ke hadapan mawar.
"kenapa dengan wajah Anda, bukankah terlihat sangat lesu?" lalu diambil surat itu dari tangan ayah Ridho.
mawar tak tahu apa yang ada dalam surat ini.
"maaf bila kau membacanya Ridho tak ada di sini".
"maksud bapak?" bertanya keheranan.
"coba bacalah isi surat itu" Lalu ia buka surat itu dan mulai membacanya.
buat orang yang aku sayangi
Mawar.
Maaf bila kau membaca surat ini, aku sudah tak berada disamping-Mu lagi.
sudah tak bisa menemani mu melihat senja.
tak bisa lagi bertukar cerita.
tak bisa lagi tertawa bersama.
Dalam surat yang kubuat ini, aku ingin menepati janji yang pernahku buat pada mu.
tapi sebelum itu aku ingin berkata jujur dalam tulisan tanganku ini.
Sebenarnya aku iri akan diri mu.
karena kau bisa memaknai hidup ini dengan penuh warna.
maaf bila aku iri padamu.
semua itu karena aku mengidap penyakit leukimia stadium akhir.
yang berarti hidup ku tak akan bertahan lebih lama lagi.
harusnya kamu sudah curiga sejak awal.
maaf bila selama ini aku tak jujur tentang penyakitku.
kalau bisa aku ingin terus bersama mu,
dalam mimpi yang pernah kita buat.
hidup dalam kesunyian didesa terpencil tanpa hingar-bingar suara manusia.
tapi mungkin itu tak pernah terwujud.
maafkan aku yang tak bisa lagi berada disamping-Mu.
seperti waktu-waktu itu.
saat kemarin.
Salam kekasih mu
Ridho
kemudian ia genggam kertas itu dengan kuat.
"apakah ini nyata?" tanya ia pada ayah Ridho.
lalu terduduk lemah di atas sofa, sambil menutup kedua matanya dengan tangan, untuk menahan tangis, di matanya, tapi tangis tak bisa terbendung dari kedua buah matanya.
"hiks, hiks, hiks..."
seakan tulang ditubuhnya hancur bagai pecahan kaca, ia tak menyangka semua ini terjadi padanya.
baru saja bahagia.
Dalam waktu yang tak lama kesedihan pun menerpa nya kembali.
Ingin ia teriak, tetapi seakan suaranya sudah tak ada lagi.
apakah ia selalu dalam kesedihan?
tak adakah kebahagiaan abadi dalam dirinya?
tanya nya dalam hati.
lalu ia menangis sejadi-jadinya.
tak ada yang bisa ia lakukan selain menangis.
ibunya pun mencoba menenangkannya.
tapi itu semua sia-sia saja.
kini orang yang ia cintai pergi
meninggalkan-nya untuk selama-lamanya.
"Ridho apakah kau bahagia di sana?" ucap ia sambil memegangi papan nisan yang bertuliskan nama Ridho.
"aku berharap, kau tenang di sisi nya. seperti yang dijanjikan-nya" lalu ia bangkit dan pergi melangkah menjauhi makam Ridho.
"aku akan menggenang kisah ini sebagai kisah yang paling bahagia dalam hidupku, melihat senja bersama mu, bertukar cerita dan tertawa bersama" ucap mawar lalu menoleh ke makam Ridho.
"mungkin kau mendengarkan ku bergumam tentang dirimu, dan ku harap begitu".
lalu ia pergi melangkah menjauhi makam Ridho.
tak terasa air mata menetes, lalu diseka nya air mata itu.
tapi apa daya kesedihan itu membuat air matanya mengalir terus-menerus.
apakah ini akhir dari kisah cintanya?
mungkin.
"pak berhenti" pintanya ke sopir taksi.
"ini ongkosnya" lalu memberi sejumlah uang ke sopir taksi itu.
dan berjalan menuju tempat yang pernah mereka datangi setiap harinya.
"sudah dua tahun, sejak kepergianmu, aku tak pernah lagi melihat senja dipantai ini" gumam-nya lalu duduk di atas pohon tumbang itu.
dan mengkhayal tentang Ridho.
"andai waktu bisa diputar ulang, hanya satu kali saja.
maka aku akan manfaatkan semua itu untuk kita berdua, sembari memandangi senja yang mulai tenggelam dibalik cakrawala". kemudian ia menatap lurus ke arah pantai walau pun senja belum tiba.
Walau pun kisah cinta nya begitu singkat.
tapi ini penuh makna.
"andai itu bisa" gumam-nya.
kemudian tertunduk lesu. lalu ia pejamkan mata-nya dan membayangkan Ridho berada di sampingnya dan berkata.
"apakah kau ingin melihat senja" mawar pun tersenyum saat membayangkan itu, kemudiam ia menangis.
melihat ke atas langit dan melambaikan tangannya seolah-olah
Di sana ada Ridho yang melihatnya.
"TUHAN TITIP SALAM KU PADANYA!" teriak nya keras.
Kemudian pergi dari pantai itu dengan sedikit berlari-lari kecil menjauhi pantai itu.
"dua tahu sudah kepergian mu
kini aku bekerja di sebuah perusahaan percetakan.
aku bekerja di sini hanyalah untuk menghilangkan sesaat pikiranku tentang diri mu.
Di sini aku memiliki banyak teman, untuk bertukar pendapat mengenai pekerjaan, atau untuk bergosip saja.
walau pikiran ku tentang mu, hilang untuk sesaat .
akan tetapi kembali dalam istirahatku.
aku selalu bermimpi tentang mu,
memimpikan sebuah keluarga kecil yang hidup di sebuah desa yang begitu indah".
ucap mawar dalam hati sembari mengkhayal tentangnya.