lalu mereka pun menatap senja, yang mulai datang kepada mereka, dari kejahuan senja itu tampak indah dengan warna jinga yang berpadu biru-nya lautan.
"sekarang aku tau makna senja yang sebenarnya" kata pria itu sambil menunjuk ke arah senja.
"Walau pun ia adalah akhir dari hari yang melelahkan ini, tapi bagiku ini pertanda bahwa kita akan memulai hari esok agar menjadi lebih baik" sambungnya, yang membuat mawar tersenyum,
senyum manis yang keluar dari bibirnya.
"kau sudah menemukan makna dari senja bagi dirimu sendiri, apakah kau ingin mendengar arti senja dariku" lalu mawar menghela nasfas panjang sebelum memulai bicara.
"aku pernah berkata pada ibuku, untuk apa melihat senja, bukankah ia hanya menawarkan warna kelam, yang suatu saat berubah menjadi hitam-nya malam". tehenti sejenak untuk mengatur nafas, dan melanjukkan lagi perkataan-nya
"lalu ibu ku bilang coba rasakanlah embusan angin senja ini.
kemudian aku jawab untuk apa merasakan angin senja, bukankah ia hanya membawa kepedihan yang nyata" jelas-nya kemudian termenung sesaat.
"tapi itu tak lah benar" tak tersa air mata mengalir dari balik mata-nya.
"Aku tau bahwa senja itu indah bila kita lihat dan mengartikan+nya sendiri,
memaknai setiap warna yang ia pancarkan walau kelam tapi masih indah untuk dipandang,
walau hembusan anginya membawa kepedihan tapi masih ada kesejukan yang ia ciptakan,
sama seperti ku,
walau sekarang aku menghadapi ujian yang berat tapi aku ingin menjalani ini dengan penuh ke bahagian" jelas-nya Lalu menatap Senja dengan senyuman.
rido tertegun, dalam hati ia sangat iri pada mawar, entah apa yang ia irikan itu.
"kenapa aku sangat nyaman didekat mu?"
ucap ridho kepada mawar.
"mungkin karena cerita mu yang membuat aku termotivasi" Kemudian ia tersenyum tipis, dan senyum nya kali ini sangat lah tulus.
"aku harap, masih ada waktu seperti ini diantara kita, memandang senja dipantai sunyi ini"
kemudian mengengam tangan mawar dan meletakannya didada-nya, lalu tersenyum penuh arti.
"apa maksud mu" sambil menarik pelan tangan-nya dari dada rido.
"hidup tak, ada yang tahu kapan berakhir"
"maksudmu?" tanya mawar lagi atas ke tidak mengertinya akan ucapan ridho.
Setelah kejadian sore itu ia bertanya-tanya apa maksud pria itu.
mungkinkah ia akan meninggalkan dunia ini
"ah... jangan berpikir seperti itu mawar" sembari memukul-mukulkan kepala-nya.
Malam pun terlewati begitu saja, pagi pun datang menyapa, "ibu hari ini aku akan ke dokter, untuk menanyakan perihal kaki ku ini" jelas-nya pada ibunya.
"pergi dengan siapa?" tanya ibunya sambil menyuapi makanan ke dalam mulutnya sendiri.
"Ridho" jawab singkat.
"owh teman mu yang sering kesini itu ya?" kata ibunya sambil mengunyah makanan.
"ya"
ibunya pun mengizinkannya untuk pergi.
waktu yang ditentukan sudah tiba.
terdengar suara mobil berhenti di jalan kampung didepan rumahnya.
Tak lama terdengar ketukan pintu dan ucapan salam dari seseorang yang tak lain adalah ridho, dengan segera ibunya membukakan pintu.
"mawarnya ada?" tanya ridho kepada ibunya,
"ada" kemudian ibunya pun memangil anaknya yang bernama mawar itu.
tak lama setelah itu mawar pun keluar menghampiri-nya dengan dandanan yang cantik.
yang membuat ridho tertegun dan jantung-nya berdetak lebih kencang
Deg, deg, deg
mungkin seperti itulah bunyi detakan jantungnya.
kemudian keduanya pamit pada ibunya mawar, untuk pergi ke dokter.
"bisahkah aku mengendong mu untuk masuk ke dalam" tawar ridho pada nya, dan dijawab dengan malu-malu oleh mawar.
lalu ia gendong mawar untuk masuk dalam mobil, dan tak lupa ia menaruh kursi roda itu di belakang bagasi mobilnya.
dari kejauhan tanpak ibunya tersenyum melihat tingkah mereka berdua yang kelihatan begitu mesra.
"apakah mereka sedang jatuh cinta" tanya ibunya dalam hati.
lalu mereka pun pergi,
mawar melambai kan tangan ke ibunya yang disambut juga dengan lambaian tangan.
"kita sampai" ucap ridho
"harap mengambil nomor antrian-nya mas" sapa seorang pada mereka, lalu ridho pun mengambil nomor antrian-nya dan duduk di kursi yang telah disediakan.
sedangkan mawar duduk menunggu dikursi roda nyadan menghadap kearah ridho, ia seakan tak berani menatap ke arah Ridho.
"nomor 35" suara salah seorang memanggil berdasarkan nomor antrian.
ya walau pun ini sebuah kelinik tapi pasien yang datang setiap harinya cukup banyak.
"kita nomor berapa" tanya itu pada ridho.
"50" jawab ridho singkat.
cukup lama mereka menunggu, antrian.
tapi antrian nya masih jauh dari nomor mereka.
ridho pun hanya bisa memain-mainkan jarinya dan melihat kesekeliling hingga beberapa kali agar tak jenuh menunggu antrean.
"nomor 50" terdengar suara memangil nomor antrian mereka.
mereka pun segera masuk keruangan yang telah disebutkan oleh resepsionis.
"nomor 50?" tanya dokter itu pada mereka.
lalu mempersilahkan mereka duduk.
"siapa yang sakit?" tanya dokter itu sekali lagi pada mereka.
lalu ridho menunjuk ke arah mawar, dan menyebutkan penyakitnya.
kemudian dokter itu pun memeriksa kaki mawar dengan beragam alat-alat kedokteran.
"ini bisa disembuhkan" ucap dokter itu kepada mereka.
"tapi kemungkinan besar, ia berjalan tidak seperti kebanyakan orang pada umunya.
yaitu pincang" jelas dokter, lalu ia melanjutkan memeriksa kaki mawar.
"sudah beberapa lama?" tanya dokter itu kepada mawar.
"sekitar 3 bulan dok" jawabnya singkat.
"ini bisa diperbaiki, tapi harus dilakukan dengan cara di operasi".
"kalau di oprasi, kemungkinan sembuhnya bisa 98%" jelas dokter itu lagi.
"tapi kami tak menjalankan itu, karena kami takut menyalahi prosudur yang telah ditetapkan" dokter itu pun memberi secarik kertas rujukan.
dan langsung diambil oleh ridho. "kau bisa mengajukan ini kerumah sakit umum".
lalu ridho pun tersenyum dan melihat ke arah mawar.
"kau bisa sembuh", sambil mengusap-usapkan rambut mawar.
mawar pun tersipuh malu muka-nya memerah saat Ridho mengusap-usap rambutnya itu.
"terimakasih dok" kemudian mereka menyalami dokter dan pergi.
dalam perjalanan pulang Ridho selalu berbicara perihal kaki mawar yang bisa disembuhkan.
"kau tak perlu cemas, akan biaya nya."
sesaat mawar menanyakan perihal biaya untuk operasi.
akankah ia bisa sembuh seperti sedia kala.
mungkin kah?
"minggu depan kita, baru kerumah sakit".
ucap ridho dan langsung berlalu meninggalkan mawar di depan teras rumahnya.
"udah pulang" tanya ibu-nya dan langsung mendorong kursi roda yang ia duduki.
"gimana tadi" tanya ibunya.
"kenapa kau senyum-senyum, sendiri" tanya ibunya.
"Eh... enggak kok" dan langsung pura-pura makan begitu lahapnya.
"orang yang lagi jatuh cinta, ya seperti ini". sindir ibunya.
"apaan sih" jawabnya.
"tuh kan mukanya memerah kayak udang rebus, Ha, ha, ha, ha..." tawa ibu menggoda diri-nya.
"rupanya anak ibu sedang jatuh cinta", kemudian menepuk-nepuk pundak anaknya.
"habiskan dulu makanannya, baru sesudah itu mengkhayal tentang nya" goda ibu-nya lagi.
"ibu...!".
lalu ibunya ke dapur dan mengambilkan air putih untuknya.
"diminum dulu nanti ke selek cinta" ibu-nya terus mengoda diri-nya, yang membuat diri-nya salah tingkah.
"owh... betapa indahnya masa muda, penuh dengan bunga cinta" goda ibu+nya lagi. Dan kemudian berlalu meninggalkan diri nya, dengan piring kotor yang dibawa ibunya.
Apakah ia benar-benar jatuh cinta?.
baru kali ini ia merasakan sedemikian, merasakan jantung nya berdetak begitu cepat, dan selalu membayangkan wajah ridho.
Mungin taman cinta telah terbuka untuknya, lalu ia bermain sambil berlari ditaman cintai yang penuh dengan bunga sambil ridho mengejar dirinya yang tengah berlari itu, dan memengangi tanganya sembari berkata "cukup aku letih mengejar mu" sambil memeluk tubuh mawar.